NGAJI AL-QUR’AN BARENG KAUM ORIENTAL
Iftitah
Hemms.... sahabat,
rasanya kita sebagai seorang muslim pastinya sudah tidak asing lagi dengan nama
kitab suci kita sendiri yakni Al-Qur’an. Mungkin setiap waktu kita sering
membacanya, menghafalnya dan mengamalkannya. Apalagi disaat bulan-bulan
tertentu yang memiliki keberkahan tersendiri yang datang menghampiri, pastinya
kita sebagai seorang muslim tentunya tidak akan menyia-nyiakannya begitu saja seperti
angin yang lewat. Ya... diantaranya seperti bulan suci Ramadhan yang sudah
datang menghampiri kita saat ini.
Hemms.... ya, ya,
ya, pasti betul itu. Tapi apakah setiap seorang muslim akan mempunyai statment
yang sama seprti itu? Apakah seorang muslim selalu memanfaatkan momentum meraut
pahala yang banyak ini? Apakah seorang muslim selalu konsisten memperbanyak
bacaan, hafalan dan amalannya meskipun beberapa ayat dari kitab suci yang
agung, mulia, dan terpelihara itu pada saat menjelang Ramadhan datang
menghampiri?
Mungkin terlalu
banyak pertanyaan yang dilontarkan dan kita sendirilah yang mesti harus
menjawabnya, karena kita mempunyai status (predikat) sebagai seorang muslim. Entah
itu statusnya sebagai seorang muslim keturunan ataupun seorang muslim yang
berangkat dari keikhlasan hati yang paling dalam, (muslim karena hatinya
meyakini dengan penuh kesadaran untuk beriman kepada agama Alloh yang
diridhoinya yang berarti tidak ada paksaan). Sebagaimana dalam firman Alloh
SWT. dalam Q.S. Al-Baqoroh : 256
Tidak ada paksaan memasuki agama
Islam
لآَإِكْرَاهَ فِي
الدِّينِ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ
وَيُؤْمِن بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لاَ انْفِصَامَ
لَهَا وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya:
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
(Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah,
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang
tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Mungkin sudah cukup banyak kata yang diucapakan sebagai pengantar
menuju pembahasan yang akan dibahas. Akan tetapi rasanya saya perlu mengatakan
mengapa saya mengambil judul “Ngaji Al-Qur’an Bareng Kaum Oriental” ini.
Sesungguhnya saya terinspirasi oleh sebuah buku yang berjudul “Keajaiban Sains”
yang dikarang oleh H. Muhammad Yusuf bin Abdurrahman, yangmana di dalam buku
tersebut menjelaskan bagaimana para ilmuwan dunia oriental yang tergugah
hatinya, yang terperciki hikmah, rahmat dan hidayah dari Alloh SWT. sehingga
mereka menemukan kebenaran islam melalui penelitiannya. Dan disini saya
menempatkan diri saya sebagai seorang muslim yang mencoba merespon atau sedikit
menanggapi daripada pemaparannya yang telah dibahas.
Statement Kaum Oriental Terhadap Keagungan, Kemuliaan, dan
Kemukjizatan Al-Qur’an
Para tokoh yang berstatement ini merupakan para ilmuwan dalam dunia
keahliannya masing-masing, diantaranya :
a. Seorang
yang berkebangsaan inggris yang bernama Profesor Mountaghmiri Watts mengatakan
bahwa “apa yang dipaparkan Al-Quran mengenai relitas dan fenomena alam yang
terjadi merupakan sebagian dari kelebihan dan keistimewaan Al-Qur’an. Yang mana
hasil semua temuan dan ilmu pengetahuan yang telah didokumentasikan saat ini
tidak akan pernah mampu menandingi Al-Qur’an”.
b. Sejarawan
Italia yaitu Brand Johny Burkz mengatakan bahwa “Kesejahteraan dan kepemimpinan
menjauh dari umat islam ialah dikarenakan mereka tidak mau mengikuti petunjuk
Al-Qur’an dan mengamalkan hukum dan undang-undang yang ada di dalamnya.
Padahal, sebelumnya histori telah mencatat bahwa generasi awal islam meraih
kejayaan, kemenangan, dan kebesaran. Musuh-musuh islam pun tahu akan rahasia
hal ini, sehingga mereka menyerangnya dari sisi ini. Dan realita kehidupan umat
islam saat ini suram, karena mereka sudah tidak peduli lagi terhadap kitab
sucinya sendiri, bukan disebabkan karena adanya kekurangan dalm kitab sucinya
sendiri. Yang nampak sangat objektif ialah tidak benar apabila menggugat sisi
negatif dengan mengklaim ajaran islam yang suci”.
c. Peneliti
yang berkebangsaan prancis yang bernama Gul Labum menyeru orang-orang Eropa,
“Wahai manusia, kajilah Al-Qur’an secara mendalam, sampai kalian menemukan hakikat
kebenarannya, karena setiap ilmu pengetahauan dan seni budaya yang pernah
dicapai oleh bangsa Arab, pondasinya ialah Al-Qur’an. Hendaknya setiap penduduk
dunia, dari mulai beragam warna dan bahasamau melihat secara objektif kondisi
dunia zaman dulu. Mengkaji lembaran-lembaran ilmu pengetahuan dan penemuan
sebelum islam. Maka kalian akan mengetahui bahwa ilmu pengetahuan dan penemuan
tidak akan pernah sampai pada penduduk bumi, kecuali setelah ditemukan dan
sebarluaskan oleh kaum muslimin yang mengeksplorasi dari Al-Qur’an. Ia laksana
lautan pengetahuan yang mengalir dijutaan anak sungai. Al-Qur’an tetap hidup
dan setiap orang mampu meneguk
kesejukannya sesuai dengan kesungguhan dan kemampuannya”.
d.
