Langsung ke konten utama

Berbagi Pengetahuan



          Ini merupakan salah satu tugas mata kuliah saya yakni kalam modern. Yang semoga bermanfaat bagi penulis sendiri dan para pemirsa, dalam rangka menambah wawasan pengetahuan.
 Ayat Al-Qur’an “Surat Al-‘Alaq: 1-5”

اِقْرَأْبِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِى خَلَقَ. خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ. اقْرَأْوَرَبَّكَ الْآَكْرَمُ. الَّذِى عَلَّمَ بِالْقَلَمِ.  عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَالَمْ يَعْلَمْ. (العلق)

A.  Hermeneutik
Dengan melalui cara penafsiran kitab suci yang dilakukan oleh Richard E. Palmer. Dimana Palmer menggunakan Hermeneutik sebagai alat penafsiran yang bertujuan untuk menjustifikasi historis. Maka disini saya mencoba menerapkannya pada lima ayat pertama surat Al-‘Alaq. Ayat ini merupakan sebagian ayat yang terkandung dalam kitab suci Al-Qur’an, yang lebih tepatnya lagi ialah surat ke 96 dari 114 surat yang termaktub dalam kitab suci Al-Qur’an (Al-Kitab, Al-Furqan, Azd-Dzikr). Yang mana surat ini terdiri dari 19 ayat dan tergolong kedalam surat Makkiyah (surat yang diturunkan di Makkah). Surat ini sering disebut dengan surat Al-‘Alaq (segumpal darah), tetapi selain itu juga dikenal dengan sebutan surat Iqra (bacalah) dan surat Al-Qalam (pena). Ayat 1-5 yang terdapat dalam surat tersebut merupakan ayat yang fenomenal. Hal ini disebabkan karena lima ayat pertama dari surat al-‘alaq tersebut merupakan wahyu pertama yang diberikan kepada  Nabi Muhammad SAW. Yang mana ayat tersebut dengan sekaligus melegitimasi dan menjustifikasi mengenai eksistensinya Nabi Muhammad SAW sebagai Rasulullah yang terakhir.
Dalam ayat 1-5 surat Al-‘Alaq tersebut, memang tidak dapat terpungkiri bahwa dalam ayat-ayat yang berbahasa arab tersebut mengandung pengetahuan yang luar biasa bagi manusia. Dimana bila kita melihat makna yang tersurat dan tersirat dalam ayat tersebut, kita disuruh untuk mampu ‘membaca’. Akan tetapi yang dimaksud ‘membaca’ disana, bukan berarti hanya membaca yang sifatnya tekstual tetapi juga mampu membaca secara kontekstual. Dimana kegiatan membaca tersebut sesungguhnya adalah awal dari adanya proses pengetahuan yang akan mengubah cara berpikir, cara pandang dan bertingkah laku, sehingga menjadi mahluk yang mampu berwawasan luas. Dengan demikian maka hal tersebut secara sadar harus dikorelasikan dengan bagaimana usaha (ikhtiar) dari manusia itu sendiri supaya mampu memanfaatkan, mengolah dan mengamalkan ilmunya dengan baik tanpa melupakan sosok yang ada di belakangnya (esensi yang sebenarnya), yakni Tuhan Yang menciptakannya. Karena pada hakikatnya manusia tidak akan pernah ada tatkala Allah tidak menciptakannya dari segumpal darah. Sehingga menjadikan manusia haruslah bersikap tawadhu (rendah hati) atau tidak sombong dengan pengetahuan yang ia miliki. Karena sesungguhnya Allah-lah yang telah mengajarkan ilmunya kepada manusia melalui perantaraan kalam-Nya (tulis baca), sehingga manusia mengetahui apa yang sebelumnya ia tidak ketahui. Tentunya hal ini sangatlah jelas terkandung dalam ayat 3-5 disebutkan; “Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
B.  Epistemologi
