Langsung ke konten utama

Merawat Jejaring Ala Kang Ajip


Dokpri flyer Daras Buku Surat-surat Ti Jepang Karya Kang Ajip Rosidi

Daras Buku Surat-surat Ti Jepang seri 1 memasuki edisi kedua. Sesi ini (insyaallah) akan mengulas 2 surat, yakni surat yang ditujukan kepada R. Sadeli Winantareja dan H. I. Martalogawa. Dua surat yang ditulis beriringan, 26-27 Juni 1980 di Kyoto. 

R. Sadeli merupakan kawan Kang Ajip di Purwakarta. Ia merupakan seorang perwira. Status abdi negara menjadikan mereka jarang bersua namun silaturahmi di antara keduanya terus terjaga. Saat Kang Ajip berada di Bandung, di Jakarta ataupun di kampung halaman terkadang berkunjung ke rumahnya. 

Sedangkan saat bermukim di negeri Sakura, surat-surat berbahasa Sunda dilayangkan sebagai tanda cinta. Komunikasi di antara keduanya langgeng. Jarak bukan penghalang untuk menyambung persahabatan. "Teu paremeun obor", istilah Sunda menyebut. 

Hal yang sama juga Kang Ajip lakukan kepada H. I. Martalogawa. Seorang sahabat yang tinggal di Jakarta. Sahabat yang memang aktif dalam kepengarangan dan publikasi. 

Lelaki yang kerap dipanggil Kang Adang oleh Kang Ajip ini merupakan bagian dari pendiri Yayasan Rancage. Yayasan pemberi anugerah pada karya sastra dan penulis bebahasa daerah. Dimulai dari karya sastra berbahasa Sunda, Jawa, Bali, Kalimantan, Lampung hingga Banjar. 

Bahkan saat Kang Ajip merasa kelabakan meng-cover pembiayaan untuk hadiah Rancage, Kang Adang tampil sebagai donatur gelap. Disebut gelap, karena memang namanya tak pernah ingin disebutkan sebagai donatur penganugerahan Rancage. 

Ia juga partner Kang Ajip dalam mendirikan penerbit Girimukti Pasaka. Tak hanya itu, Kang Ajip dan Kang Adang juga sempat bermufakat untuk membeli hak cipta Kamus Bahasa Sunda yang disusun oleh R. Satjadibrata. Bagi Kang Ajip, Kamus itu lahir dari proses kerja yang tidak biasa. 

Yang istimewa setiap kata yang termuat dalam kamus adalah hasil tenemuan langsung di lapangan. R. Satjadibrata turun langsung menyusuri daerah-daerah akar rumput pengguna bahasa Sunda. Ia menggunakan metode etnografi dengan memadukan teknik snowball dan wawancara dalam menggali data. 

Setiap data yang didapat lantas diuji dan dikaji. Setiap kata yang telah terkonfirmasi dengan baik oleh pengguna barulah diketik manual melalui mesin ketik. Untuk memastikan perkembangan bahasa, disebutkan, R. Satjadibrata tak segan memantau interaksi masyarakat Sunda secara berkala. Jikalau terbukti terdapat penambahan kata baru di masyarakat maka akan diketik dan diselipkan pada bagian sesuai abjad. 

Sedikit bocoran tersebut setidaknya memberi gambaran tentang sosok seperti apa yang disurati Kang Ajip. Dua sosok yang berbeda profesi namun sepakat dalam hal kebaikan Kang Ajip. Dua sosok yang tidak terasa turut berkontribusi merawat semangat dan rindu Kang Ajip melalui sepucuk surat. 

Lantas, seperti apakah isi surat ke-dua dan ke-tiga Surat-surat Ti Jepang? Apakah persoalan yang didedah dalam surat bersifat krusial dan mendalam? Atau malah surat-surat tersebut hendak mengkonfirmasi semangat zaman yang sedang Kang Ajip sumat?  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...