Langsung ke konten utama

Pentingnya Melestarikan Batik


Dokpri flyer ucapan selamat hari batik nasional 

Peringatan hari batik nasional tahun ini jatuh pada Senin, 2 Oktober 2023. Ya, tanggal 2 Oktober memang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai hari batik nasional. Yang berbeda dari tahun ke tahun hanya soal pergantian harinya saja. Kebetulan untuk tahun ini jatuh pada hari Senin, di nama semua pegawai negeri sipil atau aparatur sipil negara yang biasanya mengenakan pakaian keki atau hitam putih khusus Senin ini diwajibkan mengenakan batik.

Kewajiban mengenakan batik ini bersifat instruktif-strukural sebagai bentuk kecintaan terhadap budaya bangsa. Dilansir dari laman resmi kementerian perindustrian Republik Indonesia (kemenperin.go.id) eksistensi batik diakui UNESCO sebagai warisan budaya takbenda (intangible cultural heritage) pada 2 Oktober 2009. Pengakuan warisan ketiga setelah keris dan wayang. Keputusan ini pula yang kemudian menjadi acuan ditetapkannya 2 Oktober sebagai hari batik nasional oleh pemerintah.

Sebagai warga negara Indonesia yang baik--menjunjung kearifan lokal, mencintai warisan budaya dan nasionalis--maka tak ayal jika kemudian khalayak ramai menyemarakkan tangggal tersebut dengan busana bernuansa batik. Khusus di hari itu, batik menjadi busana wajib bagi setiap orang yang mengaku diri sebagai warga masyarakat Indonesia. Tanpa memilah apa pun itu profesi, gender dan rentang usia.

Peringatan itu benar-benar terejawantah ke muka. Saking menghayati perayaan tersebut tidak sedikit instansi--swasta atau pun negeri; pendidikan, birokrasi pemerintahan dan lain sebagainya--berinisiatif membuat flyer, poster dan video ucapan selamat hari batik nasional yang kehadirannya tidak mampu dibendung. Yang demikian tampak dari membludaknya story di berbagai kanal media sosial.

Kanal media sosial memang menjadi jantung dalam urusan pengarusutamaan citra di zaman gandrungnya teknologi mutakhir ini. Maka tak heran jika kemudian banyak orang yang berbondong-bondong membangun (mengalihkan) kehidupan realitas sosial menuju ruang-ruang publik digital yang terbatas. Terbatas dalam artian tersekat ruang di dunia nyata namun dapat melalang buana di dunia maya. Tampaknya ada kepuasan tersendiri manakala melakukan seremonial atas peringatan tertentu melalui postingan di medsos.

Like dan komentar yang positif benar-benar menjadi candu. Candu yang meracuni pikiran, kebiasaan dan pengalihan aktivitas. Memang mayoritas manusia menyukai pujian dan sanjungan. Bahkan untuk  semuanya itu tak sedikit orang yang rela menebusnya dengan ragam cara. Tak terkecuali tipu muslihat. Dengan cara membeli followers bodong misalnya. Atau mungkin plagiat (dengan copy paste tanpa memikirkan copyright) karya atau pun kreativitas orang lain yang tercecer di media sosial.

Dari sana kita bisa mengamati bahwa ada dua sisi mata koin yang melingkupi aktivitas di media sosial. Dampak positif dan negatif. Dampak positifnya, budaya batik dapat dengan mudah dikenal dunia. Baik di mana pun itu wilayahnya selama tempat itu terjangkau oleh jaringan internet. Setidaknya cara kerjanya dimulai dengan menumbuhkan rasa penasaran, mempelajari (browsing) lebih lanjut dan berlabuh tertarik membeli produk. Tentu saja semakin tinggi minat atas produk batik maka semakin besar pula peluang pengerjin batik (UMKM) untuk berkembang pesat.

Sementara adanya plagiat dan akuisisi secara sepihak dan ujug-ujug terhadap produk batik adalah salah satu dampak negatif dari diumbarnya seremonial atas peringatan tertentu di medsos. Terlebih lagi di zaman sekarang model plagiat secara instan tumbuh subur. Dalam hitungan detik suatu produk dengan mudah ditiru atau pun dikloning. Tentu ini menjadi kabar yang tidak baik bagi mereka yang memiliki gagasan. Mungkin kita masih ingat dengan kasus akusisi terhadap budaya tertentu yang kita miliki oleh negara sebelah. Tak terkecuali kisruh budaya warisan batik.

Belajar dari kasus tersebut selaiknya menyingkap kesadaran kita untuk melestarikan warisan budaya leluhur bangsa Indonesia, tak terkecuali batik. Salah satu di antaranya yakni dengan senantiasa membudayakan memakai batik sebagai pakaian kebanggaan; identitas bangsa. Mungkin benar, selama ini masyarakat Indonesia telah terbiasa mengenakan batik dalam acara seremonial rangakaian kehidupan tertentu. Seperti tatkala menghadiri undangan pernikahan, rapat dinas, seragam sekolah atau kerja dan lain sebagainya.

Namun pada kenyataannya itu tidaklah cukup, sudah seharusnya kita  menanamkan kecintaan dan pengetahuan khusus terkait batik kepada generasi melenial (gen z). Tentu bukan semata-mata teoritis yang banyak diganyang di bangku sekolah di berbagai jenjang namun lebih kepada praktek langsung. Praktek langsung--memahami sekaligus pelibatan sebagai native bagaimana proses membatik dan betapa pentingnya melestarikan batik sebagai pakaian keseharian--yang lambat-laun menjadi kesadaran yang bercongkol kuat di benak khalayak ramai. Sebab hanya dengan menyematkan kesadaran batik sebagai identitas bangsa secara personal-komunal itulah warisan budaya itu akan terjaga.

Lantas, bagaimana dengan mereka yang tidak suka atau bahkan membid'ahkan (mengharamkan) peringatan hari batik nasional? Ya, biarkan saja. Mungkin jiwa nasionalisme dalam benak mereka memang telah mati. Dirinya ada, secara nasabiah, karena lantaran adanya leluhur. Pun mereka lupa diri bahwa dirinya menginjakkan kaki di bumi pertiwi, Indonesia. 

Selamat hari batik nasional!

Tulungagung, 2 Oktober 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...