Langsung ke konten utama

Batalnya Syahadat Syar'an

Dokpri: gambar hanya ilustrasi

Tulisan ini merupakan seri lanjutan dari tulisan sebelumnya yang berjudul Menilik Syahadat Syar'an. Topik pembahasan yang diusung masih berkorelasi erat tentang Syahadat Syar'an dalam konteks manfaat dan dampak bagi pengikrarnya. Perbedaan mendasarnya, tulisan kali ini lebih concern pada penghukuman atas batalnya Syahadat Syar'an.

Tidak berbeda jauh dengan metode pembahasan sebelumnya, pertama penulis akan menyuguhkan 5 bait nadom sesuai teks aslinya dalam bahasa Sunda. Kedua, kemudian Nadom itu akan diterjemahkan secara bebas ke dalam bahasa Indonesia. Selebihnya, penulis akan berusaha memberi sedikit penjelasan atau menafsiri tentang isi kandungan dalam nadom tersebut. 


Kanjeng Nabi tos nyaurkeun

Anjeun kudu ngahukuman 

Ku dzohirna caritaan

Jeung dzohirna kalakuan


(Kanjeng Nabi sudah menyabdakan

Kamu harus menghukumi

Dengan tampaknya perkataan

Dan tampaknya kelakuan)


Jeung teu kudu ngahukuman 

Nu dina hate disimpen

Da taya nu uningaeun 

Salianti dzat pangeran


(Dan tidak harus menghukumi

Yang disembunyikan di dalam hati

Sebab tidak ada yang mengetahui

Kecuali dzat Allah SWT)


Lamun dzohir kalakuan

Atawa dzohir ucapan

Aya anu ngabatalkeun

Nu disebut pamurtadan


(Apabila tampak kelakuan

Atau tampak ucapan

Ada yang membatalkan

Yang disebut pemurtadan)


Batal syahadat Syar'anna

Sanajan ngucapkeunnana

Kana kecap syahadatna

Laku ucap nu murtadna


(Batal syahadat Syar'annya

Meski mengucapkannya

Pada lafal syahadatnya

Bentuk perkataan yang memurtadkan)


Kaya asup ka gereja

Dibarengan ku ngahaja

Atawa nyembah berhala

Kaya patung nu baheula


(Seperti masuk ke gereja

Dilakukan dengan sengaja

Atau menyembah berhala

Seperti patung masa silam)

Dari nadom di atas kita banyak belajar bahwa, keimanan seseorang dapat dinilai dari bentuk perkataan dan perbuatannya. Yang demikian sebagaimana disabdakan Nabi Muhammad SAW. Maksudnya seperti apa? Maksudnya, apakah perkataannya benar atau dusta; dapat dipercaya atau khianat; sesuai amanah atau culas; penuh kebajikan atau kebakhilan. 

Jauh lebih penting daripada itu, apakah  yang ia katakan sudah sesuai dengan apa yang dilakukan atau tidak. Sinergitas antara perkataan dan perbuatan menjadi pertimbangan utama. Sebab, jika tidak ada sinergitas di antara keduanya, yang ada sia-sia belaka. Bahkan dalam hadits dikategorikan sebagai orang munafik. 

Sadar atau pun tidak, perkataan dan perbuatan termasuk dua dimensi yang dapat dihukumi sekaligus dinilai dari seseorang. Karena keduanya dapat diindentifikasi melalui panca indera, hati dan akal manusia. Ada bentuk yang tampak dan dapat didokumentasikan, sehingga dapat disebut sebagai serpihan kaca terhadap pelaku yang mengerjakan. 

Lain halnya dengan segala sesuatu yang terbenam, disimpan atau disembunyikan di dalam hati seseorang, hal itu tidak dapat dinilai dan terkena hukum. Sebab tidak ada satu pun yang mafhum atas kepastian dan pengetahuan yang benar kecuali yang bersangkutan dan Allah SWT. Maka tak ayal jika peribahasa menyebutkan: "Sedalam-dalamnya lautan, masih bisa diselami. Namun sedangkal-dangkalnya isi hati seseorang, sangat sukar untuk dipahami."

Begitu pula yang terjadi tatkala seseorang mengucapkan Syahadatain. Apakah yang bersangkutan melafalkan huruf demi huruf penuh dengan penghayatan atau sebatas berhenti di tenggorokan, hanya pelaku dan Allah SWT yang mafhum. Maka, hemat saya, sudah benar jika yang dihukumi adalah apa yang tampak dari dalam dirinya. 

Meski begitu, dalam praktiknya, syahadat Syar'an bisa batal dengan melakukan pemurtadan. Murtad berarti membuang iman, mengingkari iman. Bentuk murtad bermacam-macam: murtad i'tikad (tekad), murtad perkataan dan murtad perbuatan. Dengan melakukan salah satu bentuk kemurtadan tersebut berarti syahadat Syar'annya batal. Bahkan yang bersangkutan sudah keluar dari Islam. 

Disebutkan dalam nadom, contoh kemurtadan tersebut di antaranya yaitu dengan sengaja masuk ke dalam gereja atau menyembah berhala seperti dalam kisah umat Nabi Ibrahim as. Lain halnya dengan murtad ucapan seperti merampal doa atau lafal ibadah agama lain.

Sementara bentuk murtad i'tikad, contohnya berniat berpindah agama di dalam hati. Meski niat itu tidak teraktualisasikan dalam perkataan yang sharih dan mewujud perbuatan konkret, hal itu sudah termasuk murtad. Termasuk, tatkala kita sakit meyakini bahwa yang menyembuhkan berbagai penyakit adalah obat, bukan Allah SWT. 

Akhir kata, sebagai pamungkas mari kita berdoa bersama, semoga kita semua dijauhkan dari berbagai bentuk kemurtadan. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita semua Istikamah memeluk dinnul Islam. Amin. 

Tulungagung, 17 Januari 2024

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...