Oleh: Roni Ramlan (AF 2)
Iftitah
Bila kita
membicarakan mengenai dunia pendidikan tentunya banyak hal yang mempunyai
korelasi di dalamnya. Baik itu mengenai tempat pendidikannya, subyek atau orang
yang terlibat dan berkecimpung di dalamnya, ilmu pengetahuan yang menjadi obyek
pembahasannya, faktor-faktor yang menunjang terrealisasinya pendidikan, dan
dampak yang mempengaruhi obyek dalam mempelajari ilmu pengetahuan dalam ranah
pendidikan dan lain sebagainya.
Akan tetapi ungkapan-ungkapan
tersesebut akan timbul keluar bila kita melihat pendidikan dari banyak sisi
atau kemajemukan kacamata keilmuan. Akan tetapi bila kita membahasnya hanya dari
satu sisi atau satu kacamata keilmuan saja, maka tentu pastinya akan nampak
kelihatan alur, pola, tujuan dan titik fokus pembahasannya mengarah dan tertuju
kemana.
Dengan demikian di
dalam artikel ini pun akan mencoba memaparkan suatu pembahasan yang menitik
fokuskan pada satu pembahasan, yaitu mengenai esensi pendidikan dan
penyimpangannya, bila pembahasan ini di lihat dari presfektif history (cerita) dari
salah satu surat yang terdapat dalam Al-Qur’an, yakni Q.S. Lukman.
Cermin Realitas Pendidikan Masa Kini
Dunia pendidikan
masa sekarang tentunya akan nampak lebih jauh dan jelas perbedaannya bila
dibandingkan dengan dunia pedidikan jaman dulu. Dimana pada jaman dulu dunia
pendidikan itu adalah sesuatu yang mewah, yang tidak semua orang akan mampu
menjamah dan merasakan nikmatnya masa-masa sekolah, pasalnya hanya segelintir orang
tertentu saja yang akan merasakan dan mengalaminya.
Begitu juga dengan perjuangan yang perlu ditempuh, diusahakan, dan
dirasakan. Pastinya halaw rintangan akan beranekaragam yang senantiasa
berdinamika dan bergandengan dengan kemajuan jaman. Misalnya, jika jaman dulu
suatu buku tulis dan buku bacaan adalah sesuatu yang dapat dibilang wow, tapi
sekarang sudah ada berbagai macam buku yang wow tapi serasa tidak menjadi
barang yang wow lagi, pasalnya kedudukannya telah tergeser dengan adanya
teknologi yang lebih simpel dan lebih wow.
Paradigma berpikir masyarakat pun telah berkembang, bila menanggapi
masalah pendidikan. Pasalnya jaman sekarang pendidikan tidak mengenal istilah
diskrimansi pendidikan, sehingga semua kalangan dapat merasakan, menikmati, dan
mengalami tahapan demi tahapan dunia pendidikan yang tidak mengenal istilah
miskin dan kaya (stratifikasi sosial). Hal ini lebih terdorong lagi dengan
adanya program pemerintah yang mewajibkan sekolah minimal 9 tahun. Dan
pemerintah pun tidak hanya diam berpangku tangan setelah membuat peraturan,
akan tetapi mencoba menyokong dengan adanya program BOSS, Beasiswa, dan lain
sebagainya.
Lembaga yang dijadikan tempat
untuk mendidikpun terus berkembang, mulai dari pendidikan di usia dini sampai
perguruan tinggi yang bergelar. Standarisasi status tempat mendidikpun berbagai
macam dari swasta, yayasan hingga negeri, yang akhirnya menentukan kualitas,
kemampuan, keaktifan, dan kecerdasan yang berimbas pada mahal dan murahnya
biaya yang harus dikeluarkan. Begitu pula dengan program pengajaran yang
terus-menerus diamandemen demi tercapainya kualitas yang membanggakan dan
mengharumkan.
Cermin Penyimpangan dalam Dunia Pendidikan
Bila kita menengok
kembali memori mengenai penyimpangan pendidikan
yang terjadi pada beberapa tahun kebelakang, sudah berapa banyak
kejadian-kejadian yang terjadi dalam ranah dunia pendidikan yang telah
mencoreng nama baik, kata suci pendidikan. Rumor yang masih hangat dalam dunia
pemberitaan ialah mengenai penyimpangan yang terjadi di JIS (Jakarta
Internasional School), yakni masalah Pedofilia (bentuk kelainan seksyang
cenderung memilih anak dibawah umur sebagai mitra seksualnya).
