Langsung ke konten utama

Cretivity Class

(Dokumentasi pribadi: Ilustrasi para santri menggambar)

Selain agenda out class yang sifatnya dihelat tiga bulan sekali, TPQLB Spirit Dakwah Indonesia Tulungagung juga memiliki program Creativity Class. Agenda kegiatan yang dihelat setiap satu bulan sekali. Seingat saya program ini tercetus bersamaan dengan agenda out class. Jika pun tercetusnya dua agenda itu memiliki jeda, jeda pembeda itu tidaklah terpaut jauh. Saya kira ide itu terlahir di bulan dan tahun yang sama. 

Agenda Creativity Class terlahir dengan dibidani motif hendak mengasah sekaligus memberdayakan potensi yang terpendam di dalam diri masing-masing santri. Atas dasar semangat yang menggebu-gebu seperti inilah agenda Creativity Class kami proyeksikan dapat menunjang hobi dan skill personal santri. Tentu siapa coba yang dapat menolak jika dalam satu lembaga tertentu menawarkan jalan untuk meniti karir kesuksesan secara cuma-cuma? Konseptual awal itulah yang kami usung ke permukaan. Lantas kami tawarkan ke semua santri dan wali santri. 

Sebelum menghelat agenda Creativity Class perdana, sebenarnya jauh-jauh hari kami telah mengobservasi potensi dan hobi seluruh santri yang ada di TPQLB Spirit Dakwah Indonesia Tulungagung. Proses observasi itu dilakukan secara sederhana. Mulai dari mengamati kebiasaan santri tatkala mengisi waktu luang saat menunggu  ataupun sesudah mengaji sampai dengan berdiskusi hangat dengan wali santri yang bersangkutan. Di lain kesempatan kami juga sempat bertanya langsung kepada masing-masing santri. Baik itu dengan menggunakan bahasa isyarat, melalui tulisan ataupun bantuan dari salah satu teman mereka yang lebih mafhum dalam interaksi. 

Dari hasil observasi itu kami berusaha memetakan sedetail mungkin seluruh potensi dan hobi yang dimiliki oleh santri. Secara garis besar kami menangkap beberapa santri memiliki hobi menggambar, mengotak-atik komputer, gemar berias, memiliki kemampuan memangkas rambut, suka menulis, hobi memasak, tampil mengikuti fashion show, memiliki suara yang merdu dan lain sebagainya. Temuan fakta tersebut menunjukkan bahwa masing-masing santri memiliki daya tarik dan potensi berbeda-beda. Adanya ketertarikan awal itu pula yang kemudian menjadi kesadaran personal untuk melakukan hal yang sama persis dengan apa yang memengaruhinya. 

Perbedaan potensi dan hobi yang terbenam dalam diri masing-masing santri tersebut saya kira tidak lain karena didukung support system lingkungan sekitar. Baik itu karena dipengaruhi faktor eksternal yang menjadi tontonan, ketertarikan dan kesan pertama kali yang merasuki pikiran mereka atau mungkin karena dorongan faktor internal lingkungan keluarga tercinta. Misalnya saja ia memiliki hobi karena terpengaruhi (terbiasa-merasa tertarik) profesi yang dijalankan oleh orangtua, sang kakak atau keluarga terdekatnya. 

Berlambar pada fakta itu pula kami menaruh harapan besar kelak seluruh hobi dan potensi tersebut dapat diasah dan dikembangkan melalui agenda Creativity Class. Kendati kemudian dalam beberapa kasus tertentu kami akan tertegun menyadari kenyataan bahwa kemampuan (tenaga: moril ataupun material, kesempatan dan wawasan) untuk melakukan proses itu akan sangat terbatas. Terlebih lagi selama ini kami hanya mengagendakan satu kali pertemuan setiap minggunya. Sedangkan untuk melakukan transformasi besar-besaran dalam rangka memberdayakan potensi dan hobi seluruh santri ini butuh waktu khusus supaya prosesnya berlangsung secara maksimal. 

Mendapati tantangan itu kami tidak hanya diam dan bungkam seribu kata. Sebagai solusi sederhana kami berusaha menghelat agenda Creativity Class melalui potensi dan hobi yang sekiranya dapat kami handle. Tampaknya akan sangat mustahil jika kami mulai agenda Creativity Class dari sesuatu hal yang tak pernah dikuasai dan dipahami oleh dewan asatidz. Setelah melakukan musyawarah, puncaknya dewan asatidz sepakat menghelat agenda Creativity Class perdana dengan menggambar. 

Creativity Class Perdana: Menuangkan Ide Melalui Gambar

Alhamdulillah, perhelatan agenda Creativity Class perdana ini berjalan dengan lancar. Tidak seperti agenda out class yang digelar di alam bebas dan terbuka, agenda ini dilaksanakan di dalam ruangan. Seperti pembelajaran biasanya, musala Baitussalam tetap menjadi pusat perhelatan kegiatan mengasah potensi dan hobi perdana ini. 

Dalam pelaksanaannya, agenda Creativity Class dilakukan setelah proses pembelajaran selesai. Jika dalam proses pembelajaran biasa santri akan membaca jilid, menulis dan ditambah dengan mata pelajaran bahasa Arab, Fiqih, menulis kaligrafi, Asmaul Husna atau nonton film bersama maka khusus dalam agenda Creativity Class perdana ini santri hanya membaca jilid dan menulis. Selebihnya santri akan diarahkan dewan asatidz untuk mengikuti agenda Creativity Class.

