Langsung ke konten utama

Entah Press writting, Fresh writting atau Past writting

Pertemuan kesebelas
Sesuai dengan instruksi dari pak dosen, bahwa  seluruh (mahasiswa Filsafat Agama 4) diwajibkan untuk mengumpulkan hasil tugas rancangan proposal dimeja beliau, satu hari sebelum pertemuan perkuliahan berlangsung. Tepatnya saya dan teman-teman harus mengumpulkan hasil tugas pada hari selasa. 
Akhirnya haripun telah berganti, dari hari selasa menjadi hari Rabu. Waktu untuk perkuliahan mata kuliah metodologi penelitian kualitatif pun telah siap untuk menghampiri ruang kuliah. Tidak lama kemudian pak dosen pengampu mata kuliah metodologi penelitian kualitatif tiba di dalam ruang perkuliahan.
Perkuliahanpun dimulai dengan sebuah pembicaraan tentang hasil tugas rancangan proposal yang telah dikumpulkan. Secara garis besar beliau (pak dosen) menyampaikan bahwa dari hasil pembacaannya yang belum tuntas secara keseluruhan. Beliau dapat menyimpulkan sebagian besar hasil tugas tersebut menuangkan tulisan yang mencerminkan adanya tekanan, ataupun keterpaksaan dalam proses penyusunan. Kemudian kelemahan kedua yang terdapat dalam hasil tugas rancangan proposal yang telah dikumpulkan, ialah terlalu banyak teori yang dituangkan. Seharusnya tulisan lebih banyak mempresentasikan refleksi dari pemikiran sang penyusun yang didukung oleh teori yang dibutuhkan. Dan tibalah pada kelemahan yang ketiga, yang mana kelemahan yang terakhir ini ialah terdapat dalam bagian proses menyusun atau menganalisis data yang telah dihasilkan. Dalam proses tersebut masih banyak sekali ditemukan rancangan proposal yang belum jelas dalam proses bagaimana menganalisis data.
Tidak lama kemudian setelah beliau (pak dosen) menyampaikan koreksi dari hasil tugas rancangan proposal. Beliau secara spontan langsung mengemukakan bahwa pada pertemuan kali ini ingin menerapkan strategi baru. Suatu strategi yang berusaha menghilangkan rasa dari ketakut salahan dalam menulis, membebaskan ide yang tertekan sehingga akan menarik adanya kemauan untuk menulis. Strategi baru pun langsung beliau terapkan dalam membuat laporan penelitian. Akhirnya setiap individupun diinstruksikan untuk membuat laporan penelitian, terhadap rancangan proposal yang sebelumnya telah dirancang. Meskipun diinstruksikan demikian tapi pak dosen sempat menyarankan untuk menuangkan tulisan sebebas mungkin, menuangkan tulisan sesuai dengan alur pikiran tanpa adanya tekanan.
Saya dan teman sekelas pun mulai mengerjakan tugas yang telah diinstruksikan. Beberapa menitpun berlalu, habis beriringan dengan coretan tinta yang  dituangkan dalam lembaran kertas. Entah ide apa yang saya tuangkan dalam tugas laporan penelitian tersebut. Yang pasti apa yang telah saya tuliskan mengikuti alur pemikiran yang tidak beraturan, dan sekaligus masih terasa tertekan. Kemungkinan besar tulisan saya belum mampu bebas dari takutnya kesalahan. Akhirnya waktu (press writting, fresh writting atau past writting) pun berakhir. Semua tugas laporan penelitian pun harus dikumpulkan.
Setelah semua tugas telah terkumpulkan, akhirnya pak dosen pun mengambil alih fokus pembicaraan. Pembahasan yang dibicarakan mulai mengarah pada kunci bagaimana menyusun sebuah proposal. Diantara kunci yang sangat perlu diperhatikan dalam menyusun sebuah prosposal ialah sebagai berikut:
Pertama, seorang penyusun haruslah berpikir positif, menghilangkan rasa takut salah menuangkan ide  ke dalam tulisan. Kedua, dalam pemikiran seorang penyusun haruslah merasa bebas dari adanya tekanan. Ketiga, sang penyusun janganlah mengulur-ngulur waktu (menunggu waktu) yang tetap untuk mulai menuliskan ide, tapi haruslah berusaha merekonstruksi kemauan untuk memulai. Keempat, dalam proses menulis haruslah mengalir mengikuti alur pemikiran, yang kemudian diikuti oleh footnote yang mendukung.
Dalam perspektif saya hal yang demikian juga berlaku untuk kunci permulaan  menulis. Entah itu sekadar menulis artikel, makalah ataupun jurnal sekalipun.
Sebagai selingan dari fokus pembicaraan, tidak ketinggalan pak dosen pun sempat menceritakan bagaimana pengalaman beliau dalam membentuk sebuah tulisan atau karya dengan melalui tulisan tangan.
Tidak lama kemudian akhirnya perkuliahan pun diakhiri. Meskipun sebenarnya waktu normal perkuliahan masih tersisa beberapa menit. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...