Dalam historis (tarikh) dikatakan bahwa ayat 1-5 ini diturunkan pada malam Lailatul Qadar (bulan Ramadhan) yang tempatnya di Goa Hira, Mekkah. Yang kebetulan pada waktu itu Nabi berusia 40 tahun. Hal tersebut terjadi ketika beliau sedang bertahanuts (penyendirian spiritual) atau lebih dikenal dengan istilah meditasi. Beliau didatangi oleh malaikat Jibril yang menyerupakan (menjelma) sebagai manusia. Kemudian Malaikat itu berkata kepadanya, “bacalah!”, beliau menjawab, “Aku tidak dapat membaca”. Hal ini sebagaimana yang beliau sabdakan sebagai berikut:
“Malaikat itu mendekapku sampai aku sulit bernapas. Kemudian, ia melepaskanku dan berkata, “Bacalah!”, Kujawab, “Aku tidak dapat membaca”. Ia mendekapku lagi hingga aku pun merasa tersesak. Ia melepaskanku dan berkata, “Bacalah!” dan kembali kujawab, “Aku tidak dapat membaca!”. Lalu ketiga kalinya ia mendekapku seperti sebelumnya, kemudian melepaskanku dan berkata:
Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan!
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah  Yang Maha Pemurah,
Yang mengajar manusia dengan pena (qalam).
Dia mengajar kepada munusia apa yang tidak diketahuinya”
Nabi Muhammad pun mengulangi kata-kata yang diucapkan malaikat itu, yang kemudian meninggalkannya. Beliau berkata, “sepertinya kata-kata itu tertanam dalam hatiku”. Namun beliau takut bahwa dirinya telah menjadi seorang penyair yang terilhami jin atau orang yang kesurupan. Oleh sebab itu, beliau pun lari dari gua itu. Ketika di tengah perjalanannya menuruni tebing bukit, beliau mendengar suara di atasnya, “Hai Muhammad! Engkau utusan Allah dan Aku Jibril”. Beliau menengadahkan kepalanya ke arah langit dan disana terlihat tamunya yang masih dapat dikenalnya, akan tetapi sekarang jelas dengan rupa malaikat, memenuhi seluruh cakrawala. Beliau (malaikat) pun kembali berkata, “Hai Muhammad, engkau Rasulullah dan Aku Jibril”. Nabi pun berdiri terpaku menatap malaikat itu. Ketika Nabi mencoba berpaling darinya, baik itu ke utara, ke selatan, ke timur dan ke barat, malaikat itu selalu ada di sana. Akhirnya malaikat itu pergi dan Nabi kembali menyusuri tebing menuju ke rumahnya. Setibanya di rumah, beliau merebahkan dirinya di dipan dan berkata kepada Khadijah (istrinya) “selimuti aku! Selimuti aku!”. Dengan dipenuhi rasa cemas Khadijah pun dengan cepat membawakan selimut dan menyelimutinya tanpa bertanya kepada beliau. Ketika rasa takutnya telah mereda, Nabi pun menceritakan apa yang sebenarnya telah terjadi yang dilihat dan didengarnya kepada istrinya. Khadijah pun menenangkannya dengan perkataannya. Setelah itu Khadijah pergi menemui sepupunya yakni waraqah Ibnu Naufal Ibnu ‘Abdi ‘I-Uzza yang kini telah sepuh dan buta serta khadijah pun menceritakan kejadian yang telah terjadi pada suaminya. Dan Waraqah pun berkata “Quddus! Quddus!”. “Demi Tuhan yang menguasai jiwaku, yang mendatangi Muhammad adalah Namus yang terbesar, yang dulu juga mendatangi Musa. Sunguh Muhammad adalah Nabi bagi kaumnya. Yakinkanlah dia”.  
Khadijah lalu pulang ke rumah dan segera menyampaikan apa yang dikatakan Waraqah itu kepada Sang Nabi. Nabi pun sekarang tenang dan siap untuk kembali bertahanuts kembali. Tatkala setelah selesai bertahanuts beliau langsung ke Mekkah untuk melaksanakan tawaf, dan setelah selesai tawaf. Disana beliau melihat Waraqah yang sedang duduk di mesjid. Beliau pun menghampirinya dan mengucapkan salam kepadanya. Waraqah berkata, “ceritakanlah kepadaku, wahai putra saudaraku, apa yang telah engkau lihat dan engkau dengar”. Nabi menceritakan kepadanya, dan Waraqah pun menyampaikan kembali apa yang telah ia katakan kepada Khadijah. Namun, kali ini ia menambahkan, “Engkau akan didustakan orang, akan diperlakukan buruk, dan mereka akan mengusirmu, bahkan berperang melawanmu! Seandainya aku masih hidup pada saat-saat itu, Allah tahu, aku pasti akan membela kebenaran agama-Nya”. Kemudian, Waraqah merangkul beliau dan mencium ubun-ubunnya. Setelah itu Nabi pun pulang ke rumahnya.