Creativity Class dimulai dengan menyampaikan petunjuk dan teknis kepada seluruh santri. Dalam hal ini Mas Zakaria tampil sebagai garda terdepan. Ia berusaha menyampaikan aturan menggambar sesuai dengan kemampuannya yang terbatas. Tak ketinggalan sebagai penyempurna arahan beberapa aturan ditulis di white board yang terpampang di hadapan seluruh santri. Kehadiran papan tulis ini memang sangat krusial dalam hal menarik simpul pemahaman atas interaksi sosial yang dilakukan. 

Kertas HVS A4 lantas dibagikan kepada masing-masing santri. Setiap orang mendapatkan jatah satu lembar. Santri diperkenankan meminta kertas kembali jikalau memang kertas miliknya mengalami kerusakan atau sobek. Mereka mulai mengernyitkan dahi. Berusaha mencari ide tentang gambar apa yang hendak dituangkan. Sementara itu beberapa santri telah menggoreskan pensilnya membuat sketsa tertentu. 

Tiga puluh menit kemudian tampak jelaslah hasil gambar mereka. Segelintir santri telah menyelesaikan gambarannya, sedangkan beberapa yang lain masih menyempurnakan penuangan ide yang terbenam dalam benaknya. Warna-warni khas menghiasi ceruk gambar mereka. Saya yakin kompleksitas warna itu adalah akumulasi proyeksi pengetahuan yang telah mereka tangkap dari pengamatan dan pengalaman indera penglihatan mereka. 

Dua puluh menit berselang, proses menggambar para santri benar-benar telah rampung. Hasil gambar mereka dikumpulkan menjadi satu-kesatuan di atas meja asatidz. Lantas para santri berkemas diri untuk pulang. Pensil, krayon dan penghapus yang berserakan di lantai dengan segera mereka jejalkan di kontak pensil kemudian dimasukkan ke dalam tas. Agenda Creativity Class perdana dipungkas dengan berdo'a, bermusyafahah dan menata meja kembali  bersama-sama. 

Seluruh santri bergegas pulang, sementara dewan asatidz berusaha menilai dan mengelompokkan hasil gambar para santri sesuai genre, kreativitas dan keelokan. Setah kami amati dengan saksama dan lebih lanjut, hasil gambar yang menggunakan teknik kering itu dapat dikategorikan menjadi empat kategori, yaitu gambar ilustrasi naturalis, gambar ilustrasi dokratif dan gambar kartun serta gambar anime. Adapun yang menjadi objek gambar secara umum adalah unsur manusia, hewan, tanaman, kendaraan dan bangunan. 

Lumrahnya dalam menggambar ilustrasi yang dilakukan oleh para santri melalui empat tahapan proses, yakni menentukan ide yang meliputi karakter, adegan, suasana hati dan suasana pendukung gambar; membuat sketsa; pewarnaan dan proses penyelesaian. Kendati konsep awal dari agenda ini mengusung konsep menggambar ekspresi atau bebas akan tetapi hasil gambar mereka mengerucut pada empat kategori gambar ilustrasi yang telah disebutkan di atas. 

Jika diamati lebih lanjut, dalam prakteknya, proses kegiatan menggambar yang dilakukan oleh para santri sejatinya meliputi banyak aspek. Mulai dari aspek visual, pengetahuan, mental dan motorik. Aspek visual dalam proses menggambar berperan penting dalam mengilustrasikan atau memproyeksikan pengalaman yang ditangkap indera penghilatan yang dituangkan ke dalam gambar. Aspek pengetahuan mendukung kualitas gambar yang dihasilkan. Sebab aspek pengetahuan berkorelasi dengan pengetahuan penggambar mengenai teknik yang berlaku dalam kegiatan menggambar itu sendiri. 

Aspek mental berhubungan dengan bagaimana kemampuan seorang penggambar berusaha meneglola sekaligus menuangkan perasaan (emosional) dan ekspresi tatkala menggambar. Sedangkan aspek motorik menyangkut kecepatan, ketepatan dan tingkat akurasi dalam proses menggambar yang dilakukan oleh penggambar. Tak ayal, karena akumulasi berbagai aspek itu pula disebutkan manfaat dari menggambar adalah membantu perkembangan kognitif, afektif dan psikomotorik bagi pelaku yang hobi menggambar. 

Di lain pihak, menggambar juga dapat menjadi media yang efektif untuk menyampaikan pesan, emosi atau mungkin segala hal yang tak mampu disampaikan secara verbal. Utamanya bagi mereka yang memiliki hambatan dalam berkomunikasi. Baik itu karena adanya motif rasa malu yang berlebihan, kurangnya rasa percaya diri atau merasa tidak pernah merasa puas mengekspresikan diri dengan untaian kata. 

Sebagai upaya menunjung pertumbuhan potensi tersebut dalam sesi yang terjadwalkan kami berusaha memberikan pelajaran tambahan membuat kaligrafi Asmaul Husna ataupun ayat-ayat Al-Qur'an tertentu yang kemudian para santri dapat menghiasinya (mendekorasi) dengan leluasa. Apa pun itu tema dan tajuk bingkai dari kaligrafi mereka. Jikalau mau mereka juga dapat membuat bentuk kaligrafi dengan versi mereka sendiri. 

Harapan kami ke depannya, semoga di lain kesempatan kami bisa mengelola potensi menggambar ilustrasi yang dimiliki para santri diperkaya dengan menggunakan teknik lain. Terlebih lagi potensi itu dapat ditransformasikan menjadi gambar versi digital. Pendek kata, kami berharap ada solusi ataupun instruktur dan media pembelajaran yang memadai untuk para santri melakukan menggambar versi digital. Persis seperti desainer yang menggambarkan sketsa melalui tablet pribadinya. 

Tulungagung, 25 Januari 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...