Langsung ke konten utama

Ruang Domestik dan Banyolan Kopdar

Dokpri Peserta Kopdar SPK Tulungagung 

Pecah telur, sejarah baru telah SPK Tulungagung torehkan di kediaman Prof. Ngainun Naim, tepatnya di perumahan BMW Permadani Bago. Belakangan saya baru mafhum bahwa itu merupakan rumah singgah sekaligus tempat jihad putra sulung Prof. Naim selama kuliah di UIN SATU. Kopdar perdana yang sempat tertunda dalam rentang waktu satu tahun akhirnya terwujudkan. Bahagia bercampur haru menyelimuti diri saya dalam satu waktu.

Terselenggaranya kopdar perdana SPK Tulungagung tersebut tidak terwujud dalam ruang yang hampa, melainkan puncak akumulasi dari berbagai pengorbanan dan rencana yang telah disusun sedemikian rupa. Ada mini panitia, hasrat dan gagasan visioner yang menginisiasi betapa pentingnya kopdar itu diwujudkan. Jika boleh jujur, saya dan bang Woks banyak berdiskusi--bertukar gagasan dan usulan--tentang persiapan kopdar ini. Sedangkan kos-kosan saya menjadi saksi bisu sejarah.

Secara spesifik, bang Woks berjasa dalam menentukan tema yang diusung dan membuat flyer kopdar. Memang dalam urusan merangkai kata ia ahlinya. Tidak sedikit ide-ide ciamik untuk nama kegiatan SPK Tulungagung yang kontekstual muncul dari kepalanya. Sebutkan saja Risalah Ramadhan, Jendela Akasara, dan Ngaji Literasi, itu semua merupakan nama program hasil renungan bang Woks.

Berseberangan dengan itu, saya sendiri lebih dominan dalam hal teknis. Membuat konsep pelaksanaan program, mind mapping dan road map acara sedetail mungkin, manajemen keuangan sampai dengan berperan sebagai humas. Hampir dalam setiap program yang dicetuskan SPK Tulungagung saya mengambil porsi dan peran yang sama. Tak terkecuali dalam agenda kopdar kemarin.

Kendati demikian tidak serta merta keputusan itu diambil sepihak. Kami putuskan berdua. Inisiasi program tersebut, termasuk perhelatan kopdar perdana SPK Tulungagung, selalu berusaha kami informasikan dan diskusikan bersama dengan pengurus yang lain. Tentu dalam pelaksanaannya hanya pengurus yang mau dan masih aktif saja yang dikonfirmasi. Dalam prakteknya, saya lebih sering japri   kepada pengurus yang dirasa mampu dan bersedia mengemban tugas.

Pola yang sama juga kami terapkan tatkala hendak sowan ke ndalem Prof. Naim di Trenggalek setahun yang lalu. Kami membentuk mini panitia untuk kepentingan menyongsong kopdar. Beberapa persoalan kami ikat kuat-kuat di kepala. Ada beberapa hal yang harus kami tumpahkan dihadapan beliau. Saya dan  bang Woks berboncengan satu motor. Sedangkan Om Thoriq menyusul belakangan.

Masih terbersit jelas dalam ingatan saya, kala itu kami berangkat selepas dhuhur. Kebetulan musimnya adalah musim penghujan, sehingga saya harus mempersiapkan dua mantel di bagasi motor. Bang Woks saya bonceng. Ia sibuk menenteng keranjang buah di belakang. Sepanjang perjalanan itu pula banyak cerita yang kami bahas. Raut gembira terlukis jelas di wajah kami. Kami akan segera mendapatkan jawaban terkait kopdar dalam waktu dekat.

Terkait seperti apa isi dan semangat yang membuncah takala sowan, sebenarnya telah saya ulas dalam 2 tulisan sebelumnya di bulan Juni 2022. Tepatnya, tanggal 6 dan 7 Juni 2022. Jika penasaran, silakan mampir pada postingan yang berjudul Catatan Perjalanan Sowan dan Poin-poin Penting Hasil Sowan di alamat blogspot pribadi saya: dewaralhafiz.blogspot.com.

