Langsung ke konten utama

Kajian Fisafat Klasik

   Secercah Cahaya Menuju Penerangan Pengetahuan

Iftitah

            Mungkin rekan semua sudah tahu bahwa asal muasal munculnya yang dinamakan filsafat adalah berasal dari bangsa yunani. Tapi yang patut dipertanyakan ialah apakah rekan semua tahu faktor apa saja yang mampu menopang timbulnya atau lahirnya filsafat tersebut?, apakah filsafat ini juga beranjak atau bertumpu pada ilmu yang ada sebelumnya? Kemudian apakah rekan semua tahu bagaimana kondisi orang-orang pada masa itu?.
            Memang kita akui, bila kita membicarakan hal yang awalnya tabu sangatlah sulit untuk menjastifikasi kebenarannya, apalagi mengenai yang dipertanyakan ini adalah hal yang letak geografisnya belum terjangkau atau terjamah oleh pengalaman kita (pembuktian empiris).  Itulah sifat manusia yang terbatas akan ruang dan waktu yang terus membayangi dalam setiap aktivitasnya.
            Sebenarnya dibalik keterbatasan itulah filsafat dibangun disaat mereka orang-orang tidak begitu pandai memanfaatkan waktu dan keadaan, muncullah seseorang yang pemikirannya tidak biasa dengan yang lain. Yaitu seseorang yang mulai menyadari bahwa tempat yang ia huni adalah sesuatu yang  patut diteliti, yang patut dipertanyakan sebab adanya, dan yang perlu diketahui susunannya (komponennya). Tapi yang perlu kita ketahui ialah mengapa mereka yang mulai berfikir itu mampu berpandangan begitu jauh dari biasanya apakah ada faktor lain yang mempenagruhinya?, hal inilah yang patut kita ketahui dan pelajari.

Faktor-faktor yang Menyokong Lahirnya Filsafat Yunani

            Sebenarnya kita semua sudah tahu bahwa faktor yang mempengaruhi lahirnya filsafat secara psikis ialah adanya rasa heran, keragu-raguan, ketidak percayaan (kesangsian) atas mitos yang ada pada masa itu. Namun bila dilihat dari segi tradisi yang sudah ada sebelumnya, maka faktor yang mempengaruhi lahirnya filsafat yakni terbagi menjadi tiga sektor utama yaitu mitologi, kesusastraan, dan ilmu yang ada sebelumnya. Sedangkan bila dilihat dari segi kondisi historis pada saat itu, ialah terdiri dari struktur geografis, struktur politik yang ditandai dengan adanya polis-polis, dan struktur kultur.
            Yang paling menonjol pertama adalah mengenai mitologi, dengan adanya mitos inilah menimbulkan banyak pertanyaan yang berhubungan dengan gejala-gejala (fenomologi) yang terjadi disekitar kehidupannya yakni alam. Sehingga hal ini memicu manusia pada saat itu untuk berfikir, mengamati, meneliti dan akhirnya mendapatkan  jawaban atas apa yang ia pertanyakan sebelumnya. Sesungguhnya hal ini telah menandakan mengenai rumusan kebenaran sebuah pengetahuan, namun sayang pada saat itu tidaklah secara resmi dinyatakan. Dan ini juga merupakan bukti real bahwa sudah ada sebuah pemikiran yang sistematis, kemudian cara pemikiran yang sistematis itu dituangkan dalam bentuk sastra, misalnya puisi Homeros yang mempunyai judul ilias dan Odyssea dll.
            Yang kedua ialah menganai politik sosial yang menghadirkan polis. Sebenarnya dengan adanya polis inilah yang menjadi pembeda bangsa yunani dengan bangsa asing. Polis ini diartikan suatu negara kecil atau suatu negara-kota, tetapi dengan bersamaan juga kata polis ini diartikan sebagai rakyat yang hidup dalam negara-kota itu (penduduk negara). Kemudian polis ini menjadi pusat kemasyarakatan yang berkembang pesat pada abad VIII-VII SM. Polis ini juga menjadi motor mobilitas dalam bidang ekonomi, sosial, politik dan religius. Polis ini pada umumnya memiliki ciri sebagai berikut; pertama otonomi, yang artinya mempunyai hukum (nomos) sendiri. Kedua   Swasembada, artinya mandiri (yang tidak bergantung pada bangsa lain). Dan yang terakhir ialah kemerdekaan dalam berpolitik, yaitu dengan mengordinir kekuasaan yang diimplikasikan pada pembentukan dewan.

Khotimah
            Sebenarnya yang menjadi motor mobilitas hingga timbulnya filsafat ialah karena adanya kemauan dari seorang tokoh untuk memulai berfikir diluar kebiasaan yang akhirnya membuka pintu gerbang pengetahuan. Dan hal yang harus difokuskan ialah ketika ia memandang sesuatu dengan sikap kritis yang disertai dengan penuh rasa keingintahuan, yang akhirnya diimplikasikan pada pembuktian untuk menjawab pertanyaan rasa heran, keraguan dan kesangsian.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...