Langsung ke konten utama

Musibah Tidak Ada yang Tahu

Berusaha untuk sehat kembali adalah keadaan yang benar-benar mendeskripsikan saya saat ini. Setelah sembilan hari sebelumnya meringkuk: beberapa jam di rumah sakit dr. Iskak dan sisanya di rumah saudara karena musibah yang tak pernah tahu, tak disangka dan enggan dialami. 

Siapa coba yang ingin terkena musibah? Saya pikir jawabannya sama: Tidak ada. Hampir dapat dipastikan tidak pernah ada orang yang ingin celaka. Menerima, merasakan dan berlarut-larut dalam derita. Sebaliknya, dapat dipastikan orang-orang akan melulu merasa dahaga dan selalu betah dalam kondisi yang bahagia. Sedang datangnya malapetaka tidak pernah mampu ditolak dengan suka-suka.

Rabu malam Kamis, 12 Januari 2022 selepas acara rapat persiapan semester genap di Pusat Kegiatan Belajar (PKBM) Pancasila saya mengalami kecelakaan bermotor. Lebih tepatnya, bisa disebut tabrakan antara dua pemotor. Yang kebetulan keduanya menunggangi motor matic sama yang pernah jaya pada zamannya, Vario 125. Tidak hanya CC-nya, namun masalah warnanya juga sama. Yang tampak berbeda hanya masalah sticker-nya saja.

Saya berasumsi, kondisi hujan adalah awal mula pemicunya. Namun bukan berarti pula saya sedang menuding keadaan sebagai biang kerok. Bukan pula sedang mengutuk keras atau menyesal, melainkan bermaksud mengurai kembali ingatan kusut atas kejadian yang telah lewat. Dan ini hanya sekadar menerka-nerka, yang kemudian mengharapkan hikmahnya sebagai bingkisan yang harus diingat. 

Tatkala hujan lebat menerjang Desa Waung, saya bersama dengan dewan guru sedang masyuk rapat di dalam ruang kelas yang alakadarnya. Hujan itu pula yang membuat udara sore menjelang magrib begitu dingin leluasa menusuk hingga tulang rusuk. Untungnya resleting jaket yang dikenakan oleh mayoritas orang direkatkan hingga ujung kuat-kuat. Sementara gorengan yang tersodor di piring mulai tak bersisa dilumat. Mulut-mulut rakus yang kian hebat berdecak.

Sore hingga pukul 19.30 Wib kala itu kami terlibat transaksi pendapat. Kami mencari mufakat untuk proses pelaksanaan pembelajaran semester genap. Untuk sesaat kami sempat istirahat guna mendirikan salat. Meski sepanjang rapat itu harus diakui, saya hanya banyak mengangguk. Mengangguk pertanda turut bercampur paham yang kian tak berujung menyimpul sudut. Sudut yang akhirnya memojokkan kami pada setumpuk tugas yang kian menyikut. 

Disadari atau tidak, memang intensitas curah hujan di bulan Desember hingga memasuki Januari tahun baru 2022 kian melonjak. Sampai-sampai dapat dipastikan hampir setiap sore menjelang malam hari warna langit selalu dalam posisi mengandung hebat. Saking hebatnya, bahkan sampai tidak kuat. Jika sore-malam tiba, sang langit selalu bersedu sedan. Pilunya seakan-akan sangat besar dipikul dan patut untuk dirasakan seluruh umat.

Dingin yang menusuk hebat, dan gemericik air yang tak kunjung usai tersekat terasa menahan saya untuk jangan beranjak. Sedang tiga orang teman saya telah berbalik badan setelah beberapa saat Mbak Rully mengambil beberapa penggal kata sebagai pamungkas. Akan tetapi entah kenapa dengan diri saya. Saya merasa berat sekali untuk beranjak. Entah apa itu artinya. Entah apa itu maksudnya. Yang benar-benar jelas terasa, rasa enggan untuk beranjak itu membulatkan diri menjadi rasa khawatir dan cemas. Entah itu feeling atau memang rasa malas yang kian meningkat. Entahlah.

