Langsung ke konten utama

Fenomena Work From Home (WFH): Bekerja dan Membangun Behavior Baru di Tengah Maraknya Pandemi Corona

Salah satu akibat yang dipandang sangat berpengaruh dari merebaknya pandemi corona virus disease (covid-19) ialah beralihnya pelbagai aktivitas dan ruang kerja. Beralihnya pelbagai aktivitas yang dikerjakan di ruang kerja tertentu menjadi terkondisikan secara pasif di rumah pribadi masing-masing. Masing-masing pribadi yang mulanya secara simultan setiap waktu bebas melalang buana di ruang publik dengan serentak harus dijerat estafet kebijakan. 

Kebijakan struktural yang sengaja diedarkan guna mencekal kekhawatiran yang terus-menerus membuncah memberhangus tipu daya seribu alasan. Hampir, sempurna sudah semuanya bersemayam dalam bayangan malaikat izro’il yang bergentayangan. Ya, bagaimana tidak, covid-19 yang digadang-gadang belum ada penawarnya sedang gencar menanam benih di mana-mana, dengan sangat singkat dapat menular tanpa pandang bulu, bahkan dapat merenggut nyawa. Pelbagai kalangan usia menjadi sasaran empuk, namun mereka yang berusia lanjut dan memiliki riwayat sakit kronis dimaklumatkan sebagai kalangan yang paling rentan terjangkit. 

Dalam bingkai kerancuan gejolak prasangka, khawatir dan gelisah yang dengan jelas tidak dapat ditutup-tutupi oleh adanya antisipasi-sikap mawas diri, dikeluarkannya kebijakan pemerintah tentang instruksi untuk melakukan pekerjaan dari rumah adalah solusi yang relevan. Solusi yang  relevan untuk mencegah penularan yang berkelanjutan dan menjamin keselamatan diri pribadi sekaligus khalayak yang dirundung kecemasan. Hampir semua profesi yang bersentuhan dengan ruang publik dan melibatkan massa secara langsung dirumahkan. Banyak lembaga dan instansi pemerintah ataupun swasta yang mendadak diliburkan, sehingga tidak heran apabila ditemukan banyak wajah-wajah baru yang sementara waktu menyandang status sebagai pengangguran. 

Status sebagai pengangguran baru untuk sementara waktu inilah yang kemudian menjadi titik tekan persoalan. Bagaiamanapun kedalaman akibat dari persoalan ini tidak akan pernah mampu dipukul secara merata. Terlebih lagi, apabila meninjau jejaring keterkaitan persoalan dengan aspek-aspek ketergantungan kontinuitas kehidupan umat manusia. Perbedaan profesi, besaran penghasilan (gaji), kepadatan aktivitas, pemenuhan kebutuhan dan peluang adalah aspek-aspek yang dengan matang harus diperhitungkan.  

Kalkulasi tersebut dapat dianalogikan; seseorang yang berprofesi sebagai dosen dan dia yang berprofesi sebagai juru parkir dalam menghadapi instruksi work from home akan mengalami situasi dan kondisi yang berbeda sekaligus timpang. Profesi dosen yang memiliki penghasilan terjamin, aktivitas kerja yang terukur dan semua kebutuhan mendasarnya sangat dimungkinkan tercukupi, masih memiliki peluang untuk bekerja dari rumah, sehingga akan ada pundi-pundi rupiah yang tersimpan. Alhasil, gelak tawa bersama keluarga tercinta pada masa-masa karantina masih tersisa. Sementara, dia sang juru parkir yang penghasilannya fleksibelitas, aktivitas kerjanya yang labil dan banyak kebutuhan mendasarnya yang tidak tercukupi, akan sangat tidak memungkinkan memajang tampang sumringah yang tumpah ruah. Terlebih lagi, apabila dia tidak memiliki pekerjaan sampingan, yang tersisa di musim paceklik ini hanya nafas-nafas keprihatinan, dan lagu wajib pengiring jalannya hari adalah rengek-rajukkan dan syair-syair keroncongan perut yang tak berkesudahan. 

Bukankah fenomena work from home ini di satu pihak sungguh mengasah tajam sisi pisau ketimpangan?. Terlalu banyak orang yang secara perlahan terkondisikan sebagai zombie yang menelantarkan hasrat hidupnya untuk tercukupi, utamanya kalangan kecil. Sementara kehidupan mereka yang terjamin, sembari mencibir keadaan, secara perlahan mulai berpikir keras untuk memaksimalkan kecanggihan gadget yang serba menawarkan berjubel keuntungan. Dapat dikatakan, sisi positif dari adanya social (physical) distancing dan karantina di masa-masa merebaknya covid-19 memberi peluang besar untuk mempererat tali kekeluargaan melalui kebersamaan sekaligus mencari peluang usaha sampingan. 

Usaha sampingan yang dimaksud, ialah melalui pemanfaatan gadget via online, sebutkan saja usaha tersebut dengan istilah online shop, dropship barang ataupun menjadi agen reseller dadakan suatu produk barang online. Bahkan, apabila diperhatikan secara teliti, hampir semua barang kebutuhan mendasar kehidupan manusia di era digitalisasi ini dijajakan di lapak online shop. Alhasil, beberapa pekan yang telah terlewati dan yang akan datang, hampir semua aktivitas pekerjaan dilakukan via daring. Sehingga sangat memungkinkan, apabila dahulu bekerja harus terpisah dan banyak memakan waktu kebersamaan dengan keluarga, namun akhir-akhir ini justru sebaliknya, dapat bekerja sembari menikmati hangatnya kebersamaan dengan keluarga tercinta.   

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...