Langsung ke konten utama

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya

Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati. 

Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya. 

Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berteman dengan buku komik. 

Ya, komik. Komik Next G besutan Muffin Graphics (PT Cerita Anak Bangsa) yang didistribusikan oleh Mizan Media Utama tersebut telah menjadi teman hangat bagi mereka berdua. Baik di rumah ataupun saat di sekolah. Qadira bercerita bahwa ia memiliki tujuh buah koleksi buku komik sedangkan Almira lebih banyak lagi. 

Satu waktu, saya sempat mendapati mereka menjajakan buku komiknya kepada teman sekelas. Mereka boleh meminjam sesuka hati. Boleh dibaca saat waktu luang di sekolah maupun dibawa pulang ke rumah. Asalkan ada ikrar yang jelas di muka, segera dikembalikan saat mereka sudah khatam membaca. 

Guna menarik perhatian dan penasaran teman-teman ia sempat membuat treaser satu dua buku yang telah tuntas dibaca. Cuplikan general ia sampaikan. Dengan sengaja ia memberikan bocoran sekilas supaya memancing rasa ingin tahu yang kian menggeliat di dalam diri. 

Proses penjajakan komik tidak berhenti di teman sekelas, Almira bahkan berani memasuki ruangan kakak kelas. Ia mengetuk pintu demi pintu kelas. Ia kembali menawarkan koleksi buku komiknya. Wajah sumringah selalu ia pasang manakala ada seorang siswa/siswi menghampiri dan bertanya. 

Tanpa disadari dan dirasa, Almira berhasil membangun ikatan perteman dan silaturahmi lintas kelas melalui buku komik.Tak sedikit siswa yang meminjam karena penasaran dan suka dengan keramahannya. Begitu pun dengan Qadira yang lebih memilih meminjamkan koleksi bukunya ke teman sekelas. 

Tindakan yang dilakukan mereka berdua pada dasarnya adalah mini riset upaya penjajakan tingkat literasi dalam lingkup kelas dan sekolah. Rumus hitung-hitungan yang berlaku: Semakin banyak siswa-siswi yang tertarik dengan membaca dan suka dengan buku semakin tinggi minat literasi yang ada. Simpulan yang berberbeda berlaku juga sebaliknya. 

Saya kira metode sampling dan snow ball ala riset yang njlimet ini bukan tujuan mereka. Mereka hanya ingin menawarkan dan mengajak teman-teman membaca. Sesederhana itu, tidak lebih dan kurang. Mereka akan senang jika bisa bercerita bersama. Mereka mampu terkekeh bersama menceritakan hal-hal lucu yang ditemukan di komik yang dibaca. 

Apa yang dilakukan Almira dan Qadira bukan sekadar membaca, mengoleksi dan menjajakan  buku namun menularkan semangat literasi: Membangun kesadaran untuk gemar membaca dan dekat dengan buku sejak dini. Membaca yang tampak sakral dan bagai menara gading di dunia pendidikan formal-non formal semata sudah selaiknya dibumikan sepanjang waktu. 

Seberapa banyak pun koleksi buku anda namun jika tidak diambil manfaatnya dan menularkan kebaikan kepada orang lain hanya berujung sia-sia. Jika satu waktu anda menemukan kebijakan dan kebaikan dalam suatu buku alangkah baiknya segeralah dibagikan. Entah itu melalui publikasi tulisan intisari dari membaca, merekomendasikan ataupun dengan cara meminjamkan buku tersebut. 

Kendati demikian namun kita juga harus tetap waspada dalam meminjamkan buku. Bila perlu digaris bawahi tebal-tebal. Jangan pernah meminjamkan buku pada orang yang tak pernah mau mengembalikan buku. Utamanya kepada orang yang memiliki karakter klepto. Masih bersyukur kalau bukunya hilang setelah khatam dibaca. Tapi akan sial kepalang jika buku yang dipinjamkan itu raib padahal yang punya belum membaca. 

Tulungagung, 7 Juni 2025

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...