Langsung ke konten utama

Urgensi Kadaritas Keimanan

Gambar dokpri 

Sebelum jauh menyentuh pembahasan, tampaknya harus ditegaskan di muka, bahwa tulisan ini merupakan seri lanjutan dari postingan sebelumnya yang berjudul Ma'rifat dan Tasdeq dalam Syahadatain.

***

Keyakinan dasariah hati itu selanjutnya dikenal sebagai iman. Untuk memupuk iman yang sehat--henteu owah gingsir (tidak berubah-ubah) sebagaimana disinggung pada bagian sebelumnya--maka diperlukan pedoman. Pedoman itu disebut dengan rukun iman. Rukun iman dalam Islam ada 6: Iman kepada Allah SWT, iman kepada malaikat, iman kepada kitabullah, iman kepada Rasulullah, iman kepada hari akhir (kiamat), serta iman kepada qadha dan qadar. 

Rukun iman tersebut dirumuskan berdasarkan dalil-dalil naqli dan aqli. Dalil naqli merujuk pada diktum firman yang terkandung dalam mukjizat agung nabi Muhammad SAW, Al-Qur'an. Ditambah dengan Sunnah dan Hadits yang bersanad langsung kepada Rasulullah SAW. Ada pun dalil aqli banyak bertumpu pada konsekuensi logis dari hasil kerja akal. Seperti halnya mufakat para mutakalimin, ijma' jumhur ulama, ijtihad dan lainnya. 

Jika merujuk pada kitab-kitab klasik (kuning) seperti Safinatun najah, Sulam Munajat, dan Tizan Dharurri serta Aqidatul Awam concern pembahasan tentang keimanan itu di antaranya: Dzat, sifat-sifat (wajib, mustahil dan jaiz), jumlah para malaikat, para nabi dan rasul yang wajib diketahui, sifat wajib dan mustahil bagi Rasul, nama yang baik bagi Allah SWT (Asmaul Husna) serta lain sebagainya. 

Semuanya menukil ayat-ayat mutasabihah. Utamanya morfisme dalam hal yang gaib. Terkait dengan hal itu dalam surah Al-Baqarah ayat 3 disebutkan: "(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib,.." Term yang gaib itu tentu saja meliputi Tuhan, malaikat, dan qada serta qadar. 

Berlambar pada deskripsi di atas, maka tak ayal jika kemudian rukun iman banyak bekerja dalam urusan menata sikap dan keadaan hati (zauq). Menata hati supaya dijauhkan dari bujuk-rayu hawa nafsu. Hawa nafsu sendiri merupakan tempat bersemayamnya setan. Tempat di mana berbagai macam godaan diletakkan. 

Hawa nafsu yang terus diliarkan di hati akan menjerumuskan manusia yang bersangkutan pada jurang kehinaan dan kebinasaan. Hati yang dikuasai hawa nafsu akan gelap dan menjadi keras. Di saat itulah keimanan manusia diuji. Dalam ujian itu apakah manusia akan dengan segera taubat atau malah kian binal. Nihilitas kebaikan yang timbul dari dalam dirinya. 

Kendati begitu bukan berarti pula kita (manusia) serta merta harus membunuh total eksistensi hawa nafsu di dalam diri. Sebab, manusia hidup memerlukan nafsu. Nafsu yang dapat dikontrol dengan baik. Nafsu tumbuhan, hewan dan manusia itu sendiri sebagai hayyawanun natiq. Determinasi nafsu mana yang lebih dominan di dalam diri manusia akan menentukan akhlak seperti apa yang ditampilkannya. 

Tentang hal ini banyak disinggung oleh filsuf Islam, seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Shina, sampai dengan Ibnu Miskawaih. Bahkan lebih lanjut disebutkan, hanya hati yang mampu dikontrol dengan baik yang akan menampilkan Akhlakul Karimah. Akhlakul Karimah, mahmudah dan mutmainnah akan menjadi karakter seseorang yang imannya tumbuh subur. Itu artinya seseorang itu mampu menipiskan kekang nafsu yang tidak pernah mampu dipisahkan.

Sementara rukun iman banyak berkutat dalam urusan hati, maka rukun Islam banyak berkerja secara aksi. Apa yang telah dimani harus diejawantahkan dalam menghayati berbagai ritus syari'at Islam.  Rukun iman tidak pernah bisa dipisahkan dengan rukun Islam, karena keduanya saling menyempurnakan. Seperti halnya yang telah kita ketahui bersama, setiap rukun Islam yang dijalankan: Syahadat, Salat, Zakat, Puasa dan Haji harus dilandasi keimanan sesuai porsi dan maqamnya.

Tulungagung, 15 Januari 2024

Komentar

  1. Tertarik sama yang di atas....Berpikirlah baik terhadap orang lain seolah-olah mereka semua baik, dan percayalah pada diri sendiri seolah-olah tidak ada kebaikan pada orang lain.... kerenn

    BalasHapus
    Balasan

    1. أحسن الظن بالناس كأنهم كلهم خير ، وأعتمد على نفسك كأنه لا خير في الناس."

      Berbaiksangkalah kepada manusia seolah-olah mereka semua adalah orang baik, sedang kan dirimu berpegang lah seolah-olah engkau tak memiliki kebaikan terhadap orang lain

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...