Akhirnya perasaan itu pun berhasil diredam tatkala Zen (Sapaan akrab untuk teman yang bernama Zain Nurcholik) mengajak berkali-kali saya untuk bergegas pulang. Mengingat hujan telah menjadi gerimis. Padahal semakin bertambahnya jarak, gerimis itu kembali ambyar. Menjadi gerimis yang mampu membasahi balutan baju sekujur awak. Pelan-pelan tapi pasti, jaket yang saya kenakan basah. Basah yang kian sempurna tatkala motor matic saya sampai di bangjo Bis Guling. 

Tatkala berhenti sejenak di bangjo Bis Guling, sempat sesaat saya meraba-raba jaket. Memastikan sebasah apa kebasahan itu menembus. Karena sibuk memastikan tingkat kebasahan itu pula, di sana saya sempat diklaksoni beberapa kali oleh mobil yang posisinya berada tepat di belakang motor saya. Di sanalah saya mulai tancap gas setelah memastikan lajur jalan aman. 

Namun apalah daya, secara tiba-tiba pemotor dari arah selatan berusaha berbalik ke arah barat sedang saya dalam posisi berkecepatan kisaran 60-80 km/jam. Sialnya, pengemudi itu menyeberang dengan sangat pelan dan tampak ragu, sehingga memutarkan motornya dengan sangat pelan. Dan akhirnya, brrrakkk. Motor saya menabrak tepat bagian tengah sisi kanan dari motor tersebut. Tabrakan itu membentuk huruf T.

Beberapa meter saya terlempar dari motor. Tersungkur ke aspal dan sempat membuat kaca helm bagian sisi kanan bergesekan dengan aspal. Sementara pengemudi yang ditabrak itu tertelungkup. (Yang saya lihat, jika tidak salah). Warga-warga yang berdiam diri di pinggir jalan dan menyaksikan kecelakaan itu sontak langsung membopong tubuh perempuan itu. Sementara saya tegap kembali sembari menahan tangan kiri yang terasa sangat berat. Tidak ketinggalan kedua motor diamankan. 

Saya berjalan ke kursi yang tersedia di depan counter kecil, sedang warga mendudukkan perempuan itu di kursi sisi timur saya. Tepat di sisi kiri saya. Sembari sesenggukan memanggil ayah, darah segarnya terus mengalir. Nangisnya semakin kencang, diselingi kalimat tanya kekhawatiran yang membuncah, "Ayah... Aku gak nyapo-nyapo kan ya? Aku gak nyapo-nyapo kan ya?"

Warga-warga mulai mengerumuni. Mereka benar-benar sedang sibuk mengintrogasi. Menyelediki seperti apa peristiwa kecelakaan itu persisnya terjadi. Satu dua tiga orang memastikan kejadian itu kepada saya. Tentu saya menjelaskan sesuai versi saya. Apa adanya. Tidak hanya itu, mereka pun bertanya tentang tujuan, asal dan tempat tinggal saya. 

Dua orang warga terlibat jual beli pertolongan pertama, "Gek ndang celuk ambulan. Iki mbak.e nangis wae." "Mbak, mbak, mbak. Uwes mbak, ojo nangis. Saman rapopo. Nyebut mbak. Nyebut. Ora mumet to? Ndang celuken keluargane. Iki anak.e nyeluk bapak.e terus", timpal salah seorang warga yang lain. Di sisi lain, salah seorang warga berkata kepada saya, "Saman rapopo? Motor wes diamankan. Ra usah dilaporne nek polisi. Mending diselesaikan secara kekeluargaan wae. Kuwi lewih penak." Saya menyahutinya, "Mboten nopo-nopo pak. Enggeh."

Sambil menahan rasa sakit, kami ditemani warga menunggu dijemput ambulan. Sesekali saya memastikan kesakitan yang saya rasakan sembari mengingat-ngingat kilas kejadian dan menatap tajam ke arah lawan tabrakan. Dan kenyataannya, tabrakan itu benar-benar keras hingga kaca lampu depan motor saya pecah berhamburan di tempat kejadian. Kata warga, suara tabrakan itu begitu keras.