Sowan telah menjadi kenangan namun niatan untuk kopdar tidak pernah terwujudkan. Ada asumsi ketakutan akut yang berkeliaran, bahwa kopdar itu tidak akan berhasil mengumpulkan anggota dalam skala besar. Kegamangan itu berhasil disempurnakan oleh Pandemi Covid-19 yang masih saja menjadi hantu yang bergentayangan. Tentu saja ini adalah kilah yang paling logis dan dima'fu selain  kesibukan yang berhasil menjegal masing-masing anggota.

Fakta menarik ini pula yang kemudian menjadi bahan banyolan Prof. Naim saat memberikan wejangan dalam kopdar. Kelakar banyolan yang tersuguh di antara "penjabat teras" (meminjam istilah yang ditegaskan Prof. Naim) saat kopdar SPK Tulungagung masih saja jelas terngiang di kedua telinga saya. Banyolan yang benar-benar mampu memancing gelak tawa jiwa-jiwa yang sempat kikuk.

Ada kesadaran personal yang terkondisikan dalam diri seorang ekspert bahwa dagelan, humor atau banyolan adalah bumbu rahasia yang harus digalakan; bagian yang tidak dapat dipisahkan; modal penting untuk menghidupkan-mengendalikan berbagai suasana. Ketegangan dalam menjalani kehidupan secara personal jangan sampai menjadi arus utama dalam menghadapi berbagai keadaan.

Poin penting yang sedang diproyeksikan  dalam konteks ini adalah seberapa besar kemampuan kita memanajemen permasalahan. Semakin handal kita meminimalisir dan tidak mencampuradukkan urusan pribadi dengan kemaslahatan umat maka semakin tinggi pula kemungkinan untuk menjadi lentera. Lentera dalam artian  memberi kebaikan dan kebahagiaan bagi sesama. Tentu, menebar senyuman adalah kunci utamanya.

Jika diamati lebih jauh maka kita akan menemukan satu rumusan penting dalam menghadapi berbagai suasana. Hadapilah berbagai keadaan dengan senyuman maka kebaikan akan menghampiri diri kita. Kebaikan yang kemudian akan membuat orang lain merasa nyaman, beruntung dan senang hati menjadi bagian dari lingkungan yang mengitarinya. Jadi bukan keadaan semata-mata yang membuat kita baik dan senang, melainkan diri kita sendiri yang menciptakannya.

Adalah fakta jika disebutkan semakin ekspert dan berilmu seseorang maka akan semakin gayeng seseorang menebar humor. Seakan-akan humor adalah menu wajib dalam setiap momentum yang melibatkan yang bersangkutan. Sebagai contoh representatif kita lihat bagaimana Jack Ma pemilik Alibaba Grup dalam menyampaikan gagasan dan pengalaman inspiratif hidupnya selalu menyampaikan pesan melalui humor. Begitu pula para stand up komedi terbaik yang dimiliki oleh kampus UIN SATU: mantan Rektor UIN SATU Prof. Dr. Maftukhin, M. Ag. dan Wakil Rektor UIN SATU Prof. Dr. Abad Badruzaman, M. Ag. yang kerap menyuguhkan dagelan dalam orasi ceramah ilmiahnya.

Banyolan memang menjadi amunisi terbaik dalam mencairkan berbagai macam keadaan. Orang yang cerdas senantiasa membungkus perihal yang musykil dalam bentuk yang sangat renyah. Metode penyampaian ini sangat penting jika dikaitkan dengan efektivitas materi yang disampaikan. Terkadang, materi dan perihal yang ndakik-ndakik (njlimet) akan mudah dicerna dengan baik manakala diselingi dengan humor.

Tulungagung, 26 Oktober 2023

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...