Langsung ke konten utama

Bukan Upacara Bendera Biasa

Dokpri Foto Bersama dengan Tim Forkopincam 

Bahagia tak terkira Senin (19/2/2024) ketiga di Februari SDIT Baitul Qur'an dapat menghelat upacara bendera didampingi tim Forkopincam. Tim Forkopincam tersebut terdiri dari berbagai unsur aparatur pemerintah tingkat kecamatan Kedungwaru. Mulai dari Pengawas Sekolah dari UPASP, Koramil, Polsek, dan Pak camat serta beberapa aparaturnya. 

Program pendampingan upacara bendera hari Senin ini sebenarnya sudah menjadi agenda tahunan UPASP Kedungwaru. Sejauh hasil pengamatan saya selama ini, tim pengawas, pembagian jadwal dan tugas sudah disetting sedemikian rupa oleh para pengampu kebijakan. Biasanya, jadwal giat upacara bendera tersebut akan dibahas dalam rapat Kepegawaian dan K3S Kedungwaru. 

Perlu ditegaskan di sini, bahwa UPASP Kedungwaru Tulungagung dengan rutin senantiasa menghelat rapat koordinasi, kedinasan dan silaturahmi antarkepala sekolah satu kecamatan. Hari Jum'at adalah momentum sakral itu. Aula UPASP Kedungwaru menjadi lokasi baku titik bersua. Seragam olahraga menjadi saksi bisu. Sedangkan hilirisasi informasi menjadi menu sarapan pagi.

Sebetulnya, ini merupakan kali kedua tim Forkopincam bertandang ke sekolah. Tahun sebelumnya, perwakilan dari Koramil sempat memberikan evaluasi setelah menjadi pembina upacara. Evaluasi itu benar-benar berarti untuk meningkatkan potensi dan kualitas petugas upacara bendera dari waktu ke waktu. 

Memang, salah satu tujuan dibentuknya tim Forkopincam adalah untuk melakukan pendampingan pelaksanaan upacara bendera setiap sekolah dasar di lingkungan Kedungwaru. Selain memantau pergerakan lembaga pendidikan dasar yang menganut radikalisme dan anti nasionalisme, juga sebagai ajang unjuk gigi dalam menguatkan kerukunan dan persatuan antar-instansi. 

Lain cerita dengan upacara bendera sesi kedua, Pak Ahmad Sodik selaku Camat Kedungwaru tampil arif sebagai pembina upacara. Meski terik mentari mulai merayu keringat, namun beliau tetap berdiri tegak. Dalam amanatnya beliau menyampaikan beberapa manfaat menghelat upacara bendera. 

Pertama, sebagai bentuk nasionalisme dan patriotisme. Generasi yang baik, bermoral dan beradab haruslah sadar bahwa negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) adalah kulminasi dari hasil pengorbanan dan perjuangan para pahlawan nasional yang luar biasa. Tanpa itu semua, tidak mungkin kita akan mencicipi keadaan yang merdeka seperti sekarang. Merdeka belajar, berpendapat, bersosial dan lain sebagainya. 

Oleh sebab itu, selaiknya kita sebagai warga negara yang baik senantiasa menanamkan nilai-nilai kebangsaan melalui upacara bendera. Dengan upacara bendera, berarti kita menghormati, menghargai dan mencintai bangsa Indonesia. 

Kedua, sebagai bentuk kedisiplinan. Perhelatan upacara bendera dalam durasi 30 menit pada dasarnya mendidik siswa untuk melanggengkan sikap disiplin. Disiplin terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar. Disiplin dalam mengenakan seragam, memanfaatkan waktu dan terhadap tugas serta tanggung jawab masing-masing. 

Ketiga, sebagai bentuk kerukunan. Disadari atau tidak, perhelatan upacara bendera juga berkontribusi dalam menciptakan sebuah kerukunan. Baik itu kerukunan antarsiswa, antara guru dan siswa, atau bahkan antar latar belakang kebudayaan dan tradisi masing-masing siswa yang berbeda-beda. Kita tidak dapat memungkiri dan menutup mata, fenomena perpeloncoan (bullying) kerap terjadi di sekolah karena ditengarai minusnya sikap kerukunan dan toleransi antarsiswa. 

Adapun pentingnya berbakti kepada orang tua dan guru menjadi amanat pamungkas yang disampaikan. Bagaimana pun seorang anak harus mampu menghormati dan patuh kepada orang-orang hebat yang ada di sekitarnya. Tak terkecuali terhadap kedua orang tua dan gurunya. Dari para beliaulah seorang anak senantiasa dibimbing pada jalan kebaikan. Berbagai keteladanan dan yang terbaik bagi kelangsungan hidupnya tanpa sungkan (diperhitungkan) dipersembahkan. 

Mengapa demikian? Sebab rekah senyum seorang anak terlukiskan dari jerih payah kedua orang tua dan guru. Jika orang tua berusaha mencukupi hajat hidup secara fisik dan psikis, maka guru berjasa dalam (menyusupi hati dan menempa intelegensi) membimbingnya dengan tetesan ilmu. Keduanya bersinergi untuk memajukan dan memperbaiki masa depan anak agar lebih menjanjikan dan berkualitas. 

Tulungagung, 20 Februari 2024

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...