Dari penegasan yang dikemukakan Khadijah dan Waraqah tersebut, Nabi menyakini bahwa kata-kata yang telah didengar dan diterimanya tersebut adalah wahyu dari Allah SWT. bukanlah bisikan ataupun ilham yang berasal dari jin. Keyakinan ini juga dipertegas dan diteguhkan dengan turunnya wahyu yang kedua.
Dari pendekatan historis ini dapat kita ketahui bagaimana alur ataupun jalan pergerakkan wahyu yang berasal dari Allah SWT yang kemudian diungkapkan oleh malaikat Jibril dengan melalui kata-kata ataupun bahasa yang mampu dimengerti dan dipahami oleh Nabi Muhammad SAW. Selain itu juga dari pendekatan historis ini, dapat diketahui bagaimana keadaan mental dan emosional (psikologi) Nabi Muhammad SAW ketika beliau mengalami peristiwa dan mengetahui penjelasan (keterangan) yang dikemukakan oleh malaikat Jibril, istrinya (Khadijah) dan Waraqah mengenai hal yang terjadi tersebut.
C.  Analisa
Lima ayat pertama yang terkandung dalam surat al-‘alaq tersebut, memang sepantasnya menjadi sebuah fondasi dan formulasi bagi kita dalam hal berpengetahuan khususnya sebagai landasan dalam pendidikan. Dikarenakan bila kita merenungkannya secara seksama lima ayat tersebut melambangkan dan mengajarkan kepada kita bagaimana menjadi seseorang yang arif dan bijaksana atas ilmu yang dimilikinya. Melalui lima ayat ini manusia seharusnya sadar bahwa semua pengetahuan adalah milik Tuhan yang telah menciptakannya. Sehingga pantaslah manusia ta’at kepadanya.
Makna dari lima ayat ini juga berperan sebagai langkah awal dalam hal berpengetahuan, yang kemudian akan mengantarkan umat manusia kepada suatu proses pemikiran (berfilsafat) dengan nalar kritis yang mulai tertanam dalam dirinya. Sehingga pada akhirnya  pemikiran tersebut memproduksi ilmu-ilmu yang belum terpikirkan sebelumnya.     

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal

Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi

(Gambar download dari Twitter) Ada banyak grup WhatsApp yang dapat kita ikuti, salah satunya adalah grup literasi. Grup literasi, ya nama grup yang saya kira mewakili siapa saja para penghuni di dalamnya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi khalayak bahwa nama grup selalu merepresentasikan anggota yang terhimpun di dalamnya.  Kiranya konyol jika kemudian nama grup kontradiktif dengan anggota yang tergabung di dalamnya. Mengapa demikian? Sebab rumus yang berlaku di pasar legal per-WhatsApp-an adalah setiap orang bergabung menjadi group member selalu berdasarkan spesialisasi motif yang sama. Spesialisasi motif itu dapat diterjemahkan sebagai hobi, ketertarikan, kecenderungan dan lainnya. Sebagai contoh, grup WhatsApp jual beli mobil tentu akan memiliki nama grup yang berkorelasi dengan dunia mobil dan dihuni oleh anggota yang memiliki hobi atau pun ketertarikan yang satu suara. Tampaknya akan sangat lucu jika seseorang yang memiliki hobi memasak lantas yang diikuti secara update adal