Langsung ke konten utama

Celotehan Tentang Perdiskusian

Sebuah inspirasi telah tercetuskan dari suatu perdiskusian yang nampak menjenuhkan, tidak mampu menghendle keadaan dan buyar akan tujuan pengetahuan yang ingin disampaikan. Memang secara sadar haruslah kita sadari bahwa suatu perdiskusian pada dasarnya berperan sebagai wadah (salah satu sarana komunikasi) untuk menambah, memverifikasi dan meligitimasi benarnya suatu wawasan pengetahuan. Entah itu hanya mencakup satu bidang ilmu pengetahuan atau pun lebih sekali pun.
Dalam jalannya perdiskusian tentu memiliki aturan-aturan, norma atau etika sekalipun. Entah itu aturan yang berlaku bagi pembahasan materi yang disajikan, sang pemateri yang berperan sebagai fasilitator, dan para peserta perdiskusian yang berperan sebagai audiensi, yang kadang kala mampu pula berperan ganda sebagai penyanggah (pihak kontra yang menyangkal materi yang disuguhkan) atau pun sebagai penambah (pihak pro yang menyokong materi yang disuguhkan).
Kekontradiksian yang terjadi pun telah menjadi warna tersendiri dalam jalannya alur perdiskusian. Karena pada dasarnya kekontradiksian tersebut adalah suatu jalan untuk mencapai titik temu, kultuminasi menuju sebuah keyakinan murni dan kesepakatan bersama atas benarnya materi pembahasan. Sehingga pada akhirnya mampu menjadi sintesis yang melahirkan suatu simpulan pemahaman materi yang diterima, dipahami dan dimengerti oleh audiensi yang bersangkutan. Tentunya proses yang demikian terjadi tanpa ada jotos-jotosan atau adu fisik sekalipun. Melainkan berkompetisi, bergelut dalam dunia ideologi pemikiran yang dikemukakan melalui tutur kata pembicaraan.
Mungkin bila dianalogikan, suatu perdiskusian ibarat sebuah kerajaan (dinasti) yang mesti kita kuasai dan terkendali dalam jalannya sistem pemerintahan. Entah itu dalam sistem pertahanan, penyerangan dan jalannya alur strategi menuju kejayaan. Sebuah kemungkinan-kemungkinan besar yang akan menerpa kekuasaan pun tentu tidak lepas dari pandangan, cengkraman dan praduga sangkaan. Entah itu suatu rintangan yang sifatnya alamiah (natural) atau pun rintangan yang berupa perlawanan yang dihasilkan dari bentukan pihak oposisi yang menjadi lawan. Tentu di sana pun kita dengan penuh kesadaran dituntut untuk mampu memilih dan memilah mana yang dikategorikan musuh dan kawan.
Jika dalam peperangan yang menjadi kunci adalah senjata yang berfungsi untuk menyerang, tameng yang berguna untuk bertahan dan strategi yang berfungsi untuk melancarkan aksi demi meraih kemenangan dan kejayaan.  Maka yang menjadi kunci keberhasilan dalam perdiskusian, adalah pemahaman terhadap pembahasan materi yang detail, prasangka terhadap timbulnya suatu pertanyaan, strategi dalam mengontrol penyajian materi dan pemahaman yang akurat terhadap situasi audiensi yang sedang dihadapi.    
      

    

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...