Langsung ke konten utama

Analogi yang Tidak Biasa

Terkadang sesuatu hal yang biasa mampu menjadi sesuatu yang luar biasa, tatkala sesuatu hal yang biasa tersebut dikerjakan dengan jalan yang berbeda (tidak biasa). Terkadang suatu sikap (tingkah laku) yang telah menjadi adat kebiasaan dalam keseharian mampu menjadi sesuatu yang unik dan istimewa, tatkala yang melakukan adalah subjek (tokoh) yang berbeda. Terkadang suatu lelucon dalam sandiwara atau pun drama mampu menjadi sesuatu yang menjengkelkan, mendeterminasikan, dan mengontruksi permasalahan, tatkala lelucon yang ditampilkan hiperbolrealita. Terkadang suatu kemarahan akan mampu menjadi hiburan (lelucon), tatkala meluapkan gejolak rasa marah dalam eskpresi, mimik dan sikap yang tidak biasa.
Ya... seakan-akan sesuatu hal yang telah lumrah dilakukan akan menjadi sesuatu hal yang berbeda, tatkala momen, setting ruang dan waktu, gejolak rasa, ekspresi dan mimik, serta subjek baru (lain yang berbeda) tidak terposisikan pada keharusan (kerelatifan) proporsi yang telah ada. (dalam artian sebuah kontruksi adat yang lumrah melakukan suatu hal tersebut).
Tatkala sesuatu hal yang demikian terjadi, guyon yang bersifat nyeleneh (merendahkan, meremehkan, menghina) pun tidak dapat dihindari. Sehingga sang subjek (yang pada waktu itu sebagai pelaku/objek perhatian) pun merasa terhegemoni, terlegitimasi oleh over shyness yang meyelimuti diri.
Namun apabila kita flashback dan berusaha menggatikan posisi diri pribadi kita dengan sang subjek (sebagai objek perhatian) maka disana pun kita akan mengerti, memahami dan merenungi rasa apa yang sebenarnya sedang terjadi menerpa diri. Tapi sayang, sesuatu yang lumrah pun kini telah menghegemoni adat kebiasaan. Sehingga seakan-akan diri kita pun tidak bisa menolak, mengontrol dan mengendalikan diri bebas dari kelumrahan realita yang ada.

Meskipun demikian, mungkin tidak ada salahnya bila kita terus berusaha mencoba dan berintropeksi diri dalam merekontruksi pemahaman diri pribadi dan framework kita terhadap keadaan yang sedang terjadi dan dialami. Mungkin juga tidak ada alasan untuk berusaha dan mencoba sesuatu hal yang belum kita lakukan selama hidup ini, (dalam artian sesuatu hal yang belum/segan kita lakukan tersebut masih ada dalam ranah kebaikan). Sehingga suatu saat tatkala itu diri pribadi kita mampu mengerti, memahami akan pentingnya kerelatifan diri dan merasakan bagaimana gejolak rasa yang menerpa diri. Dan kita pun akan berkata: “kenapa harus tertawa, bukankah yang demikian adalah sesuatu hal biasa yang kita lakukan”.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...