Langsung ke konten utama

Evaluasi Perhelatan Upacara Bendera

(Dokpri: Pak Tentara perwakilan Koramil Kedungwaru sedang memberikan evaluasi Upacara Bendera)

Perhelatan upacara bendera selesai dilaksanakan. Siswa-siswi diistirahatkan. Semua siswa diinstruksikan untuk jongkok dan duduk santai di tempat semula mereka berdiri. Santai namun tetap terkondisikan dengan baik: Tetap rapi, tidak celometan dan membuat gaduh.

Pak tentara perwakilan dari Koramil Kedungwaru selaku pengawas upacara bendera di setiap sekolah kecamatan Kedungwaru mulai menyampaikan hasil evaluasi dari perhelatan upacara bendera yang telah digelar. Hasil evaluasi tersebut bersifat mata pisau: Terdapat kelebihan dan kekurangan; positif dan negatif. 

Terdapat sisi positif yang dinilai telah bagus dari perhelatan upacara bendera di Baitul Qur'an, di antaranya petugas pembaca Undang-undang Dasar 1945 dan pengibar bendera. Kategori bagus yang disematkan bagi pembaca teks UUD 1945 dipandang dari aspek pelafalan, tegas dan intonasi suara. Begitu halnya dengan petugas pengibar bendera secara protokoler sudah bagus meski pimpinan petugas pengibaran bendera juga harus tegas dalam memberikan instruksi.

Adapun beberapa hal yang harus diperbaiki lebih lanjut dalam perhelatan upacara bendera selanjutnya adalah ketegasan dari petugas pembaca protokol upacara, petugas pembacaan do'a dan pimpinan upacara. Masukkan lainnya adalah saat mengheningkan cipta tidak elok jika sambil bernyanyi. Itu artinya kehadiran tim paduan suara sangat penting dan dibutuhkan dalam hal ini.

Faktanya, memang selama ini dalam perhelatan upacara bendera tidak pernah ada tim panduan suara yang ditempatkan, dilatih dan diseleksi secara khusus. Mengapa yang demikian terjadi? Karena memang kuantitas siswa yang sedikit menjadi bahan pertimbangan dewan asatidz. 

Kendati begitu, saya kira masukan tersebut sangatlah baik dan layak untuk dipertimbangkan. Pertimbangannya, dengan dibentuk tim panduan suara khusus dapat menjadi representasi bagi generasi selanjutnya. Para siswa yang masih duduk di bangku kelas bawah: 1, 2 dan 3 dapat menyaksikan, menghayati dan meneladani langsung proses menyanyi yang dilakukan tim panduan suara kelas atas. 

Selain memberi saran untuk membuat tim panduan suara khusus, Pak tentara juga menyarankan untuk menyanyikan lagi nasional wajib. Lagu nasional wajib itu misalnya Halo-halo Bandung, Ampar-ampar Pisang, Maju Tak Gentar, Rayuan Pulau Kelapa, Bendera Merah Putih dan lain sebagainya. Dengan demikian tim paduan suara tidak semata-mata menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Gugur Bunga tatkala mengheningkan cipta.

Evaluasi atas perhelatan upacara bendera tersebut tentu saja sangatlah penting guna meningkatkan kualitas dan kemampuan para siswa di SDIT Baitul Qur'an Tulungagung. Melalui evaluasi tersebut plus minus yang ada menjadi jauh lebih kentara. Melalui kritik saran yang diberikan tersebut setidaknya dapat menjadi tolok ukur kami (dewan asatidz) dalam proses penempatan upacara bendera selanjutnya. 

Kami yakin, pelan-pelan tapi pasti perubahan dan perkembangan menuju arah yang lebih baik akan terjadi selama sumber daya manusia lembaga yang ada tidak menutup mata, bersikap kooperatif dan terus bersinergi untuk proses latihan yang terus digalakkan tanpa henti. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih atas kritik dan sarannya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...