Langsung ke konten utama

Meneladani Khitah Perjuangan Pahlawan

Salah satu bulan yang sakral bagi eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah November. Tepatnya jatuh pada 10 November, yang kita kenal sebagai hari pahlawan nasional. Tanggal peringatan mengenang begitu besar jasa para pahlawan yang gugur di medan tempur pada 10 November 1945 di Surabaya. 

Merujuk pada catatan sejarah, pertempuran pada 10 November 1945 yang dilakukan rakyat Indonesia di Surabaya melawan pasukan sekutu (Inggri-Belanda) merupakan perlawanan terbesar dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Maka menjadi absah jika kemudian secara de facto tanggal 10 November disahkan sebagai hari pahlawan nasional. 

Berbeda dengan tahun sebelumnya, peringatan hari pahlawan tahun 2022 ini mengusung tajuk Pahlawanku Tauladanku. Sejauh yang saya amati, untuk beberapa hari tajuk itu gencar menjadi label semua kegiatan yang diusung instansi, organisasi pergerakan, lembaga-lembaga swasta profit ataupun non profit serta profesi lain sebagainya yang turut menyemarakkan peringatan hari pahlawan.

Twibbon, poster, pamflet, banner dan lain sebagainya santer membanjiri wall story berbagai kanal media sosial, baik komunal maupun personal. Mulai dari WhatsApp, Facebook, Instagram hingga cuplikan video upacara bendera peringatan hari pahlawan nasional diunggah di Tik Tok dan YouTube. 

Peringatan ini penting untuk dilestarikan, mengingat sejarah perjuangan kemerdekaan adalah batu loncatan sekaligus memiliki arti penting bagi kedaulatan negara-bangsa Indonesia. Selain itu, peringatan hari pahlawan nasional juga syarat akan makna filosofis dan simbolis yang mampu menjadi estafet pemantik perjuangan setiap generasi muda bangsa Indonesia. 

Makna filosofis dan simbolis itu sudah barang tentu bertumpu pada khitah perjuangan para pahlawan nasional. Khitah yang kemudian menjadi marwah dan motivasi utama para pahlawan nasional berjuang hingga tetes darah penghabisan. Sebagaimana terdeskripsikan jelas dalam jargon "merdeka atau mati" begitu lanyah dipekikan. 

Lantas apa aja ibrah yang terkandung dalam khitah perjuangan pahlawan yang dapat kita petik dari peringatan hari pahlawan nasional dari tahun ke tahun? Tak terkecuali peringatan tahun ini. Dari sekian banyak ibrah, terdapat tiga keteladanan yang akan diulas dalam tulisan ini. 

1. Patriotisme

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) kata patriotisme bermakna semangat cinta tanah air. Atas dasar cinta tanah air yang begitu besar inilah yang menjadi alasan seorang pahlawan berani mengambil sikap senantiasa siap mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah air. 

Konteks cinta tanah air yang besar di sini tentu bukan berarti menjadikan tanah air sebagai sesuatu yang disembah, sekutu Tuhan ataupun hubb ad-dunya, melainkan mempersepsikan wilayah yang kita tinggali sebagai harta kepemilikan yang harus kita jaga, lindungi dan terbebas dari segala bentuk ancaman sekaligus intervensi lawan. 

Atas dasar demikian, patriotisme para pahlawan nasional tersebut sejatinya menegaskan perihal fundamentalisme sikap dan tindakan yang harus dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia. Secara sederhana, hemat saya, terdapat lima sikap dan tindakan yang harus dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia. 

Kelima sikap dan tindakan tersebut yakni masing-masing warga negara harus senantiasa memiliki rasa tanggung jawab terhadap kewajiban dan tugas karena bagian dari penghuni. Bersikap jujur terhadap keadaan yang sedang dihadapi. Amanah dalam mengemban tugas. Bersikap tabligh terhadap potensi dan kemampuan sebagai warga negara yang baik. Serta fatonah untuk bangkit dari keterpurukan terjajah dari kolonialisme.

Kelima sikap dan tindakan yang mencerminkan kepribadian patriotisme itu tentu saja dapat diaplikasikan sesuai dengan peran dan status masing-masing. Misalnya saja, jiwa patriotisme seseorang yang berstatus sebagai pelajar adalah bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Menghindari rasa malas dan tidak disiplin tatkala berada di fase mengenyam dunia pendidikan. 

Kecintaan yang besar atas ilmu, ajegnya sikap tawadhu', takdzim dan berakhlak mulia terhadap lingkungan sosial sekitar serta pandai mendisiplinkan diri yang tumbuh-kembang dalam diri seorang pelajar sudah barang tentu dapat dikategorikan sebagai jiwa patriotisme. 

2. Nasionalisme

Jiwa patriotisme berakar rumput dari hadirnya nasionalme dalam diri seorang pahlawan. Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata nasionalisme diartikan sebagai ajaran (paham) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri; semangat kebangsaan. 

