Langsung ke konten utama

Problematika Tentang Cinta

Sebelum saya menuangkan ide saya dalam tulisan, awalnya saya merasa bingung karena belum mendapatkan  deskripsi yang fokus dan tepat tentang suatu inspirasi apa yang hendak saya tuangkan dalam tulisan di hari weekend ini. Meskipun demikian, hal itu tidaklah menyurutkan semangat saya untuk tetap berpegang erat pada suatu komitmen yang telah saya buat. Sebuah komitmen yang berusaha continue dalam menuangkan ide atau pun refleksi akal pikiran dalam bentuk tulisan.
Pada hari weekend (perayaan Waisak) ini, saya  berusaha mengawali aktivitas seperti biasanya. Yakni dengan memposting dan mengupload hasil tulisan saya ke dalam akun media sosial milik saya. Setelah selesai mengupload hasil tulisan saya tersebut, tiba-tiba sebuah status di facebook muncul. Isi dari status tersebut kurang lebih mendeskripsikan ekspresi perasaan sang penulis. Yang mana ekspresi perasaan yang dituangkan dalam tulisan status tersebut dapat dikategorikan sebagai status yang sifatnya gegana (gelisah, galau dan merana). Gegana tentang persoalan status cinta. Di ingat ya..., persoalan tentang cinta. Hal yang demikian disebabkan karena sang penulis sendiri merasa heran dengan makna yang sesungguhnya tentang cinta.
Ya..., memang harus diakui bahwa suatu pendefinisian tentang persoalan cinta, terkadang membuat banyak orang merasa heran, tercengang-cengang, dan membuat seseorang seakan-akan kembali lagi menjadi bayi kecil yang suci tanpa noda ketika berusaha mendefinisikan sesuatu yang dinamakan cinta.
Tidak hanya demikian. Ternyata term cinta ini juga memicu munculnya beberapa persepsi dan konsepsi yang berasal dari beberapa pendekatan. Entah itu usaha untuk mendefinisikan term cinta dengan menggunakan pendekatan doktrin, sosial, dan ekonomi. Ataupun suatu usaha untuk mendefinisikan cinta yang dilandaskan pada pendekatan mental dan psikis.
Sebagai bentuk realnya ialah ketika ada orang yang mengatakan bahwa cinta itu indah, cinta itu membuat susah, cinta itu membuat menderita, cinta itu membuat bahagia, cinta itu membuat gila, dan bahkan karena term cinta ada orang yang rela kehilangan nyawa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa cinta itu seperti ombak, yang suka naik turun, pasang surut. Mungkin yang lebih tepatnya dapat dikatakan bahwa cinta itu bersifat abstrak.
Memang perlu kita sadari bahwa pada hakikatnya term cinta merupakan term yang polos dan suci akan persepsi, artinya berdiri sendiri tidak terikat oleh sesuatu apa pun. Sebuah term suci yang merupakan anugerah dari Yang Maha Kuasa. 
Tapi ketika seseorang memandang dan mengatakan bahwa cinta itu indah dan membuat bahagia berarti orang tersebut secara eksplisit memandang term cinta tersebut dari satu sudut pandang yang bersifat positif. Tentu yang demikian beda lagi persoalannya ketika seseorang itu memandang dan mengatakan bahwa cinta itu membuat susah dan menderita, berarti orang tersebut secara eksplisit telah memandang term cinta dari satu sudut pandang yang bersifat negatif.
Jadi secara tegasnya cinta itu merupakan perasaan suci yang telah dianugerahkan Tuhan Yang Maha Kuasa kepada makhluknya. Adapun ketika orang memandang dan  mengatakan bahwa cinta itu musibah ataupun anugerah, kembali lagi pada pesrspektif mana yang digunakan oleh orang tersebut.   



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...