Dokpri: Menerima penghargaan RVL yang diwakili Puang Daswatia
Persoalan lain yang tak kalah menarik diperbincangkan dari suksesi perhelatan kopdar adalah distingsi jarak dan bonus demografi. Dua faktor penentu terhadap kontribusi dan kuantitas partisipan anggota. Faktor yang selanjutnya menjadi bahan pertimbangan akut masing-masing personal. Kedua faktor tersebut lantas akan dibredeli terpisah secara lugas lebih lanjut.
Distingsi jarak menitikberatkan fokus pada perbedaan jarak yang terpaut di antara anggota menuju titik kumpul kopdar. Alhasil, ruang lingkup perihal distingsi jarak meliputi titik awal pemberangkatan, jarak tempuh, transportasi, alokasi waktu sampai dengan tiba di lokasi kopdar. Tampak sederhana namun butuh pengorbanan yang tidak sedikit dalam hal materiil dan tenaga.
Persoalan ini kian kompleks manakala dibenturkan dengan eksistensi anggota komunitas yang tersebar dalam skala nasional. Jelas, fakta ini menegaskan masing-masing anggota melakukan perjuangan dan pengorbanan yang tak dapat dipukul rata. Ada dua kutub yang saling bertolak belakang menuju arus yang sama. Kondisinya dapat dianalogikan sebagai berikut.
Anggota yang berangkat dari Sabang dan Merauke menuju titik kopdar tentu menempuh jarak, menghabiskan alokasi waktu dan merogoh kocek yang terbilang cukup menguras kantong. Berkebalikan dengan itu, anggota yang berkediaman lima langkah dari perhelatan kopdar, tentu kadar perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan jauh lebih ringan dan sedikit. Sungguh perbedaan yang jomplang dan menguji keteguhan.
Pemilihan moda transportasi yang tepat, di lain sisi menjadi solusi alternatif yang tak dapat dinafikan. Jarak tempuh dan waktu perjalanan sedikit banyak dapat dilipat (diakali; dipersingkat). Dapat dilipat meski urusan maksimal dan tidak maksimal kembali pada kesanggupan personal menebus bandrol harga dan jadwal yang tersedia. Strata ekonomi, kelapangan waktu dan tekad kuat adalah modal penting yang harus dimiliki.
Kiranya modal itu sangat terjangkau bahkan bukan masalah berarti bagi orang berduit. Sebaliknya, bagi kalangan bonek (mustad'afin) perkara mengeluarkan uang butuh dipertimbangkan masak-masak. Persoalannya, jika untuk mencukupi hidup saja masih pas-pasan, terkadang ngutang sini-sana, bagaimana mungkin dapat pilih-pilih moda transportasi untuk kopdar. Jauh dari itu, bayangan kopdar pun bak fatamorgana. Persis pungguk yang merindukan bulan.
Sampailah kita pada satu simpulan bahwa, dalam beberapa kasus, fashion diri (termasuk berkomunitas) memang harus bertumpu pada kemampuan ekonomi dan kesanggupan diri. Memiliki tekad kuat untuk keterampilan diri memang penting namun jangan pula mengawang-ngawang. Segala tindakan harus tetap berpijak bumi. Jika tidak, bisa saja efeknya kita lacur dalam berbagai cara yang tidak tepat. Menghalalkan segala cara untuk kepentingan pribadi di atas hak orang lain tentu saja tidak dapat dibenarkan.
Kendati begitu, hukum kausalitas; konsekuensi logis dalam persoalan distingsi jarak tetap berlaku. Rumusnya: semakin jauh pertautan jarak antara titik tolak dengan titik kopdar kian menegaskan seberapa besar tekad, komitmen dan loyalitas anggota dalam berkomunitas. Kian seseorang tak mempersoalkan distingsi jarak dalam perhelatan kopdar maka komunitas sudah menjadi rumah tumbuh-kembang bagi perjalanan hidupnya.
Hal sama juga berlaku untuk kebalikannya. Namun yang paling miris dan harus disangsikan kembali adalah manakala distingsi jarak itu dapat dihitung jari--saking dekatnya titik kopdar dapat ditempuh dengan langkah kaki--tapi yang bersangkutan hatinya tidak pernah terketuk. Alhasil, alfa adalah pilihan tepat versi dirinya. Dalam dirinya tidak ada rasa memiliki, menjadi bagian dan alasan kuat untuk berefouria di sepanjang kopdar. Hemat saya, ya yang demikianlah gambaran orang berkomunitas tanpa kesadaran dan penuh keterpaksaan.
Menariknya, penentuan lokasi kopdar umumnya disesuaikan dengan hasil mufakat diperhelatan kopdar sebelumnnya. Partisipan kopdar memiliki pengaruh suara kuat untuk memilih dan menentukan lokasi. Penentuan Balai Besar Guru Penggerak Jawa Timur Batu, Malang sebagai lokasi kopdar ketiga misalnya adalah hasil voting tatkala kopdar kedua RVL di BPPMPV Seni dan Budaya Yogyakarta tahun 2023.
Pendek kata, distingsi jarak itu disepakati partisipan bersama. Jauh-dekat bukan alasan pertimbangan semata melainkan kesiapan (kepanitiaan) tuan rumah, kelengkapan fasilitas dan adanya mitra kerjasama menjadi unsur penting pemilihan lokasi. Adanya partisipan non anggota komunitas (peserta umum) menjadi pertimbangan yang tak kalah penting.
Dalam hal ini, pandangan pengurus harian yang berkelakar tetap menjadi acuan, sebab merekalah yang kemudian berperan sebagai eksekutor di lapangan. Pengurus harian sebagai nahkoda. Mereka melakukan double movement: mengurus kebutuhan teknis dan administrasi. Sisanya, anggota hanya cukup memeriahkan, berpartisipasi aktif dalam rangkaian acara di hari H.
Kendati begitu menjadi anggota komunitas mode silent itu sesungguhnya banyak menanggung rugi. Suara lantangnya dipaksa lemah, bahkan cederung tidak berlaku dalam hal memberi sumbangsih opsional lokasi kopdar. Lagian, bagaimana mungkin mau melawan arus suara sementara dirinya tidak pernah peduli dengan hiruk-pikuk dan kegandrungan di dalam grup WhatsApp komunitas. Siapa yang salah dan patut disalahkan? Bukankah demikian adalah risiko personal?
Tak hanya itu, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, anggota mode silent tidak hanya tidak dapat memberi pengaruh distingsi jarak namun ia telah mematikan potensi diri dengan pilihan dan sikapnya sendiri. Sikap masa bodoh, vakum dan permisif terhadap kehidupan grup adalah simbol dari kebebalan diri. Lantas, untuk apa anda berkomunitas? Jika ujung-ujungnya menelan empedu--tak mau beranjak dari zona nyaman versi anda yang tidak produktif.
Tulungagung, 13 Februari 2025
Komentar
Posting Komentar