Langsung ke konten utama

Refleksi Hari Senin

Seiringan dengan bergantinya hari, aktivitas weekend pun telah berganti dengan kesibukan rutinitas perkuliahan. Hari senin pun telah menghampiri, sebagai pertanda bahwa setiap insan siap menata, menfokuskan, dan mendisiplinkan diri untuk mengikuti rutinitas perkuliahan kembali.
Mengingat kesibukan rutinitas perkuliahan telah menghampiri, setiap insan yang sedang mudik pun haruslah segera bergegas kembali merantau dan membatasi diri untuk sekedar berjumpa dengan keluarga tercinta.
Entah apa yang harus saya katakan ketika menyadari bahwa diri saya sendiri pun adalah bagian dari realita hal yang demikian. Apakah saya harus mengatakan “alangkah mulianya engkau wahai sang penuntut ilmu, engkau telah berani berkorban demi menengguk tetesan ilmu”, ataukah saya harus mengatakan “kasian deh, kesibukan rutinitas perkuliahanmu telah merenggut kebahagian bersama keluarga tercintamu”. Eeet daaah, bang, bang. Apakah benar demikian? So tahu lho!!! Hehe
Meskipun rutinitas perkuliahan yang saya jalani telah membatasi ruang dan waktu untuk berjumpa dengan keluarga, tapi sayang hal yang demikian bukanlah rintangan besar yang menyurutkan semangat belajar di dalam diri. Biarlah waktu terus berputar tanpa henti, dan biarkanlah diri ini berusaha untuk introfeksi mendisiplinkan, menata dan memfokuskan  waktu yang tidak bisa berhenti. Yang perlu dihujamkan dalam hati sanubari adalah sebuah keyakinan kuat bahwa pasti akan tiba waktu yang tepat untuk berjumpa dan berbagi  canda-tawa kebahagian dengan keluarga tercinta. Ups, sorry. Hampir saja sya larut dalam apologi yang mengharukan. he
Allright, kembali fokus pada sebuah ide yang ingin saya tuangkan dalam tulisan yang tidak sempurna ini. Jika pada tulisan saya edisi kemarin masih bercerita tentang pengalaman hari weekend. Maka pada tulisan ini saya berusaha menuangkan sebuah refleksi ide yang saya dapatkan dari pengalaman menjalankan rutinitas perkuliahan.
Perkuliahan pada hari senin kemarin berjalan seperti biasanya. Tapi yang sangat disayangkan pak Prof. Mujamil tidak dapat masuk mengisi jam perkuliahan PMDI. Akhirnya perkuliahan pun dimulai dari jam ke 3, yang diisi dengan mata kuliah Ayat dan Hadits Kalam. Dalam perkuliahan ini membahas dan menulis ayat-ayat tentang penciptan alam semesta. Saya dan teman sekelas pun menikmati perkuliahan, sampai-sampai ada salah seorang teman saya yang tertidur. Waktu pun berputar begitu cepat, waktu perkuliahan jam ketiga pun telah berakhir. Tapi sayang, saya belum bisa keluar menghirup udara dan menatap siang yang terik. Hal yang demikian dikarenakan saya harus mengikuti soft skill pelatihan kaligrafi kepada saudara Mahbub. Pelatihan tersebut tidak begitu lama menghabiskan waktu. Pasalnya yang diajarkan pun tidaklah begitu banyak, hanya mulai memanaskan dan mengolah tangan yang belum biasa.
 Tidak lama kemudian setelah pelatihan selesai, saya pun memutuskan untuk keluar ruang. Langkah kedua kaki ini menuntun saya menuju gazebo tempat berkumpulnya teman-teman. Tidak lama kemudian kumandang azdan pun mulai terdengar menyerbak seluruh area kampus perkuliahan, sekaligus sebagai pertanda bahwa waktu istirahat untuk ibadah pun telah tiba. Saya bersama teman-teman mulai beranjak melangkah kaki menuju mesjid kampus, dalam rangka menunaikan kewajiban sebagai muslim. Namun tidak lama kemudian kami pun kembali mengayunkan langkah kaki menuju gazebo kembali, tapi tidak lama kemudian sang dosen yang mengisi perkuliahan jam keempat pun telah hadir meghampiri dengan mengendarai sepeda motor matic vario putihnya. Kami pun mulai berhamburan menuju ruang (lokal U2) tempat perkuliahan.
Perkuliahan pun dimulai dengan mempersiapkan sebuah laptop yang terkoneksi dengan proyektor. Kemudian sebuah instruksi dari dosen yang mengampu mata kuliah Penelitian Bahasa tersebut pun menyusul, yakni instruksi untuk mengumpulkan salah satu tugas yang telah lama belum terselasaikan. Akhirnya salah seorang dari kami pun memberikan hasil tugasnya yang siap dikoreksi dihadapan kami. Tapi suatu hal yang sangat mengejutkan terjadi. Hal tersebut terjadi ketika sang dosen menanyakan nama file yang memuat hasil tugas tersebut. Alhasil secara spontan folder yang memuat banyak dokumen file pun dibuka satu persatu, akhirnya tugas yang akan dikoreksi pun mulai signifikan tapi sayang tugas yang dimaksud belum ditemukan.
Akhirnya AK (salah seorang teman saya yang telah menyelesaikan tugasnya) pun memutuskan untuk menghampiri dosen yang bersangkutan. Ternyata file yang dimaksudkan, oleh AK diberi nama inisial sang dosen secara jelas. Sontak AK pun langsung malu dan berusaha menutupi  muka dirinya dengan jaket yang ia kenakan. Secara serentak semua mahasiswa yang hadir dalam ruangan tersebut pun langsung tertawa. Kondisi yang demikian ternyata semakin membuat AK salah tingkah sampai-sampai ia keluar ruangan sejenak untuk menghilangkan rasa malunya tersebut. Tapi tidak lama kemudian AK pun kembali memasuki ruang perkuliahan dengan wajah yang merah merona dan menutupi sebagian wajahnya dengan jaket yang dikenakan. Dengan diselimuti rasa malu, AK mulai mengambil tempat duduknya yang semula. Tidak lama kemudian sang dosen yang baik hati pun, memberi sedikit ketenangan kepada AK dengan mengatakan, “tidak apa-apa, mungkin mahasiswa yang lain malah memberi nama filenya dengan namanya yang lebih parah dari ia”.

Akhirnya proses koreksi terhadap hasil tugas AK pun dilanjutkan, sampai-sampai tidak terasa waktu perkuliahan jam keempat pun telah berakhir. Dan AK pun mulai membututi pak dosen dengan maksud untuk meminta maaf atas kejadian yang telah berlangsung.   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...