Langsung ke konten utama

Rencana Meramaikan Bazar Buku yang Kandas

Dokpri menerima cenderamata buku dari Doktor Emcho dan Puang Telly D.

Tak hanya berniat membayar tuntas utang launching buku, pada kenyataannya, momentum kopdar itu memantik keinginan saya untuk berpatisipasi dalam ajang bazar buku. Tampaknya akan sangat elok manakala buku yang di-launching juga dijajakan di bazar. Bazar yang dihelat setahun sekali lebih tepatnya. Sekali dayung dua pulau terlampui. 

Setelah saya amati mendalam, kegiatan bazar memang tidak dapat dipisahkan dari perhelatan kopdar RVL. Antara launching dan bazar layaknya dua sisi mata uang koin. Sedangkan kopdar sendiri adalah value yang melekat di dalamnya. Alhasil, jika kita berbicara tentang kopdar RVL maka launching dan bazar otomatis termasuk ruang lingkup di dalamnya. Bak paket komplit tatkala Anda membeli makanan di restoran atau pun di gerai. 

Hemat saya, kehadiran bazar tatkala kopdar secara substansial memiliki tujuan dan manfaat positif. Mempromosikan dan memasarkan buku karya para anggota adalah dua dari sekian banyak tujuan yang diusung. Dua tanggung jawab penulis terhadap karya yang terbit pun menjadi ringan. Sebab terbantu oleh perhelatan bazar RVL. Mungkin lain cerita manakala anggota memutuskan diri untuk tidak berpartisipasi dalam acara kopdar. 

Selain itu, tidak dapat dipungkiri pula keikutsertaan karya dalam bazar hakikatnya adalah langkah bijak. Langkah bijak yang bermanfaat untuk mendongkrak popularitas komunitas sekaligus branding personal para penulis. Utamanya bagi mereka yang menerbitkan buku di penerbit indie (minor) tentu pangsa pasar dan skala jangkauan distribusi produk berbeda jauh dengan buku yang terbit di penerbit mayor. 

Meninjau tujuan dan manfaat positif tersebut lantas siapa coba yang enggan mengambil kesempatan baik yang datang ke hadapan? Hanya kalangan bonek (akronim dari bocah nekad atau orang yang bermodal pas-pasan) dan yang tak butuh uang saja kiranya yang menolak kesempatan baik tersebut. Saya sendiri termasuk kalangan bonek, buku-buku solo saya dicetak di penerbit indie secara terbatas. 

Bukan tanpa alasan, yang demikian dilakukan karena akomodasi dana yang memang tidak teralokasikan dengan baik. Pemasukan bulanan tidak seimbang dengan beban pengeluaran. Alhasil, saya harus memutar otak untuk tetap mewujudkan target melahirkan karya demi karya. Harus diakui secara sadar memang, saya pribadi selalu memiliki target melahirkan buku solo setiap tahun. Sesederhana dan dalam bentuk genre apa pun karya itu. 

Penerbit indie kiranya pilihan tepat yang sesuai dengan sikap nekad saya. Fleksibelitas dalam jumlah cetak dan budget yang terbilang murah adalah dua hal yang menjadi pertimbangan. Ada pun jikalau nanti sewaktu-waktu ada pesanan mendadak, toh, bisa cetak ulang sesuai permintaan pasar. Jadi sistem kerja yang berlaku, tidak ada stok buku yang ngangur. Alah, sebenarnya ini hanya alibi saya untuk tidak disebut sebagai penulis kere. 

Apa mau dikata, idealitas tidak mesti sesuai dengan realitas, faktanya, upaya mencetak buku secara terbatas tersebut menjadi bumerang sendiri bagi saya. Terbatasnya buku solo terbaru yang dicetak menyebabkan saya gagal untuk berpartisipasi dalam meramaikan bazar kopdar RVL ke-3. Buku yang dicetak itu hanya cukup sebagai cenderamata kepala BBGP Jawa Timur: Dr. Abu Khaer, M. Pd. dan dipakai saat momentum launching buku bersama. 

Satu dendam (baca: utang) baru terpancangkan kuat di dada. Dendam yang tak akan sirna jika sekadar dijawab dengan gerutu dan merencanakan saja. Dendam yang menutut aksi nyata. Dendam yang hanya akan terpuaskan manakala saya lebih giat bekerja. Modal penting untuk terbalaskan tuntas di pehelatan kopdar selanjutnya. 

Selebihnya, saya hanya bisa berharap, semoga dendam ini tidak merusak hati saya. Tak terkecuali merusak perasaan ini sama si dia. Wkwkwk. Loh, kok edingnya gini???

Tulungagung, 15 November 2024

Komentar

  1. -Selebihnya, saya hanya bisa berharap, semoga dendam ini tidak merusak hati saya. Tak terkecuali merusak perasaan ini sama si dia. Wkwkwk. Loh, kok edingnya gini??? "
    Makjeb. Semoga Allah luaskan rezekinya dan dendam bisa terbalas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siap. Bu Kanjeng. Amiinn. Semoga Allah SWT lekas mengabulkan. Terima kasih sudah mampir dan meninggalkan jejak

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...