Langsung ke konten utama

Inspirasi Ramadhan

Semua Butuh Responsible
Jika dalam tulisan saya terdahulu yang telah diposting diakun media sosial pribadi saya mempersoalkan tentang segala sesuatu yang diinginkan, yang diharapkan dan yang dicita-citakan pasti membutuhkan adanya suatu proses. Ya... betul suatu proses. Baik itu suatu proses yang di dalamnya melibatkan psikis yang mecakup berbagai macam gejolak rasa yang sifatnya impressable. Yang bila dideskripsikan tidak jauh bedalah seperti premen nano-nano, hehe. Atau pun suatu proses yang di dalamnya melibatkan fisik yang mecakup berbagai macam halau rintangan yang mengandung advice, lesson atau pun blessing yang perlu diperhatikan. Maka dalam tulisan saya kali ini, saya akan mempersoalkan tentang segala sesuatu yang diinginkan, yang diharapkan dan yang dicita-citakan pasti senantiasa membutuhkan responsible. Ya, betul tanggungjawab.
Terkadang di satu sisi kita secara eksplisit terang-terangan dan seenaknya menganggap suatu pekerjaan yang kecil, ringan dan mudah itu mudah untuk dilakukan. Entah itu mudah dalam menyelesaikannya, mudah dalam proses pelaksanaannya, mudah dalam mendapat kepuasannya, mudah konsisten dalam pelaksanaannya dan mudah dalam menanggungjawabinya. Ya... betul sebuah prespektif superior telah tertanam kuat yang menghegemoni dalam diri pribadi kita ketika menghadapi hal yang demikian.
Tapi sayang di sisi yang lain ternyata kesuperioran yang ada di dalam diri pribadi kita, terkadang tidak selalu balance dengan tanggungjawab baik yang perlu diperhatikan dan diberikan. Yang ada hanyalah sikap kesupersioran yang keadannya kacau balau akibat dari kurangnya perhatian (dalam artian diabaikan, diacuhkan).
Sehingga apabila kita mengerjakan suatu tugas (pekerjaan) kecil, ringan dan mudah yang selalu diiringi dengan sikap kesuperioran dan sinisme yang ada di dalam diri pribadi kita, tanpa diimbangi dengan kemapanan pengetahuan (kapabelitas dalam memiliki terhadap tanggungjawab yang telah diberikan), maka yang ketara adalah suatu hasil pekerjaan yang tidak jelas.   
Beda halnya ketika kita berusaha mengerjakan sesuatu yang dalam realitanya memang benar-benar kecil, mudah dan ringan, tapi tidak diiringi dengan sikap kesuperioran dan sinisme, melainkan diiringi dengan ketelitian, keuletan, kemapanan dalam pengetahuan (kapabelitas) dan kebalance-nan yang disertai dengan tanggungjawab yang penuh perhatian, maka hasilnya pun tentu tidak akan jauh dengan apa yang telah terplaningkan, bahkan ada kemungkinan besar hasil yang diterima akan lebih baik dari apa yang telah terplaningkan.
Nah, berhubungan dengan hal yang demikian maka jalankanlah setiap detik, menit, jam, hari, minggu dan bulan ramadhan yang mubarak ini senantiasa diiringi dengan ketelitian, keuletan, kemapanan dalam pengetahuan (kapabelitas) dan kebalance-nan yang disertai dengan tanggungjawab yang penuh perhatian, tentunya dengan alasan bahwa kita perlu muhasabah yaumiyah untuk kebaikan diri di masa yang akan datang. Toh Allah SWT telah menjanjikan keadilan dalam firman-Nya yang termaktub dalam kitab suci Al-Qur’an surat Al-Zalzalah : 7-8.                                                             
Yang artinya: Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.  
Tidak hanya demikian, apabila kita senantiasa memberi harapan positif terhadap apa yang telah menjadi tugas tanggungjawab diri pribadi kita, tentu di satu sisi kita telah berusaha meneladani sifat-sifat yang wajib ada dalam diri para Rasul (yang disebut dengan kalam klasik). Yang mana sifat empat yang wajib ada dalam diri para Rasul tersebut ialah Siddiq (benar, jujur), Amanah (dapat dipercaya), Tabligh (menyampaikan) dan fatonah (cerdas).  Dan bila dipilah kembali dari sifat empat yang wajib tersebut, yang memang benar-benar sangat relevan dengan sikap responsible ialah sifat Amanah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...