Langsung ke konten utama

Normalisasi Rutinitas Perkuliahan II

Hari kedua perkuliahan pada awal masuk kuliah diminggu kedua  (yang lebih tepatnya selasa, 08/09) normalisasi rutinitas pembelajaran benar-benar telah terasa menghampiri setiap diri mahasiswa/i. Hal yang demikian nampak jelas dari adanya tugas yang kian hari kian menambah, menumpuk. Entah itu tugas makalah, resume dan lain sebagainya.
Adanya celotehan-celotehan yang terlontar dari MABA (Mahasiswa Baru), kian jelas mewarnai keadaan pembelajaran yang belum mereka kenali, pahami dan mengerti. Akhirnya sebagaian dari mereka yang kreatif dan kritis berusaha untuk menyusun strategi, rencana dan sistem yang sekira dapat diandalkan untuk beradaptasi dan bahkan berniat untuk mendominasi (menjadikan kawan sendiri sebagai oposisi sportif sejati dalam eksistensi dan wawasan pengetahuan yang mumpuni).
Berbagai pendekatan pun mereka adopsi, entah itu melalui pendekatan parsial kepada kakak kelas jurusan yang dianggap telah mumpuni, mendekatkan diri menjalin suatu sosialisasi yang intens kepada sesama, atau pun dengan berusaha meyakinkan diri untuk terus berpijak pada usaha, pengorbanan dan kemandirian diri pribadi.
Namun berbeda halnya dengan MABA (Mahasiswa Basi) yang telah paham dengan situasi dan kondisi. Di awal masuk perkuliahan, mereka pun dengan semangat dan pandai berusaha membuat suatu kesepakatan yang sifatnya kompromi dan simbiosis mutualis. Tentunya yang demikian dilakukan dengan jalan negosiasi dan lobbying  kepada akademisi yang bersangkutan. Terlebih lagi bila dosen yang membimbing materi pembelajaran, merupakan akademisi baru yang belum mereka kenal.
Mungkin karena hal yang demikian telah menjadi suatu alasan logis dan keniscayaan besar, mengapa mahasiswa baru berusaha untuk melakukan pendekatan kepada kakak jelas jurusan. Bagaimana usaha mahasiswa baru untuk memahami, mengerti dan meneladani sikap yang tertanam baik dalam diri pribadi seorang kakak kelas jurusan. Entah itu dalam berkorelasi dan bersangkut paut dengan urusan akademik atau pun dengan urusan organisasi-organisasi yang ada di dalam kampus.

 Tapi meskipun demikian, sebagai seseorang yang telah banyak diberi kesempatan (nikmat hidup dengan dianugerahkannya akal pikiran, hati dan indra), semestinya diri pribadilah yang mampu memfilter, memahami dan mengerti sikap teladan baik apa saja, seperti apa dan yang bagaimana, yang sekiranya akan mendorong potensi diri menjadi berkembang dan terarahkan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...