Langsung ke konten utama

Curhatan Forling

Suatu malam yang tidak biasanya telah mengampiri jiwa. Jiwa yang terkadang sibuk menikmati rutinitas kehidupan atau jiwa yang terkadang terpaksa menerima realita kehidupan. Yang pasti jiwa yang demikian hanya berada dalam raga setiap insan. Dinginnya malam yang seakan-akan telah menjadi kawan, bisingnya suara hewan kecil yang mulai mewarnai kondisi kesunyian malam, mulai mendeskripsikan ketidak kondusifan kondisi malam.
Mengetahui, memahami dan mengakui hal yang demikian memungkinkan menjadi sebuah alasan kedua mata ini untuk tidak mau terpejamkan. Entah itu hanya dalam waktu sedetik,beberapa menit ataupun sejam.
Tidak hanya kondisi demikian yang mungkin menjadi sebuah alasan untuk kedua mata ini tidak mau terpejam. Tapi kodisi yang gaduh, suara riang gembira yang menemani sunyinya malam menjadi pelipur lara dari kegelisahan, kegalauan dan kepayahan dalam menghadapi problem realita kehidupan. Sayapun menyadari bahwa kondisi yang demikian tidak akan mampu terulang, bahkan sering dilakukan. beberapakemungkinan yangdapat jadi sebuah alasan, mengapa kedua mata ini sulit untuk terpejam.
Kondisi badan yang telah direbahkan, tidak menjadi daya tarik tersendiri untuk menstimulus jiwa untuk cepat hanyut dalam keadaan. Mungkin karena desisnya suara film yang sedang ditoton oleh teman-teman. Sebuah putaran film yang berjudul “Cinta Tapi Beda”, telah menghanyutkan keadaan malam yang dingin menjadi sebuah sebuah kehangatan yang mengikuti latar perfilman.
Perasaan sang penonton  yang mulai terhanyutkan oleh latar film, tidak sungkan untuk diluapkan dalam bentuk ekspresi. Entah dalam bentuk ekspresi muka, mimik dan bentuk kalimat yang sempat terlontarkan.
Namun meskipun demikian, seiring dengan larutnya malam dan semakin sunyinya malam. Tidak ada mata yang kuat untuk sampai pada puncak kesunyian dan kedinginan. Semua orang telah terkapar, tepar dalamhamparan alas yang menghangatkan.
Kumandang adzan yang biasanya terdengar, ternyata mulai hilang dalam telinga yang terbalut dalam kesunyian dan kedinginan. Entah siapa orang yang pertama telah terbangun tepat dalam kumandangan adzan. Yang pasti semua orang mulai terbangun dalam seruan. Seruan orang yang mulai bangun berantai saling mengingatkan untuk menunaikan kewajiban.
Orang-orangpun mulai tersadar dengan keadaan,adaptasi dan introfeksi dalam dinginnya pagi yang menyejukkan. Hangatnya kopi yang telah tersugguhkan dan kepulan asap yang terhirup mulut yang belum sempat terisi suatu apa pun. Mungkin bagi sebagian orang adalah kenikmatan tersendiri yang mengawali pagi dari aktivitas kesibukan. Sebuah planinguntuk refreshing pun mulai disusun dengan terfokuskan pada sebuah tempat yang dianggap dapat memuaskan. Yang lebih tepatnya pantai coro dan banyu mulek yang awalnyamenjadi pilihan, tapi mengingat kondisi pada minggu pagi yang hujan gerimis tidak memungkinkan untuk menuju tujuan yang jalannya terjal karena berbahaya. Pada akhirnya yang menjadi pilihan ialah pantai Prigi.

Allright, mungkin hanya demikian refleksi tulisan, yang terinspirasi dari aktivitas forling yang rutin dilakukan oleh HMJ Filsafat Agama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...