Verstehen Makna Istilah Ilmuwan dan Ulama
Iftitah
Mungkin anda semua sudah tahu, siapa
sih ilmuwan itu? Dan mungkin bahkan anda semua sering bergaul, bercengkrama,
dan bahkan sudah menjadi soulmeet anda dalam menjalani aktivitas
keseharian. Tapi disini saya mencoba merefleksi kembali tentang siapa sih
ilmuwan itu, supaya memori anda mengingat kembali lebih mendalam mengenai hal
ini. Bila kita mencoba mencari pengertian kata ilmuwan ini dalam kamus ilmiah
populer, maka kata ilmuwan ini memiliki arti cendikiawan, sainstis, ahli ilmu.
Hems, memang begitulah realitanya seorang ilmuwan pasti selalu dikaitkan dengan
tingkat (status) pendidikannya yang tinggi dan mumpuni, pengetahuannya yang
luas, dan sebuah pencapainnya dalam hal ilmu pengetahuan khususnya sainstis.
Begitu juga dengan kata ulama
sendiri, mungkin sudah tidak asing lagi bila terngiang ditelinga kita. Pasalnya
kita sendiri tahu bahwa indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya
merupakan umat muslim terbanyak di Asia. Baik itu muslim yang statusnya sebagai
muslim genetik (keturunan) maupun sebagai muslim yang tumbuh karena ketulusan
dan keimanannya yang hakiki. Sebenarnya arti kata ulama ini mempunyai makna
tersendiri bagi mereka yang statusnya dapat dikatakan sebagai seorang santri.
Akan tetapi selayaknya kita mesti harus lebih dahulu tahu makna kata ulama ini
secara universal, dimana kata ulama ini mempunyai arti seorang tokoh pemuka
agama yang mengetahui mendalam mengenai keagamaan (syar’i, syari’at, dan
hakikat). Mungkin dapat dikatakan seorang tokoh yang agamawan.
Penyempitan
Makna Kata Ilmuwan dan Ulama
Dari pengertian kedua kata tersebut,
jelaslah kita pasti tahu bahwa kedua kata tersebut mempunyai urusan atau objek yang menjadi
pekerjaan (kajiannya) yang berbeda, sesuai dengan keahlian dalam bidangnya
masin-masing. Bila kita melihat ilmuwan pasti selalu dikaitkan erat dengan wawasannya
yang selalu berbasis pada ilmu pegetahuan, yang seakan-akan tidak terjamah
wawasannya oleh pengetahuan yang basisnya ilmu keagamaan. Begitu juga
sebaliknya seorang ulama yang senantiasa dikaitkan erat dengan wawasan
pengetahuannya mengenai ilmu keagamaan, yang seolah-olah wawasannya tidak
pernah menjamah ilmu yang berbasisnya ilmu pengetahuan (sains). Dari sini kita
bisa melihat bahwa sudut pandang sangatlah berperan aktif yang berakibat pada
penyempitan makna kata.
Mungkin penyempitan makna kata ini
juga dipengaruhi oleh cara pandang kita sendiri yang memberikan arti demikian. Tapi
padahal bila kita melihat realitanya, apakah memang benar seperti demikian?
Atau apakah itu hanyalah sebuah spekulasi yang mempengaruhi pada penyepitan
makna kata?, sehingga seolah-olah sesuatu itu terbentuk karena adanya argumen
dari subjek yang seakan-akan menjadi suatu esensi reason yang regourus melekat
pada objek.
Integrasi Makna
Kata Ulama dan Ilmuwan
Bila kita bercermin dari histori
islam zaman dahulu, tepatnya pada masa Rasulullah SAW. Masih menghembuskan
nafas hingga zaman sahabat dan tabi’in berikutnya, seorang ulama merupakan sekaligus
seorang ilmuwan. Jadi antara ulama dan ilmuwan adalah satu kesatuan. Yang
berarti seorang ilmuwan adalah seorang ulama, dan seorang ulama adalah seorang
ilmuwan.
Selain itu juga yang menjadikan kata
ulama dan ilmuwan berintegrasi ialah pada tujuan yang dimilikinya sama, yaitu sebuah
ilmu yang di dalaminya (dipelajarinya) adalah sebuah jalan yang akan menuju
pada sebuah kultuminasi. Dimana seorang ulama dan ilmuwan akan mendapatkan
kedudukan, perhatian, dan pengidentifikasian yang khusus terfokus pada
eksistensi dirinya dalam sudut pandang masyarakat awam. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa seorang yang berilmu akan mendapat kedudukan (derajat) disisi
Alloh SWT. dan dimata manusia sendiri. Mengenai hal ini Alloh SWT. berfirman
dalam Q.S. Al-Mujadilah : 11
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ
فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا فَانشُزُوا
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ
دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman!
Apabila dikatakan kepadamu: ‘Berilah kelapangan dalam majelis’, maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: ‘Berdirilah kamu’, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
[Al-Mujaadilah :11]
Realita
Pendiskriminasian
Bila kita melihat bagaimana keadaan
(realita) zaman sekarang maka kita tahu bahwa keduanya seolah-olah tidak dapat
dipersatukan, diperkenankan hadir dalam jiwa-jiwa insan yang terseleksi pada
pendiskursusan ilmu-ilmu yang didalami, dipelajari, dikuasai, dan disukai. Dan
sebenarnya tanpa kita sadari hal ini
adalah sebuah peristiwa, kejadian yang telah terprogres (terplaning) jauh-jauh
hari, bulan, bahkan tahun yang dapat dibuktikan oleh adanya perkembangan zaman
dan IPTEK.
Sehingga hanya orang-orang
tertentulah yang mampu menyesuaikan diri, yang ber pegang teguh pada
komitmennya untuk melawan sebuah perubahan, demi sebuah kebaikan yang
terpelihara dan terbudayakan.
Khotimah
Karena keterbatasannya sebuah
wawasanlah kita tidak mampu memaknai sebuah kata yang jarang kita dengar,
sehingga akan mengakibatkan sebuah pemahaman yang buntu tanpa ada sebuah
kesimpulan yang pasti, dapat dipercaya dan logis. Yang akhirnya berujung pada sebuah
penyempitan makna dalam memahami sebuah kata.
Komentar
Posting Komentar