Langsung ke konten utama

Normalisasi Rutinitas Perkuliahan

Minggu kedua awal perkuliahan ini, yang lebih tepatnya hari senin, 07 September 2015, akhirnya kami (panggilan saya dan teman sekelas Filsafat Agama/v) mulai menerima tugas makalah pertama. Mata kuliah yang menjadi tugas pertama kami ini ialah Filsafat Islam Timur. Ya... betul Filsafat Islam Timur, sebuah mata kuliah yang hampir mirip dengan salah satu mata kuliah kami yang telah dipelajari di semester empat kemarin. Yang lebih tepatnya lagi ialah Filsafat Islam.
Bila diperhatikan secara sepintas antara kedua mata kuliah tersebut memang dapat dikategorikan, dikorelasikan dan dikatakan masih mempunyai hubungan (satu rumpun) dalam materi pembahasan. Hal yang demikian dapat dilihat dari adanya kesamaan dua kata awal (Filsafat Islam) yang ada diantara nama kedua mata kuliah tersebut. Sedangkan perbedaan yang ketara jelas ialah dengan adanya embel-embel kata “Timur” yang terletak pada akhir nama mata kuliah baru ini. Yang secara simplenya mata kuliah Filsafat Islam yang telah dipelajari disemester empat kemarin adalah bentuk umum dari pembahasan filsafat islam. Sedangkan mata kuliah Filsafat Islam Timur yang dipelajari di semester lima ini merupakan bentuk spesifiknya dari pembahasan filsafat islam yang hanya ada (berkembang dan jaya) di wilayah timur.  
Pembuktian yang real tentang kesamaan dan perbedaan yang terletak diantara kedua mata kuliah tersebut pun nampak jelas terngiang dan terlintas dalam memori ingatan dan indra kami, tatkala sang dosen pemngampu mata kuliah filsafat islam timur itu mulai menerangkan bagaimana materi pembahasan yang akan dipelajari. Sontak di sana pun kami langsung mengakui dan menyadari bahwa yang menjadi pembahasan mata kuliah ini merupakan pembahasan yang telah kami pelajari. Namun ditambah, diperdalam dan diperjelas lagi dengan adanya beberapa pembahasan yang masih asing bagi kami.
Tidak hanya itu, ternyata dosen yang mengampu mata kuliah filsafat islam timur disemester ini pun, merupakan dosen yang mengampu mata kuliah filsafat islam disemester empat kemarin. Jadi secara simplenya kami berjumpa kembali (dibimbing, belajar bersama) dengan dosen favorit dijurusan kami. Dosen yang tidak pernah absen disetiap semester jurusan kami. Dan mungkin dapat katakan juga sebagai salah satu dosen yang paham, mengerti dan kompromi dengan bagaimana cara belajar dan rutinitas perkuliahan kami.

Dalam pertemuan kuliah pertama diminggu ini, sontak beliau (bapak dosen) tidak lagi harus memperkenal diri. Pasalnya beliau telah mengetahui siapa-siapa kami, kelas jurusan apa kami, dan berapa jumlah kami semula. Meskipun pada realitanya kelas jurusan kami mengalami seleksi alam dalam urusan jumlah mahasiswa/i yang ada.    

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...