"Utang ya disaur bukan malah berkelit. Gitu aja kok repot", Dewar Alhafiz. Terhitung sejak berganti nama dan beralih ruang grup WhatsApp -dari Komunitas menulis menjadi Sahabat Pena Kita Tulungagung- pekik takbir literasi belum saja sampai di ujung ubun dan menjelma jiwa bagi para penghuni di dalamnya. Tak terkecuali saya pribadi yang banyak mencekal lengan ide dengan sengaja. Sering memilih menunda kesempatan untuk menuangkan ide yang muncul, belum mampu istakamah dalam menulis Sunnah bahkan sekadar untuk menggugurkan kewajiban saja lebih banyak berkelit dalam segunung alasan kesibukan, alhasil mengutang pun adalah pilihan. Tapi masalahnya, sejak kapan mengutang itu menjadi pilihan? Sejak kapan mengutang itu diperbolehkan? Apakah lapak obral utang itu mulai dijajakan di kala masing-masing kita memilih untuk bergabung menjadi bagian dari grup WhatsApp Sahabat Pena Kita Tulungagung? Apakah kewajiban menulis itu benar-benar telah berikhlas hati mana kala mayoritas memilih untuk...
Mari merawat akal sehat dengan disiplin membaca, mengambil hikmah dan menggoreskan pena.