Langsung ke konten utama

Menimbang Media Komunikasi Pembelajaran

(Dokpri flyer Ngaji Literasi Edisi 7)

Melompat dari fokus pembahasan Ngaji Literasi edisi sebelumnya--yang gayeng mendiskusikan buku bertemakan refleksi-- pada edisi 7 kita berusaha mencecap hiruk-pikuk dunia pendidikan. Tepatnya, buku Guru Penggerak Media Komunikasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam karya Mas Feri Fadli menjadi teras satu kamar dari ribuan objek pembahasan yang diwacanakan dalam dunia pendidikan. 

Media komunikasi pembelajaran di era yang serba mutakhir menjadi kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh setiap insan yang bertitel pendidik. Utamanya ia mendapuk peran versi terbarukan: Guru Penggerak. Satu identitas baru yang kemudian mendikotomikan kemapanan profesi guru yang telah lama mendarah daging. Meski kemudian identitas itu mulai disanksikan kembali eksistensinya seiring dengan pergantian Kemendikbudristek setelah 5 tahun sekali. 

Statemen yang menggiring pertanyaan: Apakah perbedaan mendasar antara keduanya? Pertanyaan mendasar yang muncul setelah penulis menegaskan bahwa buku ini dirancang sebagai prasyarat untuk mengikuti seleksi program Guru Penggerak. Usaha yang dikehendaki gagal namun karya harus tetap terpublikasi dan apresiasi. Alhasil penulis mengirimkan naskahnya ke penerbit INDOCAMP yang merupakan partner dari penerbit Telaga Ilmu. 

Secara konten, buku Media Komunikasi Pembelajaran berisikan 7 bab. Penguraian bahasan dimulai dari definisi, korelasi antara media komunikasi pembelajaran dan pendidikan agama Islam, tujuan dan fungsi, model dan pendekatan pemilihan media, bentuk tahapan, kriteria pemilihan, dampak sampai dengan bagaimana sikap guru dalam menggunakan media komunikasi pembelajaran. Kompleksitas pembahasan yang kiranya mampu memperkaya; menjadi bekal; memperbaiki kualitas dalam menyampaikan materi kepada peserta didik. Terlebih karakter dan watak peserta didik bervariatif. 

Dalam diskusi, penulis juga menyampaikan bahwa sebaiknya seorang guru juga harus memperhatikan mood peserta didik tatkala hendak memilih media komunikasi. Maka komunikasi yang baik harus dibangun di atas kesepahaman di antara keduanya. Sebab penyampaian materi akan jauh lebih efektif manakala peserta didik mengikuti pembelajaran dengan penuh kesadaran.

Penggunaan media komunikasi pembelajaran tidak seutuhnya sempurna, melainkan memiliki plus minus tersendiri. Sisi positif dari media komunikasi pembelajaran sangat besar dirasakan manfaatnya tatkala tahun lalu pandemi covid-19 melanda. Pembelajaran Jarak Jauh menjadi sangat aktif dan efektif manakala menggunakan media edukatif-sosial yang ada. Misalnya google meet, zoom, google form, WhatsApp, blog, ruang guru dan lain sebagainya. Inovasi-inovasi baru tersebut benar-benar melipat distingsi jarak. 

Ada pun sisi minusnya, penggunaan media komunikasi pembelajaran sangat bergantung pada sistem koneksi internet. Jika sinyal tersendat, ngadat dan bahkan miskin proses pembelajaran akan sangat jauh dari kata efektif dan efisien. Kemungkinan lainnya, penggunaan media komunikasi pembelajaran ini juga akan muspro jika tidak dibarengi oleh kesadaran pelakunya. Bisa saja niat awalnya buka zoom, yang terjadi justru pelakunya malah terjerembab streaming main game online. Gak bahaya ta? Mudahnya timbul rasa bosan dan perih mata adalah dampak lain yang saya kira perlu diperhatikan.

Menariknya, di penghujung perhelatan acara ngaji literasi ketujuh ini kami langsung mempraktekkan sisi minus dari penggunaan media komunikasi. Di mana rekaman video perhelatan ngaji literasi di Instagram raib dimakan nge-lag. Walhasil, dengan sigap moderator harus membuat video bernada apologis. 

Tulungagung, 7 Juni 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...