Langsung ke konten utama

Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Part 2

(Gambar download dari akun Facebook GNH)

Tampaknya harus membuat disclaimer di awal bahwa tulisan ini merupakan lanjutan dari postingan sebelumnya. Postingan yang fokus membahas upaya Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi. Saran saya, untuk mendapatkan alur pemahaman yang runtut dan tidak mengalami distorsi sebaiknya Anda membaca postingan blog saya sebelumnya. 

****

Tipikal yang pertama tatkala seseorang bergabung dengan grup WhatsApp karena adanya motif keinginan untuk belajar umumnya akan memiliki antusiasme yang tinggi. Hal itu dibuktikan dengan detailnya dalam menyimak dan mengikuti informasi yang di-share di grup. Responnya menghasilkan dua sikap yang berbeda. Berusaha adaptasi dengan nuansa yang ada atau mungkin memilih bungkam seribu kata. Opsi kedua memilih menjadi silent reader diasumsikan sudahlah cukup. 

Mereka yang mengupayakan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang ada menunjukkan bahwa ia ingin terlibat sebagai bagian di dalamnya. Hal itu dilakukan dengan harapan akan adanya perkembangan yang signifikan terhadap skill dan pengetahuan yang terbenam di dalam dirinya. 

Sementara silent reader terjebak dalam manzilatain. Antara minder dan bingung-canggung mau mulai beradaptasi dari mana. Bahkan saking canggungnya ia nyaman berada di posisi yang sama. Enggan beranjak memperbaiki keadaannya. 

Posisi silent reader ini saya kira berbahaya karena telah menciderai tujuan utama kenapa ia tergabung di dalam grup. Sebab ia tidak dapat menikmati fungsi utama dari grup tersebut. Jika pun ia bisa menikmatinya hanya dalam kadar yang sangat terbatas. Tidak mampu menjadikan hiruk-pikuk grup sebagai jembatan transformasi diri.

Transformasi dan aktualisasi diri saya kira menjadi postulat yang ingin digapai dari bergabungnya seseorang ke dalam grup literasi. Alhasil niscaya jika postulat itu kemudian tidak menjadi target pencapaian yang selalu ingin dituju. Konteks transformasi dan aktualisasi diri tentu memiliki makna yang kompleks. Misalnya saja dari penulis amatir menjadi seorang profesional; dari penikmat karya menjadi produsen karya; dari sosok yang tertinggal menjadi si paling update: peka dalam menyikapi problematika sosial yang ada. 

Tulungagung, 14 Juni 2023

Komentar

  1. Sangat bermanfaat mas. Jd terketuk diri ini yg merupakan bagian dr silent reader

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah. Ayo mulai menulis dan ramaikan grup WhatsApp literasi kita.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...