“Al-Qur’an
adalah sebuah kitab, petunjuk, kebenaran, bukti dan kebenaran yang abadi bagi
kita sampai akhir zaman”. Ungkapan Prefesor TVN Persaud ahli anatomi, ahli
kesehatan anak-anak, ahli genikologi kebidanan dan ilmu reproduksi di
Universitas Manitoba, Winnipeg, Menitoba Kanada.
e. Profesor
Alfred Kroner (Ketua Jurusan Geologi Institut Geosciences, Universitas Johannes
Gutterburg, Maintz Jerman), mengatakan: “Metode imiah modern sekarang
membuktiakan apa yang tekah dikatakan oleh Muhammad 1400 tahun yang lalu.
Al-Qur’an adalah buku teks ilmu pengetahuan yang simpel dan sederhana untuk
orang yan sederhana”
f.
Profesor
Palmer ahli geologi ternama di Amerika Serikat, berkata “Al-Qur’an adalah kitab
yang menakjubkan yang mengambarkan masa lalu, sekarang dan masa depan”. (H.
Muhammad Yusuf bin Abdurrahman, Keajaiban Sains, 2013 :16-21)
Dari statements tersebut kita bisa
menarik kesimpulan bahwa mereka yang notabenenya bukan seorang muslim mengakui
secara shorih akan kebenaran, kemulian, keagungan dan kemukjizatan Al-Qur’an,
yang telah diwahyukan kepada Nabi besar kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Muhasabah Fiddin
Kita sebagai seorang muslim harus mencatat, mengingat, dan
merenungi dengan baik apa yang telah diungkapkan oleh seorang tokoh oriental di
atas, yaitu Sejarawan Italia, Brand Johny Burkz mengatakan bahwa “Kesejahteraan
dan kepemimpinan menjauh dari umat islam ialah dikarenakan mereka tidak mau
mengikuti petunjuk Al-Qur’an dan mengamalkan hukum dan undang-undang yang ada
di dalamnya. Padahal, sebelumnya histori telah mencatat bahwa generasi awal
islam meraih kejayaan, kemenangan, dan kebesaran. Musuh-musuh islam pun tahu
akan rahasia hal ini, sehingga mereka menyerangnya dari sisi ini. Dan realita
kehidupan umat islam saat ini suram, karena mereka sudah tidak peduli lagi
terhadap kitab sucinya sendiri, bukan disebabkan karena adanya kekurangan dalm
kitab sucinya sendiri. Yang nampak sangat objektif ialah tidak benar apabila
menggugat sisi negatif dengan mengklaim ajaran islam yang suci”.
Wahai kaum muslimin, kita sendiripun tahu bahwa umat islam pernah
jaya (penah mengalami yang dianamakan Golden Age), yakni pada masa silam,
pada saat Rasulullah SAW. Masing menghembuskan nafas hingga pada masa
dinasti-dinasti (daulah islamiyah) berjaya. Diantaranya saja saat dinasti
Abbasiyyah masih berdiri kokoh, umat islam mampu meraih dan mencapai masa-masa
jaya (golden age) yang pada masa itu dipimpim oleh Khalifah Harun
Ar-Rosyid hingga khalifah-khalifah berikutnya. Akan tetapi sangat disayangkan
ketika dinasti-dinasti tersebut telah mengalami stagnasi yang
diakibatkan adanya perebutan kekuasaan diantara kaum muslimin sendiri sehingga
mengalami perpecahan. Yang pada akhirnya dinasti (daulah) islamiyah pada masa
itu dapat diruntuhkan dan hancurkan oleh pihak musuh yang notabenenya sebagai
kaum kristen.
Seharusnya dari sini kita mampu bercermin, termotivasi dan
terinovasi bahwa umat islam pernah jaya, tapi kenapa realitanya sekarang
masa-masanya umat islam begitu suram. Apakah karena kesalahan kita sendiri yang
disibukan dengan permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan oleh pihak muslim
sendiri? Yang sedikit demi sedikit mengalami perpecahan yang disebabkan karena
ketidak seragaman dalam hal berpandangan, pemahaman, penafsiran dan pentakwilan
atas suatu hukum.
