Langsung ke konten utama

Alasan dan Tujuan Risalah Ramadhan

(Dokpri flyer himpunan Risalah Ramadhan yang didesain Bang Woks)

Risalah Ramadhan dirancang bukan di ruang yang hampa, sehingga terdapat beberapa alasan dan tujuan yang melambari ide itu harus direalisasikan. Alasan pertama, Ramadan adalah momentum perubahan diri. Muhammad Irfan Helmy dalam buku Cermin Muslim menegaskan bahwa tidak ada alasan seorang muslim tidak mengagungkan Ramadan. Hal itu terjadi karena Ramadan adalah sayyid al-syuhur, bulan istimewa dan penuh berkah. Maka tak ayal jika kemudian Ramadan dinisbatkan sebagai momentum perubahan diri. 

Perubahan berlangsung melalui proses penempaan diri selama Ramadan yang menumbuhkan kekuatan untuk terlepas dari kekang keburukan yang terbenam di dalam diri sehingga setiap muslim mampu reorientasi menuju fitrah manusia yang hakiki. Entitas hamba yang suci. Memaksimalkan ibadah pada bulan Ramadan adalah salah satu upaya yang dipandang ampuh untuk mencapai perubahan diri. Mengkaji pengetahuan agama utamanya tentang Ramadan itu sendiri adalah satu bentuk aktivitas keutamaan, (2020: 60-62). 

Bentuk aktivitas keutamaan tersebut termasuk di dalamnya tatkala kita memanfaatkan Ramadan sebagai ajang mengkaji-melatih kemampuan dalam berliterasi: menumpahkan renungan, gagasan dan pemikiran melalui tulisan. Selain terhindar dari keburukan, melalui aktivitas mengkaji dan menulis, tentu Ramadan yang kita jalani akan kian terasa istimewa tatkala mampu meng-upgrade kapasitas diri sekaligus meninggalkan jejak yang baik. Utamanya memberikan kemanfaatan kepada khalayak ramai. Sebagaimana dalam hadits disebutkan: "Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi yang lain". 

Perubahan diri tersebut tentu tidak akan bermakna jika terhenti pada level sementara. Terhenti seiring berakhirnya bulan suci Ramadan. Maka perubahan diri yang baik adalah yang istikamah dan terdisiplinkan. Dalam hal ini saya sepakat dengan pendangan Prof. Naim (2023: 6-7) yang mengutip Turner dan Asad (1994) bahwa puasa adalah contoh konkret ibadah yang sarat dengan kedisiplinan. Ajaran yang menempa setiap diri pemeluknya untuk disiplin sehingga menjadi kepribadian yang bersangkutan. 

Tradisi mengkaji dan menulis yang dilakukan selama Ramadan ini yang berusaha dipancangkan kuat dalam setiap pribadi--baik kontributor tulisan dan khalayak pembaca--yang memungkinkan rangkaian edisi Risalah Ramadhan yang ditawarkan menjadi inspirasi. Selain menaruh harapan besar mampu menambah kuantitas "manusia langka", menambah ghirah kemanfaatan atas menggeluti dunia literasi terhadap sesama juga mampu menjadi jembatan dalam meningkatkan kedisiplinan diri dalam menulis-berkarya kawan-kawan anggota SPK Tulungagung. Inilah yang saya sebut sebagai alasan yang kedua. 

Adapun untuk mendedahkan alasan yang ketiga saya ingin meminjam pandangan Jalaluddin Rakhmat terkait pesan moral puasa sebagaimana dalam Madrasah Ruhaniah (2005: 41-44). Menurut beliau, jika merujuk pada hadits Nabi SAW makna puasa bukan semata-mata menjalankan syariat Islam seperti ketentuan fiqih, melainkan turut memunculkan kesadaran sosial, menyambung tali persaudaraan dan mengembalikan ruh pada kesucian. 

Semangat yang tersemat dalam makna puasa sebagai ajang memunculkan kesadaran sosial dan menyambung tali persaudaraan inilah yang berusaha dibumikan dalam program Risalah Ramadhan. Tentu semangat memunculkan kesadaran sosial dan menyambung tali persaudaraan dalam konteks ini lebih sempit dan sederhana. 

Jika dalam konteks puasa Ramadan kesadaran sosial determinasi pada kemerdekaan kaum mustadafin yang kompleks: pemenuhan kesejahteraan dan keadilan yang bersifat dhohir, maka kesadaran sosial yang termuat dalam Risalah Ramadhan lebih banyak menyasar pada asas pengetahuan sekaligus pengalaman personal sehingga merekognisi dan merekondisi pemahaman atas keadaan sosial. Perubahan paradigma atas pentingnya tradisi melek literasi untuk menghadapi rentetan sosial adalah tujuannya. 

Ada pun konteks menyambung tali persaudaraan dalam hal ini fokus mengindentifikasi semua anggota SPK Tulungagung untuk saling mengenal dan mengakrabi. Dengan adanya program Risalah Ramadhan ini tentu satu sama lain akan lebih mudah mengenal siapa saja anggota keluarga lainnya yang sama-sama bernaung di rumah yang sama. Bukan hanya mengenal nama, namun juga wajah, latar belakang, karakteristik dan corak berpikir yang dapat diamati melalui jamuan karya tulisannya. Yang demikian berlaku untuk para anggota SPK yang telah berkontribusi. 

Sementara tujuan utama dari Risalah Ramadhan adalah menyadarkan kembali masing-masing anggota bahwa SPK Tulungagung adalah rumah tercinta yang harus dirawat dan dimaksimalkan betul fungsi sekaligus manfaatnya untuk pemberdayaan kapasitas diri. Rumah bersama untuk terus berproses, berdaya dan menempa geliat literasi dengan cara bersinergi. Namun demikian SPK bukan sekadar zona nyaman berdiam diri tapi juga klinik yang dalam waktu bersamaan mampu menjadi tempat bernaung sekaligus "menyembuhkan" penyakit kambuhan satu sama lain dikala mengalami fluktuatif bahkan kebuntuan semangat berkarya. 

Selaiknya rumah maka harus ada interaksi, partisipasi dan perasaan saling memiliki yang diekspresikan seluruh penghuni sebagai bagian di dalamnya. Saling berbagi informasi, bertegur sapa, dan bertukar gagasan sudah seharusnya menjadi hidangan bersama. Acuh tak acuh, tak berpartisipasi dan berdiam diri tak bergeming saya kira adalah sikap yang harus kita tinggalkan bersama. Mari belajar, berproses dan terus bersinergi untuk terus menata langkah dengan bergandengan tangan merupakan solusi jitu yang harus kita lakukan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...