Langsung ke konten utama

Lebih Dekat Mengenal Gol A Gong

Dokpri: Gol A Gong dengan berbagai karyanya 

Belakangan kita mengenal sosok Gol A Gong sebagai Duta Baca Indonesia. Sejak 30 April 2021 beliau dipercaya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mengemban amanah Duta Baca Indonesia periode 2021-2025 menggantikan peran mbak Nana (sapaan akrab Najwa Shihab: wartawati, jurnalis, presenter dan pemilik PT Narasi Citra Sahwahita). Amanah tepat bagi sosok literat inspiratif dan aktivis kompor gas (gigih) dalam menebar virus-virus literasi ke pelosok negeri. 

Sebelum namanya booming sebagai Duta Baca, Gol A Gong memiliki latar belakang sebagai penggiat literasi maniak, novelis, penyair dan traveler sejati. Dua tahun mengelilingi Indonesia (1985-1987), lima puluh hari (1990) menyusuri Singapore-Bangkok dengan bersepeda dan napak tilas ke dua puluh negara: Singapura, Malaysia, Thailand, Myanmar, Laos, Vietnam, Kamboja, Jepang, Taiwan, Bangladesh, Bhutan, Nepal, Pakistan, UAE, Qatar, Saudi Arabia, Mesir, Hongkong, Jerman dan Timor Leste menjadikannya matang dalam perjalanan. Matang dalam artian kaya akan wawasan dan pengalaman. 

Ibarat berenang sambil meminum air; sekali dayung melewati dua pulau, tidak sedikit traveling yang dilakukannya mengantarkan beliau pada kegiatan riset lapangan, berjumpa keluarga baru dan menemukan ide untuk menulis. Di samping, traveling itu berhasil mengisi ceruk hati beliau dengan berbagai perasaan yang memukau dalam setiap perjalanan yang telah dilaluinya. 

Apa hasilnya? Novel perjalanan, catatan perjalanan dan puisi perjalanan terlahir dari tangan kreatifnya. Penuangan ide kedalam sebuah tulisan hingga menjadi buku itu pun beliau lakoni melalui proses yang terbilang ulet dan gigih. Meski lintas zaman, proses itu beliau tekuni dengan onfire. Dari zaman Typographer hingga komputer, beliau mengetik catatan perjalanan di berbagai tempat. Mulai dari tempat kursus mengetik, balai Desa, kantor Kelurahan hingga di rumah kenalan baru saat traveling. Di era sekarang, penuangan ide itu menjadi sangat mudah dan cepat melalui media sosial (medsos). 

Traveling 7 Negara, Balada Si Roy, Bangkok Love Story, Perjalanan Asia, Al Bahri Aku Datang dari Lautan, The Journey, Gong Traveling, Gong Smash! Dari Raket ke Pena Dari Lapangan ke Petualangan adalah beberapa novel perjalanan Gol A Gong yang populer. Tidak sedikit pula novel karya Gol A Gong diangkat kedalam sebuah film. 

Siapa coba yang tidak kenal film Balada Si Roy yang diperankan ulang oleh Abidzar Al Ghifari (anak pertama alm. Ust. Jefri Al-Bukhori) rilis tayang 2022. Sebelumnya, film Catatan Si Boy rilis dua tahun berturut-turut, 1987 dan 1988. Film itu meledak. Para penonton megandrunginya. Selanjutnya, novel Balada Si Roy yang terdiri dari 20 seri itu pernah diadopsi menjadi film di tahun 2020. Jejak film masih bisa kita temukan di kanal youtube meskipun tidak utuh. Mungkin jejak film Balada Si Roy  tersimpan rapih di museum perfilman nasional. 

Terhitung tahun 2022 Gol A Gong sudah melahirkan 125 buku solo dengan tiga genre utama: Novel perjalanan, catatan perjalanan dan puisi perjalanan. Capaian fantastis saya kira. Sebab, tergolong langka orang yang memiliki karya melebihi umurnya. Traveling, riset lapangan dan tradisi literasi yang baik dalam dirinya benar-benar menjadi obor ide untuk terus produktif melahirkan karya demi karya. Bukan sembarang karya namun karya yang memikat hati khalayak pembaca. 

Proses panjang melek literasi dan mengambil bagian dalam pusaran peradaban pengetahuan itu pada kenyataannya berhasil mengkonstruk pandangan hidup beliau. Beliau membuat simpulan tegas; blue print tebal dalam benaknya bahwa buku membuat hidupnya jadi mudah. Membuat beliau tidak jadi beban masyarakat. 

Dua kalimat terakhir di atas dengan tegas disampaikan Gol A Gol dalam acara workshop literasi kopdar ke-2 RVL di Jogjakarta. Bukan tanpa alasan, pernyataan itu muncul sebagai bantahan atas orang-orang yang berpandangan fatalistik--meragukan, meremehkan dan menjustifikasi--masa depan dirinya yang tak ada harapan setelah amputasi tangan akibat kecelakaan. Terlebih waktu kecil, 1974, beliau berkeinginan menjadi pilot. 

Kenyataan itu membuatnya harus memupus cita-cita menjadi pilot. Beliau sempat putus asa dan larut dalam kesedihan yang berkepanjangan. Namun tak lama di tahun yang sama, beliau mulai berdamai dengan keadaan. Keluarga tercinta (Bapak-Emak) mulai mengenalkan dan mendekatkannya pada aktivitas membaca, olahraga dan mendengarkan dongeng. Upaya yang benar-benar menarik dan berhasil terinternalisasikan sampai sekarang. 

Tradisi membaca yang baik itu tidak hanya memperkaya wawasan pengetahuan, namun telah mendarah daging; menjadi agenda wajib rutinan hingga modal penting menjadi penulis. Dalam bidang olahraga, beliau lebih suka menekuni badminton. Sementara tradisi mendengarkan dongengnya bertransformasi peran menjadi pendongeng. Di beberapa kesempatan, beliau kerap mendongengi anak-anak di lingkungan sekitar. 

Tulungagung, 18 September 2024

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Make a Deal

Gambar: Dokumentasi Pribadi saat bertamu di kediaman mas Novel Jauh sebelum bedah buku Tongkat Mbah Kakung digemakan sebenarnya secara pribadi saya berinisitif hendak mengundang mas Novel ke SPK Tulungagung. Inisiatif itu muncul tatkala saya mengamati bagaimana himmah dan ghirah literasi dalam dirinya yang kian meggeliat. Terlebih lagi, 2 tahun belakangan ia berhasil melahirkan dua buku solo: Tongkat Mbah Kakung: Catatan Lockdown dan Teman Ngopi (Ngolah Pikir) . Dua buku solo yang lahir dibidani oleh Nyalanesia.  Apa itu Nyalanesia? Nyalanesia merupakan star up yang fokus bergerak dalam pengembangan program literasi di sekolah secara nasional. Karena ruang lingkupnya nasional maka semua jenjang satuan pendidikan dapat mengikuti Nyalanesia. Hanya itu? Tidak. Dalam prosesnya tim Nyalanesia tidak hanya fokus memberikan pelatihan, sertifikasi kompetensi dan akses pada program yang prover,  melainkan juga memfasilitasi siswa dan guru untuk menerbitkan buku.  Konsepnya ya memberdayakan pot

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal