Langsung ke konten utama

Hikmah Ngetrip ke Surabaya 2


Secara sadar saya menyadari bahwa perjalanan panjang ke kota Surabaya kini telah diakhiri. Namun, kini perjalan itu telah menorehkan banyak pembelajaran hidup yang berarti dan menambah pengalaman pribadi yang akan menghiasi memori. Tidak hanya demikian, dalam realitanya ternyata perjalanan tersebut pun telah memberikan oleh-oleh pribadi yang tidak lumrah. Ya... betul oleh-oleh yang tidak lumrah. Pasalnya selepas diri pribadi sampai di tempat tinggal pengembaraan, perubahan yang signifikan pun mulai menyelimuti raga (jasmani) yang awalnya ketara sehat bugar. Yang lebih spesifiknya lagi yakni, perubahan pada desahan suara yang serak-serak basah, ya... mirip ustadz Arifin Ilham gitu deh...heu..heu..heu. Tidak hanya itu, rasa pegal disekujur tubuh pun kian ketara nyata mengiasi aktivitas keseharian yang dijalani.
Bersesuaian dengan rasa sakit yang menerpa diri, dengan serentak akal pikiran saya pun memberikan respon yang berarti, memberikan penjelasan, alasan dan perenungan yang semstinya diyakini. Bahwa rasa sakit yang timbul dari perjalanan tersebut hanyalah bersifat sementara, yang ditidak akan pernah setara dengan pembelajaran yang diterima, (husnudzon saya terhadap keadaan yang menerpa diri).
Dalam keadaan sadar saya pun mulai merenungi, sehingga saya pun mendapat pencerahan diri dan simpulan, bahwa rasa-rasanya tidaklah baik, adil tatkala diri saya hanya melihat, memahami dan mengerti apa yang telah terjadi hanya berdasarkan pada sisi negatifnya saja.
Untuk itu, mungkin seharusnya saya pun mengemukakan sisi positif yang dapat dikategorikan sebagai pembelajaran hidup yang berarti. Di mana pembelajaran tersebut nampak tersiratkan tatkala saya dan teman-teman mengunjungi tempat pemakaman Sunan Ampel (ziarah wali). Tatkala itu saya mulai mempertanyakan sebuah alasan logis dan kepercayaan masyarakat yang diyakini, tentang persoalan ziarah kubur yang tidak pernah sepi dari kunjungan masyarakat berasal dari berbagai penjuru daerah yang kian lama semakin berbondong-bondong datang menghampiri area pemakaman. Meskipun tatkala itu gelapnya malam kian ketara menyelimuti keadaan.
Dari sana saya pun merasa takjub, (sembari mengucapkan tasbih, tahmid, tahlil dan takbir). Dengan sadar saya melihat, merasakan dan mengerti akan hebatnya waliyullah tersebut, seorang hamba Allah SWT yang diberikan kemuliaan, kehormatan dan keistimewaan diantara mahkluk ciptaan-Nya yang lain. Seorang tokoh Islam yang mampu menorehkan sejarah peradaban dan perkembang Islam di tanah Jawa. Seorang tokoh Islam yang mempunyai jasa besar (peran penting) dalam tegaknya agama Allah di muka bumi. Sehingga usianya panjang tak lekas digerus zaman (selalu dikenang).
Bersesuaian dengan hal tersebut saya pun dengan penuh harapan, berkeinginan dan motivasi diri berupaya untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi, (bagaimana memanfaatkan kehidupan di dunia yang singkat ini menjadi lebih berarti). Dengan alasan, saya pun ingin menjadi seseorang yang memiliki usia panjang tak lekas digerus zaman (selalu dikenang), meskipun raga dan jiwa sudah tidak menyatu lagi. Dan yang pastinya bukan dengan jalan yang sama, melainkan dengan jalan yang berbeda.                      

   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...