Langsung ke konten utama

Kajian Filsafat Klasik

 
Para Mutiara Dari Miletos


Iftitah
            Hems,,, kenapa ya di sebut para mutiara dari miletos?, kemudian yang disebut para mutiara itu siapa? Dan apakah mereka itu hidup pada masa dahulu?. Hems,,, kasih tahu saja  deh biar cepat. Sesungguhnya yang disebut para mutiara itu ialah para filsuf yang berasal dari Miletos (sering dikenal dengan sebutan para filsuf pra-Sokrates), dan mereka disebut dengan istilah mutiara dikarenakan mereka adalah para inovator yang menjadikan cikal bakal dari sebagian persoalan filsafat yang kemudian menjadi pembicaraan dan pembahasan yang fenomenal. Sesungguhnya para mutiara ini terdiri dari tiga orang filsuf yakni Thales, Anaximandros, dan Anaximenes, mereka tinggal di kawasan Miletos, Yunani. Mereka hidup pada sekitar adab ke 6-5 SM.
            Kemudian apa yang menjadikan mereka dapat dikatakan istimewa dari pada orang yang hidup pada masa itu?, Hakikatnya mereka  dapat dikatakan istimewa dikarenakan pada diri mereka merasa adanya keraguan, kesangsian, dan harus ada pembuktian mengenai sesuatu yang mampu menarik perhatiannya, yaitu mereka telah terpesona dengan alam dan semua yang ada di dalamnya. Kemudian mereka mencoba menganalogikan alam semesta ini sesuai dengan spakulatif yang mereka coba rumuskan melalui rasionya. Dan tentunya dalam perumusannya mengenai alam semesta itu tidaklah sekedar cukup dengan menduga atau prasangka, akan tetapi haruslah dengan observasi yang didukung dengan hal-hal yang dapat mengukuhkan hasil observasi tersebut. Sehingga mereka itu dapat dikatakan sebagai peletak dasar teori ilmiah.

Mengenai Ajarannya Para Mutiara
            Sesuai dengan yang sudah dikatakan tadi bahwa para mutiara tersebut terdiri dari tiga orang filsuf, yaitu Thales, Anaximandros dan Anaximenes. Pertama mengenai Thales, ia  hidup pada abad ke 6 SM. Ia aktif dalam bidang politik, dan geometris, akan tetapi semua keterangan itu didapatkan dari kesaksian tokoh lain jadi dapat dikatakan keterangan tersebut belum dapat dipastikan kebenaranya.  Aristoteleslah yang memberikan gelar filsuf pertama kali kepada Thales, dan mengatakan bahwa Thales termasuk filsuf yang mencari arkhe (asa atau prinsip) alam semesta. Inti ajarannya ialah bahwa bumi terletak di atas air dan mengatakan juga bahwa semuanya berasal dari air, serta mengatakan bahwa semuanya penuh dengan Dewa-dewa, yang dimaksudkan oleh Aristoteles bahwa jagat raya berjiwa.
            Kemudian kedua mengenai Anaximandros, disebutka bahwa ia adalah muridnya Thales, ia hidup kira-kira pada abad ke 5 SM. Inti ajarannya ialah mengenai Apeiron (yang tidak terbatas). Anaximandros juga mengatakan bahwa bumi tidak bersandar atas sesuatu apa pun. Bumi juga tidak jatuh karena kedudukannya di pusat jagat raya, dengan jarak yang sama dengan badan lain. Ia juga mencoba mengobservasi mengenai teorinya pada mahluk hidup yang terus berevolusi. Dan mengenai teori evolusi ini menjadi inspirator teori evolusinya  C. Darwin.
            Dan yang ketiga mengenai Anaximenes, Tidak ada keterangan mengenai tahun lahirnya akan tetapi dikatakan bahwa ia lebih muda dari pada Anaximandros. Inti ajarannya ialah bahwa asal usul segala sesuatu itu adalah udara. Ia juga mengatakan bahwa antara jagat raya dan tubuh manusia memiliki kesamaan yaitu sama-sama tecipta dari udara. Menurut Anaximenes bumi berupa meja bundar melayang di atas udara. Sebernarnya ini dapat dikatakan sebagai kemunduran mengenai pandangannya terhadap susunan jagat raya, dikarenakan ia membatasi jagat raya dengan objek yang lebih kecil.

Khotimah
            Sebenarnya apa yang telah mereka lakukan tidaklah salah, dan bahkan mereka menjadi inspirator bagi para filsuf masa selanjutnya. Meskipun masih ada kekurangannya yang terletak pada cara pandang mereka yang menganggap jagat raya dan seisinya hanya terdiri dari satu unsur yang menjadi wujud dari segalanya. Akan tetapi ini adalah sebuah nilai plus yang perlu ditanamkan dalam diri kita, disaat orang lain tidak begitu memperhatikan apa yang terjadi dan ada di sekitarnya maka kita pandai-pandailah memanfaatkannya dan kelak menjadi sesuatu yang berguna bagi orang lain.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...