Langsung ke konten utama

Inspirasi Status

Pada pagi hari senin yang sejuk ini, saya masih tertarik untuk memperbincangkan inspirasi yang telah menghampiri akal pikiran saya pada hari weekend kemarin. Jika dalam tulisan saya yang sebelumnya membahas tentang edisi inspirasi ngantri diwarung nasi, maka pada tulisan saya yang ini tidak akan memperbincangkan tentang yang demikian. Akan tetapi    akal pikiran saya seakan-akan telah mendapat main idea  yang lebih menarik untuk diperbincangkan.  
Main idea yang telah menginspirasi saya untuk menuangkannya dalam tulisan ini, saya dapatkan ketika saya membaca status dalam salah satu media sosial yang populer di masyarakat.
Sesuatu yang dipersoalkan dalam status tersebut yakni tentang seorang Qori yang membacakan ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan menggunakan ‘langgam jawa’. Hal ini tepatnya terjadi pada saat pembukaan peringatan Isra Mi’raj yang bertempat diistana negara.
Mendengar, melihat dan mengetahui hal yang demikian dalam media sosial, banyak kalang tokoh yang mulai berkicau mengeluarkan argumen. Argumen tersebut muncul dari berbagai kalang, mulai dari kalang para ulama (yang terkemuka), santri, orang biasa, orang yang pernah mengalami konversi beragama hingga orang-orang yang sudah tercerahkan (memahami kondisi yang terjadi).
Argumen yang dikemukakan oleh banyak kalang tokoh tersebut pun beragam. Ada yang memandang fenomena tersebut adalah bentuk pelecehan terhadap ayat-ayat suci Al-Qur’an, ada yang menggelari sang Qori bersama para anteknya sebagai orang kafir, ada yang mengatakan bahwa fenomena tersebut telah menodai agama Islam, ada juga yang mengemukakan bahwa fenomena tersebut adalah bentuk dari transformasi Islam yang arabisasi menjadi Islam nusantara, dan masih banyak lagi argumen lainnya yang tidak harus saya sebutkan satu-persatu.  
Berlandaskan pada fenomena tersebut, akal pikiran saya mengingatkan kembali pada pembahasan yang telah dikemukakan oleh Abah FUAD (Dekan Ushuluddin Adab dan Dakwah) dalam perkuliahan Kalam Kontemporer. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Abah FUAD, bahwa sesungguhnya dalam diri setiap manusia pasti selalu memiliki kecenderungan negatif. Baik itu dalam memandang sesuatu yang berbeda dengan apa yang sering dilakukannya (sesuai dengan kebiasaan yang sering terjadi) atau memandang sesuatu yang memang tidak disukai oleh dirinya (yang disebut sinisme). Entah itu karena eklusifisme yang telah membalut akal pikirannya, sehingga orang yang demikian selalu memandang segala sesuatu hanya berdasarkan pada perspektif subjektif belaka, sikap intoleransi yang mengakar kuat di dalam dirinya, ataupun karena orientasi dalam beragamanya yang hanya mengarah pada urusan fiqih (lebih fokus/khusyuk pada urusan ibadah yang bersifat vertikal). Tanpa memiliki orientasi dalam beragama yang lebih fokus pada humanis atau sosial.
Selayaknya saya tegaskan bahwa maksud tulisan yang tidak sempurna ini bukanlah untuk mengkritik orang yang bersangkutan. Melainkan hanya sebuah refleksi paparan yang mencoba mereprentasikan kembali tentang fenomena yang sedang terjadi.  

        

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...