Langsung ke konten utama

Kesamaan Kodrat Dalam kehidupan

Rutinitas perkuliahan yang telah berjalan tentu sesuai dengan yang telah terjadwalkan. Hari ke hari setiap mahasiswa pun harus menaati, mengikuti dan dituntut untuk memahami setiap materi yang telah disampaikan dalam aktivitas perkuliahan. Entah itu materi yang telah disampaikan setiap pertemuan kuliah semestar satu ditahun-tahun yang lalu, materi yang dibahas pada pertemuan semester genap yang mulai terasa semakin nampak titik fokus jurusan kita sendiri atau pun materi yang seharusnya memang perlu dipraktikan dalam realita kehidupan sehari-hari.
Seiring dengan berputarnya waktu, terkadang kita tidak sadar bahwa kita telah menghabiskan banyak waktu hidup kita hanya untuk mengerjakan suatu hal yang memang selalu terulang-ulang. Ya misalnya menjalankan rutinitas perkuliahanlah. Entah berapa banyak ilmu yang telah kita pelajari dan kita dapatkan, tapi sudah balance kah antara teori yang dipelajari dengan peraktiknya. Apa mungkin rutinitas perkuliahan yang telah terbiasa hanya menjadi dan menghasilkan tumpukan teori yang tanpa arti dalam aksi? Atau mungkin sebaliknya, kita terlalu banyak aksi tanpa mengaplikasikan teori.
Entahlah apa yang sebenarnya telah terjadi pada diri masing-masing pribadi. Toh yang mengetahui bukan orang lain, tapi diri kita sendiri. Tapi dalam benak saya pribadi saya selalu berpikir tentang apa yang telah, sedang dan akan terjadi. Entah ini hanya sebuah adaptasi atau pun sebuah introfeksi terhadap apa yang menghampiri diri.
Saya juga mengerti kebiasaan hidup saya, kamu, dia dan mereka tentu tidak sama, alias berbeda. Tapi setidaknya dalam banyak perbedaan itu saya yakin bahwa diantara kita memiliki tiga persoalan hidup yang pada dasarnya sama. Tiga persoalan yang telah menjadi kodrat hidup yang sama tersebut, yakni: Pertama, kita selalu mencari hakikat dari Tuhan (substani Tuhan), baik itu orang yang beragama ataupun mereka yang tidak beragama. Kedua, kita selalu mencari-cari hakikat yang sesungguhnya dari diri kita sendiri sebagai manusia. Entah itu dalam pemikiran tentang dirinya yang selalu menggunakan pendekatan normatif ataupun dalam bentuk pemikiran yang selalu menggunakan pendekatan teori pengetahuan. Ketiga, kita selalu  mencari-cari tujuan hidup di dunia yang tidak abadi ini. Tentu yang ketiga ini selalu didominasi oleh  entitas dogma ketika menjelaskan tentang kehidupan selanjutnya setelah mati.
Setelah mengetahui yang demikian berarti benarkan di antara kita memiliki tiga kesaman dalam realita kehidupan. Kemudian yang perlu kita pahami dari ketiga persoalan yang telah dipaparkan di atas tadi, yakni akan mempengaruhi bagaimana aktualisasi diri pribadi kita dalam menghadapi realita kehidupan yang ada. Baik itu realitas kehidupan yang menyangkut persoalan pribadi ataupun sosial.  
Mengenai tiga persoalan yang telah menjadi kesamaan dalam kodratnya sebagai manusia tadi. Sebenarnya telah lama digagas oleh salah seorang tokoh filosof yang bernama Immanuel Kant. Immanuel Kant sendiri berusaha mensintesiskan antara rasionalisme dan empirisme (pemahaman yang telah menjadi hegemoni pada tokoh sebelumnya) dalam bentuk konsep ilmu kritisnya. Sehiingga Kant berkesimpulan bahwa yang dinamakan ilmu pasti selalu bersifat sintesis apriori (merupakan hasil dari perpaduan antara objek materia dan objek forma ruang dan waktu) yang tidak dapat dipungkiri.
Allright, mungkin hanya demikian sebuah ide yang berusaha saya tuangkan dalam tulisan yang tidak sempurna ini. Apa yang saya tuangkan ini hanya sebuah catatan kecil dari hasil rutinitas perkuliahan.

     

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...