Haruskah kita hanya diam bersantai dengan secangkir kopi yang
seolah-olah menikmatinya? meskipun pahit rasanya. Apakah kita hanya mampu
berdiam disaat orang-orang yang notabenenya sebagai seorang yang cleaper
memporak porandakan fondasi yang kita bangga-banggakan? Apakah kita hanya mampu
berdiam dan menikmati pertunjukkan disaat sebagian kita diadudombakan? Apakah
kita hanya mampu tersenyum manis saat musuh meneguk kenikmatan atas rahasia
besar yang selama ini kita sembunyikan?, rasanya masih banyak pertanyaan yang tidak
mampu terungkapkan, tertuangkan, dan terincikan mengenai bagaimana bisa kita
sendiri yang memiliki modal tapi kok kenapa mereka kaum fakir yang mampu
menikmati, meneguk, dan meraih hasil yang menjadi prestasi, manifestasi dan
bahkan menjadi kiblat peradaban ilmu pengetahuan. Bukannya kita sendiri sebagai
seorang pemilik modal, sumber yang mampu mengeksplor peradaban dunia.
Memang tidak bisa terpungkiri bahwa mereka
pandai, sampai-sampai mereka mampu mengkaji Al-Qur’an meskipun ia notabenenya
bukan seorang muslim. Satu hal lagi yang harus menjadi catatan penting bagi
kita semua selaku umat muslim. Jika mereka yang notabenenya bukan seorang
muslim mampu mengkaji Al-Qur’an begitu dalam, mengapa kita sendiri sebagai
pemilik kitab suci tersebut tidak pernah mau mengkaji Al-Qur’an dengan
sungguh-sungguh. Seolah-olah kita telah bertukar peran dalam hal kebaikan.
Memang harus kita sadari bahwa kita sudah lama selalu bertukar peran, kita
selalu merasa bangga bila kita berkiblat ke arah western. Misalnya saja kita
sendiri yang mempunyai dalil mengenai keberesihan, sebagaimana yang diterangkan
dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ
"kebersihan (suci) sebagian
dari iman", diriwayatkan oleh Imam Muslim (261H) dalam kitab
sahihnya pada pembahasan "At-Thaharah" bab fadhlul wudhu’
(no.223) 1/203, akan
tetapi buktinya toh masih banyak orang yang sudah biasa membuang sampah
sembarangan yang akibatnya bisa kita rasakan sendiri jika musim hujan telah
datang menghampiri. Akan tetapi hal itu tidak berhenti sampai disana, meskipun
sudah merasakan akibatnya tapi masih tetap ada yang belum sadar juga. Mungkin
ada benarnya juga peribahasa mengatakan apadaya jika sebuah kebiasaan sudah
mendarah daging. Kemudian contoh yang lainnya yaitu kita selalu berkiblat ke Westren
dalam hal fashion, khususnya modis pakaian kaum hawa. Yang selalu beranggapan
semakin feminim maka akan lebih wow, tampil beda dan merasa bangga karena telah
mengikuti tren. Padahal pakaian seorang muslimah pastinya bukan sperti
itu. Karena dalam Al-Qur’an sendiri telah memuat bagaimana etika berpakain
seorang muslimah yang baik. Sebagaimana Allah Swt. telah mengatur ihwal
menutup aurat ini dalam Q.S. An-Nur ayat 31:
وَقُلْ
لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَ
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ
عَلَى جُيُوبِهِنَّ
Artinya: Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah
mereka menahan pandangannya dan memelihara kehormatannya; janganlah mereka
menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak padanya. Wajib atas mereka
menutupkan kain kerudung ke dadanya. (QS an-Nur [24]: 31).
Dan juga sebagaimana
yang tertera dalam sebuah hadis yang disabdakan oleh Rasulullah saw.:
«قَالَ
يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ
يُرَى مِنْهَا إِلاَّ هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ»
Artinya: Wahai Asma’, sesungguhnya seorang wanita, apabila
telah balig (mengalami haid), tidak layak tampak dari tubuhnya kecuali ini dan
ini (seraya menunjuk muka dan telapak tangannya). (HR Abu Dawud).
Mungkin jika memang mereka ngotot bepakaian yang feminim, maka
berarti ia sudah siap menanggung resiko ataupun akibatnya sendiri, maka
jelaslah sudah tidak asing lagi jika dimana-mana banyak korban pemerkosaan,
terjadinya free sex dan lain sebagainya.
Khotimah
Wahai kaum muslim saatnya kita
membuka mata hati yang telah lama tidur dalam gemerlap nikmat dunia, yang
melupakan fondasi akan keimanan, yang menutup ruas jalan menuju kebenaran,
kemenangan, dan kejayaan. Dan hal ini ialah dengan mempelajari, mengkaji, dan
meneliti kitab suci yang mulia, agung, dan senantiasa terpelihara
keontetikannya yakni kitab suci Al-Qur’an. Tidaklah cukup kita hanya membacanya
sebagai hidangan layaknya koran, tidaklah cukup kita hanya menyimpannya sebagai
etalase yang menghiasi pajangan karena hal tersebut tak pernah bisa merubah
kita menuju kejayaan. Dengan demikian marilah kita bersama-sama memulainya dibulan
yang fitri ini dengan mernungi, mentafakuri, dan memuhasabahi diri kita dan
mulai menanamkan niat yang baik untuk memahami seluruh isi kandungan Al-Qur’an.
Komentar
Posting Komentar