Langsung ke konten utama

Tanduk Penyesalan

Aku yang telanjur menopang dagu di muara kasih-Mu

Bertolak pinggang dalam gempita dendang purnama cinta-Mu

Aku yang menjadi Aku lantaran keberpihakan-Mu 

Atas takdirku

Dengan segala persembahan keberuntunganku


Lantas aku membopong prasangka dan rasa keliru

Membusung dada menolak malu 

Membesar kepala karena asumsi pujaan semu

Menjinjit di altar kelancangan bodohku

Melangit di turban penyesalanku


Kini Aku tenggelam dalam kehinaanku

Aku sibuk mengayam setiap jengkal kehendak bernafsu


Jiwaku rapuh tersandung dalam duka kelam beradu

Menjadi bisu, 

Nuraniku dibungkam alibi palsu

Teramat kaku, 

Semua indera tubuhku tak kuasa mengampu

Pun berujung sirna tanpa berabu

Pupus sudah peran patuh sebagai abdu


Dan Aku lacut dalam ketidakpatutanku melecehkan rindu-Mu

Menyisakan sesak dan jemu

Menanggalkan gesa dan ragu

Memisahkan ruang-ruang hampa baru


Bebalku cukup banyak membeban mizan yang urung kutahu

Semetara petantang-petenteng moral bobrokku

Tak segan menjadikan bual sebagai jamu

Terkutuk habis nasibku


Hari hampir genap terbungkus kelabu

Di sudut remang itu aku bertamu

Mengetuk-ngetuk pintu afwa-Mu

Aku remah tak bernilai di Arasy Mihrab-Mu

Tersisih di antara butiran debu

Tak kian nampak di ujung sipu


Kupastikan kembali semua itu

di setiap Rabu, Sabtu dan Minggu

Kugenggam erat bahasa ramu 

Tali simpul dermaga kalbu

Kulapangkan tekad tulus menghadap singgasana-Mu


Jidatku melekat rendah di hamparan sajadah Rahman-Mu

Jemari anganku bersimpuh mendambakan Rahim-Mu



Tulungagung, 24 Januari 2021



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...