Selang beberapa saat, ambulan yang dinantikan datang. Saya dan mbaknya memasuki mobil ambulan. Kami dirujuk ke ruang darurat ringan dengan berbaring di kasur beroda. Di ruang itu kami hampir sejam didiamkan. Entah apa maksud dan tujuannya. Yang jelas di sana, setiap keluarga pasien harus mengurus isian formulir pendaftaran pasien dengan penuh dan jujur. Tidak hanya kami berdua, di sana pun banyak pasien lain yang mengantri.

Beberapa saat kemudian, saudara saya, Mas Didin datang. Dengan bergegas ia mengurus pendaftaran dan meminta KTP saya. Saya pun diberikan gelang keabsahan untuk memasuki wahana uji kesehatan. Tak lama saya dibawa petugas ke ruang darurat sedang. Di ruang itu, saya sempat didiamkan kembali untuk beberapa saat. 

Kisaran dua hingga tiga puluh menit kemudian saya dihampiri dokter dan dicek kesehatan. Mulai dari tekanan darah dan dicek secara berkali di beberapa bagian persendian: tangan, kaki dan punggung sebelah kiri. Karena merasa kesakitan yang teramat di bagian punggung sebelah kiri, saya sempat melakukan X-ray. Dan untuk itu, saya harus rela kasur roda yang saya tiduri didorong agak memutar-mutar oleh perawat. Tentu itu salah satu perjalanan yang membosankan. 

Sesampainya di depan pintu ruangan X-ray pun saya harus mengantri lagi. Mengingat dua-tiga pasien juga mulai datang. Di dinding tampak jelas tulisan "X-ray 3". Sementara di lain sisi terdapat peringatan. "Dilarang mengambil foto/audio/video  saat pemeriksaan maupun pelayanan di lingkungan RS dr. Iskak".  Saya yang kes menunggu, sempat usil dengan cara mengambil foto depan ruangan dengan diam-diam. 

Setelah menunggu agak lumayan. Benda yang bentuknya seperti kaca ditaruh di bagian belakang punggung sebelah kiri saya. Sementara di atas terdapat benda segi empat yang bercahaya. Hampir seperti lensa foto, namun dengan resolusi yang sangat tinggi. Tapi entahlah tentang kebenarannya. 

Seusai itu, saya kembali didorong ke ruangan darurat sedang. Di sana saya kembali harus menunggu, memastikan hasil X-ray. Hampir satu jam saya menunggu dan hasilnya Alhamdulillah tidak ada tulang yang retak. Semuanya baik-baik saja. rasa sakit yang timbul hanya karena benturan sehingga membengkak. Bengkak di beberapa bagian yang pertamakali menyentuh aspal. Dokter pun mengizinkan saya untuk pulang. Dengan catatan, harus melunasi biaya administrasi dan menebus obat. 

Kurang lebih pukul 23.30 wib saya dibonceng Mas Khasi'in pulang ke rumah Mas Didin. Sementara Mas Didin semalam suntuk menjaga mbak yang belakangan saya tahu namanya Dila (salah seorang siswa yang duduk di bangku MAN 2 Tulungagung) di rumah sakit karena harus scan kepala dan memastika tingkat keparahan luka luar dan dalamnya. 

Bersambung...

Karanganyar, 21 Januari 2022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal

Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi

(Gambar download dari Twitter) Ada banyak grup WhatsApp yang dapat kita ikuti, salah satunya adalah grup literasi. Grup literasi, ya nama grup yang saya kira mewakili siapa saja para penghuni di dalamnya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi khalayak bahwa nama grup selalu merepresentasikan anggota yang terhimpun di dalamnya.  Kiranya konyol jika kemudian nama grup kontradiktif dengan anggota yang tergabung di dalamnya. Mengapa demikian? Sebab rumus yang berlaku di pasar legal per-WhatsApp-an adalah setiap orang bergabung menjadi group member selalu berdasarkan spesialisasi motif yang sama. Spesialisasi motif itu dapat diterjemahkan sebagai hobi, ketertarikan, kecenderungan dan lainnya. Sebagai contoh, grup WhatsApp jual beli mobil tentu akan memiliki nama grup yang berkorelasi dengan dunia mobil dan dihuni oleh anggota yang memiliki hobi atau pun ketertarikan yang satu suara. Tampaknya akan sangat lucu jika seseorang yang memiliki hobi memasak lantas yang diikuti secara update adal