Sebenarnya bukan
hanya itu bentuk penyimpangan dalam dunia pedidikan, tetapi masih banyak kasus
lain yang diantaranya; pemerasan, penyiksaan, pencabulan, pemerkosaan hingga
pada tahap pembunuhan. Yang menjadi korbannyapun berbagai macam yang tidak
mengenal batasan usia, mulia dari Taman Kanak-kanak (TK) atau Raudzatul Atfal
(RA), Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtida’iyah (MI), SMP/MTs., SMA/MA/SMK
dan lain sebagainya.
Yang telah
disampaikan diatas tadi merupakan penyimpangan yang berkorelasi dengan keadaan
psikis (mental). Selain itu juga ada bentuk penyimpangan yang berkorelasi
dengan kewenangan, kekuasaan, jabatan dan materi. Yaitu dengan adanya kejadian
seorang PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang melakukan korupsi, baik itu korupsi
materi, waktu, dan kewajiban.
Hal ini menunjukkan
bahwa orang yang berada dalam dunia pendidikan belum tentu kepribadiannya
berpedidikan yang sesuai dengan norma, etika dan ajaran agama yang dianutnya.
Padahal seharusnya mereka yang bertugas atau pengemban amanah sebagai pendidik
haruslah pertamakali menerapkan, menanamkan dan merealiasasikan norma, etika,
dan ajaran agama yang sepantasnya ada pada dirinya, sebelum ia mampu menularkan
dan mengajarkannya kepada anak didiknya.
Inspirasi Pendidikan dari Qur’an Surat Lukman
Dasar pendidikan
dalam Al-Qur’an diantaranya terletak pada surat Luqman, dalam hal ini yang
menjadi dasar dalam pendidikan anak yang dilandaskan pada sebuah surat yang
mengisahkan seorang anak yang bernama Luqman Al-Hakim, yang melalui dengan
lisannya telah menetapkan bahwa akidah tauhid harus dijadikan dasar yang
melandasi tegaknya syari’ah dan akhlak agar pengetahuan manusia dapat
memberikan manfaat yang seluas-luasnya untuk kehidupan manusia. Untuk lebih
jelasnya mari kita lihat dan baca ayatnya sebagai berikut:
Artinya :” [Ayat 12] Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah
kepada Luqman, yaitu “Bersyukurlah kepada Alloh. Dan barang siapa yang
bersyukur (kepada Alloh), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri;
dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Alloh Maha Kaya lagi
Maha Terpuji”.
[Ayat 13] Dan (ingatlah) ketika
Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Hai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan Alloh, sesungguhnya mempersekutukan
(Alloh) adalah benar-benar kezaliman yang besar ”.
[Ayat 14] Dan Kami perintahkan
kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam
dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Ku lah kembalimu.
[Ayat 15] Dan jika keduanya
memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya
di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian
hanya kepada-Ku lah kembalimu, maka kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan.
[Ayat 16] (Luqman berkata): “Hai
anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada
dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
Mengetahui.
[Ayat 17] Hai anakku, dirikanlah
shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal
yang diwajibkan (oleh Allah).
[Ayat 18] Dan janganlah kamu
memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di
muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri.
[Ayat 19] Dan sederhanakanlah
kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruknya
suara ialah suara keledai.
Sesungguhnya apabila
kita mencermati, memahami, dan merenungi (meneladani) pada kandungan ayat yang
terdapat di atas tadi, sebenarnya ayat tersebut memberikan kontribusi pesan Lukman Al-Hakim Terhadap Proses Pendidikan
Anak yang dipandang dari empat sudut pandang, yaitu : 1. Pendidikan Agama, 2. Pendidikan Akhlak, 3. Pendidikan
Jasmani dan 4. Pendidikan Intelek.
Pertama pendidikan
agama, tentang pendidikan agama ini terletak pada ayat ke 12, 13, dan 17.
dimana kita diharuskan (dituntut) menjadi seorang muslim yang pandai bersyukur
atas nikmat yang telah diberikan Alloh SWT. Dan kita diajarkan supaya kita
jangan berbuat (dilarang) untuk menyekutukan Alloh SWT. Hal ini berarti kita
diharuskan untuk berlaku jujur baik dalam hati dan lisan (ucapan). Serta amal
ma’ruf nahi munkar.