Nazaruddin Syamsudin dalam bukunya yang berjudul Bung Karno Kenyataan Politik dan Kenyataan Praktek (1988: 37) menegaskan nasionalisme sebagai bentuk kesetiaan individual yang diserahkan sepenuhnya kepada negara. 

Sementara Sartono Kartodirjo dalam buku Multidimensi Pembangunan Bangsa Etos Nasionalisme dan Negara Kesatuan (1999: 60) mendedahkan konsep nasionalisme yang terdiri dari kesatuan (unity), kebebasan (liberty), kesamaan (equality), demokrasi, kepribadian nasional serta prestasi kolektif. 

Dari makna tersebut kita bisa mengambil simpulan bahwa nasionalisme lebih menitikberatkan pada ideologi, cara pandang dan persepektif seseorang terhadap bangsa dan negara yang ditinggali. Sederhananya nasionalisme ini bersentuhan langsung dengan isian kepala tentang konsepsi, dalil naqli dan aqli keharusan mencintai negara-bangsa yang kemudian memengaruhi sikap hati nurani secara komunal.

Konsep nasionalisme tersebut berdiri tegak atas dasar cita-cita luhur seluruh komponen lapisan masyarakat yang ada. Tak terkecuali sejarah perjuangan umat Islam Indonesia, gugurnya puluhan ribu syuhada di medan tempur Surabaya tidak lepas dari resolusi jihad yang dideklarasikan oleh KH. Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945. 

Resolusi jihad tersebut menegaskan bahwa merujuk pada hukum agama Islam seluruh santri dan ulama Pondok Pesantren di berbagai pelosok Indonesia memiliki kewajiban membela tanah air: mempertahankan dan menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Hukum wajib itu sebagaimana firman Allah SWT yang termaktub dalam surah At-taubah ayat 41:

"Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah baik bagimu jika kamu mengetahui".

Dari ayat tersebut secara saksama kita bisa tahu bahwa mempertahankan kedaulatan negeri atau tanah air yang menjadi tempat tinggal kita dan sekitarnya dari ancaman serangan musuh adalah salah satu bentuk jihad di jalan Allah. 

Sebagai i'tibar kita bisa meneladani bagaimana perjuangan umat Islam yang dipimpin oleh Rasulullah SAW tatkala melindungi kota Madinah yang mendapat ancaman serius berupa serangan dari musuh yang terjadi pada tahun 5 Hijriyah. 

Disebutkan dalam kisah perang Khandaq atau Ahzab itu pasukan kafir Quraisy dan sekutunya berjumlah 10.000 sedangkan dari umat Islam hanya memiliki 3000 prajurit. Akan tetapi karena kecerdasan dari seorang sahabat yang bernama Salman Al-Farisi, dibuatlah parit untuk melindungi kota Madinah dari gempuran musuh. 

Strategi melindungi kota Madinah dengan membuat parit itu cukup ampuh sehingga mampu menahan pasukan kafir Quraisy dan sekutunya kurang lebih selama satu bulan. Selama proses itu pula tak henti-hentinya kaum muslimin berdoa, memohon pertolongan Allah, "Ya Allah tutupilah kelemahan kami dan amankanlah kegundahan kami". 

Menyikapi hal yang demikian Rasulullah SAW juga berdo'a secara khusus mengharap terjadinya kemalangan terhadap kubu musuh. "Ya Allah yang menurunkan al kitab dan yang cepat hisab-Nya, kalahkanlah pasukan musuh. Ya Allah, kalahkanlah dan guncangkanlah mereka".

Tak berselang lama Allah mengabulkan doa Nabi dan kaum muslimin. Pertolongan Allah SWT benar-benar datang. Perselisihan di kubu kafir Quraisy dan sekutunya menyebabkan perpecahan. Kondisi tersebut disambung dengan hadirnya angin topan yang memporak-porandakan semua tenda pasukan lawan. Alhasil, kubu musuh menelan kerugian besar dan kekalahan telak yang tak dapat dinafikan. 

Dari peristiwa tersebut kita bisa mengambil hikmah bahwa nasionalisme yang dipadukan dengan jiwa patriotisme, integrasi (persatuan-kesatuan) dan strategi jitu yang solutif serta didasarkan memohon petunjuk dan lindungan Allah SWT yang dilakukan oleh para pahlawan dalam berjuang cita-cita luhur bersama akan tercapai. 

Keteladanan nasionalisme yang dilakukan oleh para pahlawan tersebut sejatinya dapat diaplikasikan ke dalam semua aspek kehidupan sehari-hari. Misalnya saja diinternalisasikan dalam peran sebagai pelajar. 

Beberapa bentuk sikap nasionalisme seorang pelajar di antaranya saja mengikuti perhelatan upacara bendera setiap hari Senin, turut berpartisipasi dalam merayakan peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia, mengetahui dan hafal lagu kebangsaan, memperingati hari pahlawan nasional, serta lain sebagainya yang menunjukkan kecintaan kita terhadap bangsa Indonesia.

Tulungagung, 21 November 2022


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...