Langsung ke konten utama

Komunitas Sebagai Support System

Dokpri Ilustrasi Pohon Support System 

Harus ditegaskan di awal, bahwa tulisan ini melanjutkan pembahasan dua postingan  sebelumnya: Motivasi Komunal dan The Secret of Creation. Untuk mendapatkan alur pembahasan yang runtut, saran saya, silakan membaca postingan sebelumnya. 

***

Setelah menentukan role model dan membuat surat pernyataan, tahapan pola pengondisian motivasi menulis secara komunal yang ketiga adalah pembentukan kelompok. Pembentukan kelompok dalam konteks ini bukan semata-mata mengindentifikasi kecondongan minat masing-masing anggota sesuai genre tulisan akan tetapi dalam rangka mengkonstruksi support system yang ideal. 

Support system yang ideal seperti apa? Tentu, support system yang bekerja secara objektif tanpa harus menuntut banyak pengawasan dan pengendalian dari sang founder langsung. Lantas, bagaimana kontruksi support system itu menjelma dan bekerja? Baiklah, kita runut dari lapisan kelompok yang paling bawah. Kelompok paling bawah, umumnya berisikan tidak lebih dari 20 orang anggota. Anggota yang terhimpun berdasarkan kesamaan minat genre karya. 

Pengelompokkan berdasarkan kesamaan minat genre karya ini sangatlah penting sebab berkaitan dengan titik tolak (pemberangkatan) pengetahuan, penempaan skill selanjutnya dan penyamaan persepsi antar semua anggota. Hal ini diproyeksikan sebagai upaya penyeragaman langkah awal menuju gerbang pembedayaan potensi. 

Konsekuensi logis lain yang menjadi alasan mengapa pengelompokkan ini sangatlah penting, adalah menimbang perbedaan latar belakang seluruh anggota yang tergabung dalam satu kelompok baru tersebut. Tentu jalan ini diambil sebagai upaya menyingkapkan gunung es yang tersembunyi: Ketimpangan, meluruskan visi misi dan meruntuhkan rasa minder di antara sesama anggota. 

Kendati begitu, kelompok ini bukan terminal pemberhentian atau pun rumah tanpa tujuan yang jelas, melainkan bus yang membawa rombongan penumpang menuju destinasi wisata tertentu. Alhasil, selaiknya bus, berarti di dalamnya ada sosok yang berperan sebagai sopir, tour guide, kondektur dan penumpang. Sosok sopir di sini berarti ketua kelompok; tour guide bermakna kakak pendamping; kondektur artinya sekretaris dan bendahara; sementara penumpang adalah anggota kelompok yang terhimpun di dalamnya. 

Semua komponen tersebut saling berkorelasi dan berkolaborasi dalam menjalankan peran dan tugasnya masing-masing untuk sampai pada tujuan dengan selamat. Selama proses perjalanan itu semua anggota kelompok dianjurkan menampilkan sikap yang terbuka dan komunikatif. Terbuka dengan semua kendala, keluh kesah dan kesulitan yang dihadapi. Komunikatif selama menjalankan peran dan tugasnya masing-masing. Sikap itu berlaku umum. Baik dalam menjalan tugas personal yang bersifat instruktif-struktural atau pun dalam rangka mewujudkan kepentingan komunal. 

Untuk memaksimalkan pengerjaan tugas personal yang bersifat instruktif-struktural atau pun dalam rangka mewujudkan kepentingan komunal ketua kelompok bertugas mengarahkan, mengontrol dan mengondisikan. Termasuk di dalamnya, ketua kelompok bertugas mengirimkan broadcast message penyemangat setiap pagi, mengkonfirmasi keterlambatan atau pun alpa dalam mengerjakan tugas individu, mengisi cek list absensi sampai dengan memberikan peringatan manakala ada anggota yang melanggar aturan grup. 

Menariknya, setiap anggota yang molor (melampui batas yang ditentukan) dan alpa dalam mengerjakan tugas, masing-masing mereka harus membuat pernyataan tertulis di feed Instagram. Paling ringan, postingan itu berisikan permintaan maaf, dengan menandai kakak pendamping (PJ), Abang/Neng Jaga dan ketua kelompok. Sedangkan hukuman yang dipandang lebih berat, yakni membuat qoute disertai dengan background gambar yang menarik. 

