Langsung ke konten utama

Memahami Essensi UAS

Pada awalnya kebingungan melanda diri dan pikiran saya ketika mulai memfokuskan  pemikiran tentang apa yang akan saya persoalkan dan tuangkan dalam tulisan kali ini. Tapi lagi-lagi pemikiran saya ternyata menemukan suatu ide yang memang tetap harus berangkat dari ide-ide sebelumnya yang tertuang dalam dua tulisan yang telah saya update dan posting pada hari-hari sebelumnya. Yang mana kedua tulisan tersebut yakni berjudul “Waktunya UAS Telah Tiba” dan “Menyadari Realita Perkuliahan”. Secara tegasnya saya masih terinspirasi dengan realita perkuliahan yang sekiranya telah banyak merekonstruksi prespektif saya dalam merespon dan memberikan tanggapan terhadap realita yang nampak di depan mata.
pikiran ini rasanya telah terpanggil untuk memikirkan suatu realita yang terjadi dalam aktivitas perkuliahan. Tapi pemikiran saya ini bukanlah sekadar tentang suatu realita aktivitas perkuliahan yang terrealisasikan seperti rutinitas biasanya. Melainkan tentang aktivitas perkuliahan yang memang benar-benar spesial dalam konteks forma ruang dan waktu bila dilihat dari sudut pandang seorang mahasiswa. 
Ya..., benar demikian. Suatu aktivitas yang terkadang menjadikan seorang mahasiswa hilang kendali atas akal sehat, pengetahuan dan kepercayaan yang ada di dalam dirinya. Secara tegasnya sebutlah aktivitas perkuliahan yang benar-benar spesial ini dengan term UAS (ujian akhir semester). 
Ya... betul UAS. Entah apa yang terdeskripsikan dalam benak dan paradigma pemikiran setiap mahasiswa bila mempersoalkan tentang UAS.  Yang pasti setiap orang mempunyai perspektif dan respon yang berbeda-beda. Entah itu karena dipengaruhi oleh latar belakang fokus jurusannya atau pun latar belakang kehidupan lingkungan pribadinya.
Meskipun setiap orang mempunyai perspektif yang berbeda-beda ketika mempersoalkan hal yang demikian. Tapi setidaknya di satu sisi terdapat titik fokus kesamaan yang mampu menjembatani perbedaan tersebut, sehingga perbedaan tersebut dapat dikategorisasikan.
Dalam perspektif saya titik kesamaan tersebut ialah terdapat dalam tindaklanjut dari pemikirannya yang terdeskripsikan dalam menghadapi proses UAS tersebut. Entah itu pemikiran positif atau negatif, luas atau sempit pasti akan ketara dalam mengerjakan dan menjawab semua soal yang telah terinstruksikan. Secara tegasnya saya mengkategorisasikan mahasiswa ketika menghadapi UAS menjadi dua macam, yakni mahasiswa yang berperspektif positif (luas) dan mahasiswa yang berperspektif negatif (sempit).
Mungkin akan lebih tepat dan detail lagi bila secara langsung  kita analogikan. Pertama mahasiswa yang berperspektif positif (luas). Dalam perspektif seorang mahasiswa yang berpikir positif (luas), pasti akan selalu menjadikan momentum UAS tersebut sebagai suatu tolak ukur dalam menguji wawasan pengetahuan yang telah dikuasainya. Bukan sebagai ajang sekadar untuk meraih nilai IP tinggi semata, melainkan juga untuk melatih mental dan pribadi yang percaya terhadap diri sendiri, kejujuran yang tertanam dalam diri dan kemampuan yang telah dikuasai. Ya... benar demikian. Seorang mahasiswa yang berperspektif positif ini berusaha merekonstruksi diri pribadi menjadi seorang figur yang meneladani dan mengaplikasikan sifat yang tertanam dalam pribadi seorang Rasul, yakni sifat Siddiq, Amanah, Tabligh dan fatonah. Selain itu juga meneladani dan mengaplikasikan sifat dua puluh yang wajib ada pada Allah swt., yang lebih tepatnya yakni sifat ﻗﻴﺎﻣﻪ ﺑﻨﻔﺴﻪ  (Berdiri sendiri), sifat  ﻋﻠﻢ (Mengetahui) dan sifat ﻛﻮﻧﻪ ﻋﺎﻟﻤﺎ (Keadaan-Nya yang mengetahui).
 Kedua yakni mahasiswa yang berperspektif negatif (sempit). Dalam perspektif seorang mahasiswa yang berpikir negatif (sempit), pasti akan menjadikan momentum UAS tersebut sebagai ajang sekadar untuk meraih nilai IP tinggi semata. Sebagai ajang main-main tanpa adanya sikap keseriusan, sehingga yang diandalkan adalah contekan (bahasa jawa=ngerpean) dan the power of kepepet. Padahal hal yang demikian akan berdampak pada hilangnya kendali atas akal sehat (ketergantungan), pengetahuan dan kepercayaan yang ada di dalam dirinya. Ya... mungkin benar demikian. Sama halnya dengan seorang mahasiswa yang berperspektif positif, seorang mahasiswa yang berperspektif negatif ini pun berusaha merekonstruksi diri pribadi menjadi seorang figur yang meneladani dan mengaplikasikan sifat yang mustahil tertanam dalam pribadi seorang Rasul, yakni sifat Kidzib, Khianah, Kitman dan Baladah. Selain itu juga meneladani dan mengaplikasikan sifat dua puluh yang mustahil ada pada Allah swt., yang lebih tepatnya yakni sifat  ﻗﻴﺎﻣﻪ ﺑﻐﻴﺮﻩ (Berdiri-Nya dengan yang lain), ﻋﺟﺰ (Lemah), dan ﻛﻮﻧﻪ ﻋﺎﺟﺰﺍ (Keadaan-Nya yang lemah).
Setidaknya setelah kita mengetahui demikian, kita bisa memilih dan memposisikan diri kita pribadi menjadi mahasiswa yang selalu berperspektif positif atau luas. Sebab sepak terjang kita tidak selama akan terikat oleh nilai yang dapat dimanipulasi. Jika diri kita sendiri saja masih selalu bergantung (tidak menggunakan akal sehat dalam berpikir) dan tidak percaya dengan kemampuan serta pengetahuan yang dimiliki oleh diri pribadi. Apalagi orang lain yang ada diluar diri kita mana mungkin akan bersikap sebaliknya terhadap diri kita.

  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...