Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2024

Kopdar sebagai Ajang Merekatkan Ikatan Kekeluargaan

Dokpri saat mengikuti Kopdar RVL ke-3 di BBGP Jawa Timur di Batu, Malang. Perlu ditegaskan di awal, bahwa ulasan di bawah ini adalah bagian dari tulisan yang berjudul Lima Alasan Mengapa Saya Ikut Kopdar. Semua akan saya sajikan secara terpisah. Mengingat   pembahasan sedikit agak panjang . Selamat membaca! **** Dari ulasan Penantian Kopdar kita belajar bahwa mengembangakan potensi literasi diri butuh perjuangan. Perjuangan yang menegaskan diri bahwa kita sungguh-sungguh terhadap apa yang menjadi hobi dan dicita-citakan. Sikap gigih, mau terus berproses dan resiprokal terhadap dinamika pengetahuan adalah denyut nadi perjuangan yang digelorakan.  Tak terkecuali pengorbanan materiil, waktu dan kesempatan dihitung sebagai salah satu bentuk pengejawantahan dari perjuangan yang dilakukan. Hal ini senada dengan peribahasa: "Tidak ada proses yang membohongi hasil". Ketidaktakutan kehilangan materil-non materil inilah simbol betapa pentingnya mengupayakan diri untuk terus berproses.

Memudarnya Pengorbanan dalam Menulis

Gambar hasil save dari Facebook  Dalam menjalani hidup di dunia manusia memang lekat akan pengorbanan. Hal yang sama juga berlaku tatkala Anda berusaha mengembangkan potensi literasi di dalam diri. Untuk meningkatkan kualitas, kapasitas dan kompetensi diri dalam dunia literasi butuh pengorbanan yang tidak mudah. Tidak hanya tidak mudah namun juga tidak murah.  Tidak mudah karena sangat dimungkinkan prosesnya akan panjang, terjal dan jatuh bangun. Seorang yang belajar menjadi penulis akan berkali-kali gagal dalam menuangkan ide dengan tepat dan baik. Maksud hati membuat diksi "mengigit" namun tak jarang jatuhnya terjebak dalam permainan kata yang pelik. Gaya bahasanya mulekisasi dari awal hingga buntut. Andai kata tulisan itu jadi terkadang logika berpikirnya tidak runtut. Belum ditambah dengan typo di banyak tempat.  Rentetan kegagalan itu tentu menguras energi di dalam diri, utamanya pikiran dan mental. Akan tetapi pembelajar yang baik senantiasa belajar dari setiap kesalaha

Kopdar RVL I am Coming

Dokpri twibone Kopdar RVL ke-3  Kopdar RVL ke-3 adalah salah satu agenda yang saya nantikan. Dinantikan karena memang saya meyakini selama kegitan itu berlangsung pasti akan adanya berbagai hal positif yang menghampiri diri. Persis seperti yang saya rasakan tatkala menjadi bagian dari kopdar RVL ke-2 yang dihelat di Balai Besar Pengembangan Penjaminan Mutu Pendidikan Vokasi (BBPPMPV) Yogyakarta. Tentang hal itu telah saya abadikan dalam buku solo saya ke semblian: Dari Kopdar ke Kopdar .  Saking antusiasnya saya benar-benar menyiapkan berbagai persyaratan yang dibutuhkan. Alokasi dana, memilih transportasi hingga menandai tanggal perhelatan acara. Alokasi dana tentu berkaitan banyak dengan nominal harga pendaftaran setiap peserta, ongkos pulang pergi sampai dengan camilan pendamping selama menempuh perjalanan.  Tentang hal itu saya banyak belajar dari kopdar ke-2 di Yogyakarta, jangan sampai saya kelaparan manakala sudah tiba di lokasi acara. Sebab, di lokasi acara tidak mesti tersedia

Menjawab Filsuf Sejati

Dokpri: Cover Buku Tentang Mengapa  Siapa gerangan yang menganggap serius pertanyaan anak kecil selain kedua orang tuanya? Saya kira tidak ada. Tidak ada seorang pun yang memandang serius semua celetukkan anak kecil. Pertanyaan mendasar tentang suatu objek yang ada di sekitar tak lebih dipahami sebagai bentuk penasaran sesaat. Pertanyaan tentang perbedaan warna dan makhluk yang baru ditemuinya tak ubah sebatas bentuk ketertarikan.  Ketertarikan yang akan sirna seiring kelelahan menimpa diri. Ketertarikan sesaat yang dilupakan seiring berjalannya waktu. Bahkan ada asumsi liar yang diyakini akut: Jika hal yang sama dipertanyakan berkali-kali dimaknai sebagai ocehan semata. Karena ocehan maka boleh dijawab ataupun tidak. Rentetan pertanyaan random si kecil yang tumpah ruah ke muka itu tak lebih hiburan bagi siapa pun yang berada di dekatnya.  Tak cukup hanya bertanya dalam tataran ontologis, kian beranjak usia anak pertanyaan itu pun semakin kritis dan mendalam. Bisa dikatakan pertanyaann

Rezeki Karambol Penulis

Dokpri saat mengisi pelatihan esai di SMAN 2 Trenggalek  Tak sempat terlintas dalam benak bahwa saya bisa bertandang ke SMAN 2 Trenggalek. Salah satu sekolah istimewa jika ditinjau dari letak geografis. Istimewa karena keberadaannya di antara hamparan sawah yang hijau dan tegaknya bukit. Asri dan indah adalah dua kata yang saya kira benar-benar mampu melukiskan keadaan lingkungan sekitar sekolah.  Bisa bertandang ke sekolah tersebut tentu bukanlah suatu kebetulan. Bukan kebetulan karena saya murid, guru ataupun karyawan di sana melainkan dalam rangka menepati sepucuk undangan. Undangan untuk berbagi seputar esai dan editing naskah bersama segenap guru dan karyawan di lembaga tersebut.  Perlu ditegaskan di muka, sejujurnya, undangan tersebut ditujukkan khusus untuk Prof. Naim (sapaan akrab: Prof. Dr. Ngainun Naim, M. H. I.) akan tetapi di waktu yang bersamaan beliau memiliki agenda di Jakarta. Alhasil, beliau melimpahkan kesempatan itu kepada bang Woks. Bang Woks menandaskan, bahwa pros