Langsung ke konten utama

Haflah Akhirussanah Yayasan Rumah Tahfidz Baitul Quran


Dokpri Dewan Guru SDIT Baitul Quran

Momentum bahagia sekaligus haru yang dinantikan para siswa-siswi di sekolah adalah purnawiyata. Purnawiyata adalah puncak dari proses panjang kegiatan pembelajaran selama di sekolah. Satu tahapan lebih tinggi setelah dilaksanakan kelulusan. 

Kelulusan sekolah berbagai jenjang sejak dulu hingga kini memiliki standar berubah-ubah. Mulai dari Ebtanas, Ujian Nasional hingga Sumtif Akhir Jenjang. Transformasi standar pedoman pelaksanaan pendidikan seiring pergantian kurikulum setiap lima tahun sekali. Singkatnya, ganti menteri pendidikan ganti kurikulum. 

Ganti kurikulum berarti ganti skema, strategi dan konsep yang diusung termasuk di dalamnya mengubah beberapa istilah yang kerap digunakan di dunia pendidikan. Dari sekian banyak istilah, purnawiyata menjadi salah satu yang dipersoalkan. Persoalan yang belakangan begitu santer menjadi bahan perbincangan hangat karena ada proses yang dipandang memberatkan. 

Hal itu terjadi karena selama ini purnawiyata karap dihelat di luar sekolah yang menuntut mengeluarkan budget yang terbilang tidak sedikit. Mulai dari pemilihan tempat di hotel, diharuskan membeli baju kebesaran wisuda: toga dan lain-lain, pembuatan seragam khusus, biaya make up hingga iuran untuk konsumsi. 

Tidak hanya itu, persoalan pun kian kompleks manakala menemukan fakta bahwa penggunaan istilah purnawiyata bersifat majemuk. Ada yang menyebut perpisahan, wisuda, pelepasan, tasyakuran, haflah akhirussanah dan lain sebagainya. Meski begitu penggunaan istilah wisuda adalah yang populer digaungkan di kalangan masyarakat. 

Maraknya penggunaan istilah wisuda inilah yang problematik. Sebab dipandang tidak cocok, berlebihan dan mendistorsi sekaligus menghilangkan sakralitas proses pendidikan di perguruan tinggi. Mengapa demikian? Sebab prosesi wisuda dan penggunaan baju kebesaran-toga mengakar rumput (baca: menjadi budaya) di perguruan tinggi. 

Menyikapi temuan--yang dirintis, dievaluasi dan disikapi responsif oleh gubernur Jawa Barat yang kemudian merembet dalam skala nasional--tersebut dinas pendidikan kabupaten Tulungagung mengeluarkan surat edaran yang berisi himbauan tentang pedoman kelulusan. Di dalamnya memuat beberapa poin penting yang perlu disikapi. Diterapkan langsung di satuan pendidikan se-Kabupaten. 

Pelarangan penggunaan istilah wisuda di jenjang TK sampai dengan sekolah menengah atas adalah salah satu poin penting di antaranya. Sebagai opsi satuan pendidikan bisa menggunakan istilah pelepasan, perpisahan atau haflah akhirussanah. Yang perlu menjadi catatan, proses itu tidak memberatkan pihak orang tua. Tidak ada pungutan biaya fantastis di luar nalar dan kemampuan. 

Atas dasar demikian Yayasan Rumah Tahfidz Baitul Quran menghelat pelepasan siswa-siswi jenjang TK dan SD dengan istilah akhirussanah dengan sangat sederhana. Sabtu kedua Juni (14/6/2025) kegiatan akhirussanah dilaksanakan tepat di halaman sekolah. Waktu itu sengaja dipilih setelah berakhirnya masa sumatif akhir semester dan sebelum perhelatan Dauroh Tahfidz. 

Ini adalah akhirussanah ke-delapan. Artinya SDIT Baitul Quran telah meluluskan delapan angkatan. Tentu dengan jumlah lulusan yang berbeda-beda. Angkatan tahun ini SD meluluskan 18 siswa. Sedangkan jenjang TK meluluskan 12 siswa. 

Dalam pelaksanaannya, haflah akhirussanah dimulai dengan tasmi' hafalan Al-Quran 5 juz sekali duduk. Ada tiga siswi yang mengikuti tasmi' yakni ananda Nabila, Nayla dan Maqhfiroh. Nabila dan Nayla adalah siswi kelas 6 yang akan mengikuti pelepasan. Sementara Maqhfiroh adalah siswi kelas 5. 

