Langsung ke konten utama

Ngaji Literasi Sesi 5: Bersyukur dan Temukan Keindahannya

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 5 karya Bang Woks)

Alhamdulillah wasyukurillah, nafas panjang menebar spirit literasi untuk melanjutkan langkah berikutnya telah terpancangkan. Ngaji literasi edisi 4 telah rampung dihelat, siaran ulangnya dapat disaksikan di akun Instagram saya, dan kini kami berbenah dan menyiapkan diri untuk perhelatan ngaji literasi edisi 5.

Terhitung, seminggu yang akan datang, SPK Tulungagung insyaallah akan kembali menghelat ngaji literasi edisi 5 dengan fokus membedah buku solo terbaru salah satu anggota SPK Tulungagung, Pak Suprianto. 

Pak Suprianto merupakan kepala sekolah Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda di Kalidawir. Selain itu beliau juga ketua RT di lingkungan Sumberdadi, Imam besar di masjid Besar Al Husna, dan aktif mengajar TPQ di masjid Al Husna setiap sore hari serta aktif dalam organisasi ke-NU-an.

Yang luar biasa dan sosok representatif yang harus kita teladani adalah, beliau Istikamah menulis 5 paragraf setiap hari. Bahkan jika tilik lebih lanjut, semua buku solonya lahir dari konsisteni kreativitas jari-jemarinya merangkai kata. Bukankah sesuatu hal yang luar biasa, di tengah-tengah kesibukannya yang merayap namun beliau tetap produktif menulis? 

Tidak sedikit pula buku-buku solonya bersinggungan dengan kesibukan yang beliau geliuti. Buku terbarunya yang berjudul Dari Mihrab ke Mihrab misalnya, tak lain merupakan refleksi dari rutinitas beliau menjadi Khotib salat Jumat di masjid Al Husna. Buku Dari Mihrab ke Mihrab sendiri adalah buku solo keempat  beliau yang diterbitkan bersamaan dengan buku Bersyukur dan Temukan Keindahannya.

Sepengetahuan saya--setelah sekilas membaca dan mencicipi bukunya secara langsung--buku yang berjudul Bersyukur dan Temukan Keindahannya merupakan buku besutan dari penerbit Akademia Pustaka yang terbit pada bulan Februari tahun ini, 2023. Dua bulan yang lalu. Tanggal kelahiran yang dapat dikatakan masih ranum. 

Tidak hanya ranum, saya kira ngaji literasi edisi 5 ini juga merupakan kali perdana buku terbaru buah kreativitas kelima dari Pak Pri (sapaan akrab untuk penulis) dibedah. Dan ini adalah kudapan yang sangat pas untuk kita nikmati setelah selesai mendirikan salat tarawih di bulan suci Ramadan tahun ini.

Berkaitan dengan konteks bersyukur, tentu akan ada beragam cara khalayak ramai berusaha mengekspresikan rasa syukur. Jika mengutip pandangan Syaikh Ali Jaber (alm.), bahkan tatkala kita mendapatkan satu musibah yang pertama kali harus kita ucapkan adalah kalimat syukur: Alhamdulillah. 

Alhamdulillah karena kita masih bisa diberi kesempatan merasakan sakit. Sebaliknya, mungkin kita akan bersedu sedan yang tak ada putusnya manakala sudah tak memiliki rasa dan tak mampu merasakan kegetiran diri lagi. Hal yang demikian menegaskan, bahwa betapa berharganya nikmat sehat. Sehat merupakan nikmat fundamentalis yang kerap kita lupakan. 

Kadang kita acuh tak acuh dan permisif bahwa bernafas, dapat melihat, mendengar dan merasakan itu adalah nikmat. Nikmat yang banyak kita remehkan kehadirannya. Pun kita akan terhiyak dan terbelalak kesadarannya manakala nikmat itu sedang diuji dengan sakit atau bahkan diambil kembali oleh Sang Empunya. 

Gus Nadirsyah Hosen dalam bukunya Mari Bicara Iman (2011) menyebutkan, "Bukanlah disebut pecinta sejati jika tidak tahan menderita akibat pukulan kekasihnya", (hal. 140). Yang demikian menegaskan bahwa datangnya musibah tidak lain adalah sebuah ekspresi cinta dari Allah yang selaiknya kita terima dengan penuh suka cita. Bukankah hidup itu sendiri adalah nikmat yang tiada tara? Sebab dengan hidup ada banyak kebaikan yang dapat dipetik.

Pertanyaan mendasarnya, bagaimana algoritma syukur versi buku tersebut? Apakah ada hierarki dari bentuk rasa syukur? Ekspresi rasa syukur itu mampukah bekerja secara mandiri atau memang seperti halnya yang ditegaskan Prof. Abad--yang kerap kita sapa dengan Abah--dalam pengantarnya, bahwa syukur senantiasa bergandengan tangan dengan konsepsi bahagia? 

Deretan pertanyaan yang tentunya hanya akan terjawab dalam perhelatan ngaji literasi sesi 5. Untuk itu, mari kita ikuti dan simak secara saksama ngaji literasi edisi mendekat penghujung bulan suci Ramadan ini. Jangan lupa dicatat, acaranya Jum'at, 14 April 2023. Pukul 20.10 WIB. Live streaming lewat akun Instagram dewar_alhafiz. 

Ohya, untuk ngaji literasi sesi 5 ini insyaallah akan dipandu (dimoderatori) oleh Bang Woks. Sosok yang kita kenal sebagai pencetus dari Woks Institut. Ini merupakan kali ketiga Bang Woks menjadi moderator dalam perhelatan ngaji literasi. Setelah sebelumnya bergantian dengan saya. 

Salam literasi. 

Tulungagung, 8 April 2023


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...