Kedua pendidikan
akhlak, ayat yang menerangkan tentang akhlak ini yaitu ayat ke 14 dan 15. Yang
mana pada kandungannya kita dianjurkan untuk berbuat baik kepada kedua orang
tua kita, cara bertingkah laku (bergaul) dengan baik kepada kedua orang tua
kita dan mentaatinya selama dalam jalan yang lurus (benar).
Ketiga pendidikan jasmani, mengenai hal ini
terdapat pada ayat yang ke 16, 18 dan 19. Dimana kita dilarang untuk berjalan
dengan tidak sombong, yang artinya berarti kita merawat (memelihara) tubuh
jasmani kita dari hal yang sekiranya menjadi masalah bagi orang lain, bersikap
tawadu dan qonaah.
Keempat pendidikan intelek, ayat yang
menerangkannya yaitu ayat yang ke 15, dimana kita disuruh untuk tidak mengikuti
sesuatu (perbuatan) yang tidak kita ketahui ilmunya. Karena beramal tanpa
ilmunya maka amal itu akan sia-sia. Mengenai pendidikan intelek ini Alloh SWT.
Juga berfirman dalam surat Shod ayat 29:
كِتَابٌ
أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا ءَايَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ
أُوْلُوا اْلأَلْبَابِ {29}
Artinya: ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan
kepadamu penuh dengan keberkahan supaya
mereka memperhatikan ayat-ayatnya, dan supaya mendapat pelajaran orang-orang
yang mempunyai pikiran.
Korelasi Pendidikan Masa Kini Dengan Pendidikan Dalam Surat Luqman
Sebenarnya bila
dibandingkan pendidikan masa kini dengan yang terkandung dalam surat Luqman,
sungguh nampak jelas bahwa perbedaannya pada dinamika jaman yang jauh berbeda,
akan tetapi bila dilihat dari kemajuannya pasti tentunya lebih unggul
pendidikan masa kini dari pada pendidikan dalam surat Luqman. Tapi bila dilihat
dari segi kontekstual maka yang akan lebih unggul adalah pendidikan dalam surat
Luqman yang pastinya mempunyai aklhak dan
agama dalam berpendidikan yang diperankan langsung oleh tokoh seorang anak yang bernama Luqman Al-Hakim
beserta ayahnya.
Hal yang harus
kita teladani dari kandungan surat luqman ialah akhlak dan agama yang
senantiasa berdampingan secara dinamis dan berjalan harmonis antara keduanya,
hal ini berarti menunjukkan adanya keseimbangan antara pendidikan dan orang
yang berpendidikan.
Yang demikianlah seharusnya
mulai ditanamkan dalam dunia pendidikan, adanya kualitas ahklakkul karimah dan
keagamaan yang mesti diwajibkan, yang menjadi suatu standarisasi dalam merekrut
tenaga kerja untuk mengajar dan berkecimpung dalam dunia pendidikan, sehingga
hal demikian pun akan berimbas pada kualitas pendidikan yang ada pada jaman
sekarang.
Khotimah
Dunia pendidikan
adalah suatu lembaga yang dipandang dapat mengetasi kebodohan, sebagai alat
kontrol sosial dan penunjang untuk terrealisasinya harapan untuk menuju
perubahan kearah yang lebih sejahtera, sehingga dapat memajukan, mengharumkan,
dan membanggakan nama baik bangsa di mata dunia. Sebagaimana dalam sebuah kata
mutiara dikatakan “Pendidikan
adalah hiasan dalam kemakmuran dan tempat perlindungan dalam kesulitan”. (Aristotles)
Tapi semuanya
tetap berawal dari suatu perubahan yang paling mendasar yang mesti dilakukan,
yaitu berawal dari diri kita sendiri. Sehingga perubahan ini akan berimabs pada
lingkungan dan ranah yang mempunyai korelasi dengan diri kita. Begitu juga
dengan dunia pendidikan yang seakan-akan kehormatan jati diri telah hilang,
telah terampas oleh mereka yang melakukan penyimpangan dalam dunia pendidikan.
Padahal dunia pendidikan mempunyai peranan untuk mendidik mereka yang mesti
dididik terarahkan, terkontrol dan terkendalikan. Bukan malah sebaliknya mereka
yang mendidik tapi tidak mencerminkan sedikitpun prilaku yang berpendidikan.
Dan ini menunjukkan kepada kita bahwa sebenarnya masih ada hal yang harus
dilurus dalam kancah dunia pendidikan.
Komentar
Posting Komentar