Ketiga siswi mengkhatamkan tasmi' hafalan kurang lebih selama dua setengah jam duduk. Selama tasmi' ketiganya disimak oleh tiga orang guru tahfidz. Tepatnya, mulai dari pukul 05.30-08.00 WIB. 

Setelah tasmi' sekali duduk selesai disambung dengan beberapa tampilan pembuka sesuai rundown. Pembacaan ayat suci Al-Quran dilantunkan oleh ananda Faris kelas 2. Kepercayaan ini sengaja diberikan untuk pembibitan: melatih keberanian, mengasah mental dan jam terbang tampil, generasi qori SDIT Baitul Quran selanjutnya. 

Selanjutnya siswa-siswi kelas 6 dan TK memasuki tempat acara. Mereka duduk di tempat duduk yang sudah tersedia. Posisinya, siswa-siswi TK menempati kursi paling depan dilanjutkan siswa-siswi SD. Mereka menempati tiga deret kursi utama. 

Disambung menyanyikan lagu Indonesia raya, murojaah siswa TK, murojaah siswa SD dan sambutan. Sambutan pertama disampaikan ustadzah Robi'ah Al Adawiyah selaku direktur tahfidz sekaligus mewakili yayasan. Sambutan kedua disampaikan ustadzah Widiya selaku kepala TKIT Baitul Quran. Sebagai pamungkas, kepala SDIT Baitul Quran: Ustadz Roni Ramlan tampil memberi sambutan sekaligus launching buku antologi kedua karya kolaborasi guru dan siswa. 

Acara inti dimulai. Para siswa dipanggil satu-persatu menuju panggung. Siswa TK mendapatkan posisi terdepan. Kepala sekolah TK mengalungi gordon, direktur tahfidz memakaikan mahkota sedangkan ketua yayasan bertugas menyalami. Hal yang sama juga berlaku dalam prosesi siswa SD. Perbedaannya, pada sesi ini ketua yayasan mendapatkan tugas memakaikan slempang. 

Prosesi selesai. Para siswa diarahkan untuk berfoto bersama dengan dewan guru di panggung sesuai jenjang. Tak ketinggalan, penganugerahan siswa terbaik dan peraih hafalan terbanyak diumumkan. Ananda Alana tampil sebagai siswa terbaik di jenjang TK. Sementara dari jenjang SD, ananda Hisyam meraih penghargaan siswa terbaik umum dan ananda Nayla dinobatkan peraih hafalan terbanyak. 

Tak ketinggalan, yayasan pun turut memberikan penghargaan kepada Nayla sebesar Rp. 2.500.000 karena telah meraih hafalan sebanyak 9 juz 12 halaman. Hal ini dilakukan mengingat yayasan menjanjikan reward kepada lulusan yang mencapai hafalan minimal 7 juz. Setiap lulusan yang hafal minimal 7 juz akan mendapatkan uang pembinaan Rp. 1.000.000. Lulusan yang hafal 8 juz mendapat uang pembinaan Rp. 2.000.000. Ada pun siswa lulusan yang mencapai hafalan 10 juz akan memperoleh uang pembinaan Rp. 3.000.000.

Perlu diketahui bersama bahwa ini kali perdana ada lulusan yang menembus target yayasan. Tahun ini pula momentum perdana TK dan SD Baitul Quran menghelat akhirussanah bersama. Biasanya, masing-masing satuan melaksanakan prosesi di waktu dan hari yang berbeda. Meski kemudian lebih sering menggunakan tempat yang sama, yakni aula SD. 

Sesi penganugerahan usai. Acara selanjutnya adalah prosesi sungkeman. Saat sungkeman para siswa memakaikan mahkota di kepala orang tua sebagai simbol kemuliaan yang dianugerahkan smag anak. Untuk beberapa saat, haru biru sempat mewarnai momentum ini. 

Sebagai penyempurna acara, ibunda ananda Sabiq: Ibu Lusty tampil memberikan sambutan mewakili wali siswa kelas 6. Begitu juga dari lulusan, ananda Nabila tampil memberikan ucapan terima kasih sekaligus pesan dan kesan.  

Alhamdulillah, rangkaian acara akhirussanah berjalan dengan lancar tanpa kekurangan apa pun. Sebagai bentuk syukur, senantiasa mengharapkan berkah dan ridha Allah SWT acara dipungkas dengan memanjatkan doa. Ustadz Rizki Romi Faisal, S. Pd. I tampil membumbungkan doa. 

Acara selesai, masing-masing siswa antre mengambil rapor, cenderamata dan konsumsi. Kebetulan, sesi foto kenang-kenangan bersama orang tua telah dilakukan sebelum acara dimulai. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...