Jikalau hukuman itu tidak mempan, maka yang bersangkutan didiskualifikasi dari batch. Alias dikeluarkan dari komunitas. Dalam hal ini ketegasan, leadership dan ketelatenan ketua kelompok menjadi amunisi terbaik yang harus dimunculkan ke muka. Kualitas ketua kelompok ini pula yang menentukan keaktifan, loyalitas dan kedisiplinan kelompok.

Tatkala ketua kelompok menemui jalan buntu dalam bertugas, ia dapat berkonsultasi--mencurahkan keluh kesahnya; meluapkan berbagai tekanan psikis yang mengguncang dirinya--kepada kakak pendamping. Kakak pendamping memang selalu ada di setiap kelompok. Idealnya, satu kelompok satu pendamping. 

Ada pun jika pendamping itu dianggap supel, kapabelitas dan mau sedikit repot ia akan mengampu dua tiga kelompok sekaligus. Meski kemudian prakteknya di lapangan tidak sedikit pendamping yang sebenarnya nihil akan kepemilikan karya buku solo. Bahkan ada yang dangkal secara teoritis. Keunggulan mereka terletak pada pengalaman dan tunduk pada aturan yang telah dibakukan. 

Selain aktif berkomunikasi dengan pendamping, ketua kelompok juga memiliki tanggung jawab koordinasi dan kerjasama dengan Abang/Neng Jaga. Abang/Neng Jaga merupakan wakil representatif dari satu angkatan setiap batch. Umumnya, satu angkatan hanya ada satu Abang/Neng Jaga. Sehingga secara struktural, posisi Abang/Neng Jaga lebih tinggi dari ketua kelompok. Lantas apa peran dan tugas yang diampu Abang/Neng Jaga? Tugas mereka adalah menjadi moderator tatkala ada kajian teoritis dari tokoh tertentu. Disamping itu, Abang/Neng Jaga juga kepanjangan tangan dari koordinator pendamping atau pun founder manakala ada tugas tertentu. 

Support system di kelompok lapisan bawah ini dengan sengaja dibuat begitu ketat dan terdisiplinkan. Jika diamati lebih jauh, support system itu berkerja laiknya ranting pohon yang menentukan hijau, kuning atau pun rontoknya daun dan buah. Hanya ranting pohon produktif dan sehatlah yang nantinya akan menghasilkan buah. Buah yang selamat dari hama dan tidak gugur tentunya yang dapat nikmati sekaligus mampu menjadi tunas baruu ntuk kepentingan regenerasi berikutnya. 

Bersambung...

Tulungagung, 4 Oktober 2023

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Make a Deal

Gambar: Dokumentasi Pribadi saat bertamu di kediaman mas Novel Jauh sebelum bedah buku Tongkat Mbah Kakung digemakan sebenarnya secara pribadi saya berinisitif hendak mengundang mas Novel ke SPK Tulungagung. Inisiatif itu muncul tatkala saya mengamati bagaimana himmah dan ghirah literasi dalam dirinya yang kian meggeliat. Terlebih lagi, 2 tahun belakangan ia berhasil melahirkan dua buku solo: Tongkat Mbah Kakung: Catatan Lockdown dan Teman Ngopi (Ngolah Pikir) . Dua buku solo yang lahir dibidani oleh Nyalanesia.  Apa itu Nyalanesia? Nyalanesia merupakan star up yang fokus bergerak dalam pengembangan program literasi di sekolah secara nasional. Karena ruang lingkupnya nasional maka semua jenjang satuan pendidikan dapat mengikuti Nyalanesia. Hanya itu? Tidak. Dalam prosesnya tim Nyalanesia tidak hanya fokus memberikan pelatihan, sertifikasi kompetensi dan akses pada program yang prover,  melainkan juga memfasilitasi siswa dan guru untuk menerbitkan buku.  Konsepnya ya memberdayakan pot

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal