Langsung ke konten utama

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4)

Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan?

Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking.

Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. Perbedaannya, pada kesempatan yang lalu Mbak Ekka membedah buku dengan disertai oleh Mas Dr. Mas Fah sebagai pembanding sedangkan pada kali ini Mbak Dr. Hitta Alfi Muhimmah, M. Pd. tampil sebagai opening speech. Posisi opening speech ini tentu bersifat terbuka, bisa memberikan saran dan kritik; korektif dan protektif; proyektif dan selektif.

Meski tersekat ruang dan waktu--lampau dan yang akan datang-- secara faktual, jika ditelisik lebih jauh, Mas Fah (sapaan akrab) dan Mbak Hitta (sapaan akrab) sebenarnya di antara kedua sosok tersebut memiliki benang merah yang sama: berasal dari rahim satu komunitas literasi yang sama, Sahabat Pena Kita (SPK) pusat. Titik temu dan kesempatan kedua memoderatori inilah yang saya sebut sebagai angka 2 istimewa yang kedua. 

Adapun angka 2 istimewa selanjutnya ialah khusus pada ngaji literasi edisi 4 ini kami menghadirkan 2 Srikandi SPK yang luar biasa. Mbak Hitta merupakan Ketua SPK pusat yang terpilih pada Kopdar terakhir yang dihelat di Bondowoso, dosen PGSD UNESA, penggiat literasi tulen (hal ini dibuktikan dari hadirnya komunitas ITP) dan penulis produktif. Sementara Mbak Ekka merupakan sekretaris sekaligus pengurus harian di SPK pusat mau pun TA. 

Seperti apa kesedapan hidangan yang disajikan dalam buku The Puzzles of Life? Bagaimana proses kreatif penulis menulis bukunya? Bagaimana tips dan trik menjadikan pengalaman yang terserak menjadi sebuah tulisan? Mari kita saksikan bersama melalui live streaming Ig: dewar_alhafiz. Cus follow.


Salam literasi.

Komentar

  1. Thank you buat sambutan hangatnya Pak Ketua. Angka 2 memang istimewa. Tapi saya tidak mau menjadi yang kedua untuk suami 😆

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berarti ada 3 kali angka 2 istimewa vs 1 angka 2 yang ditolak.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...