Langsung ke konten utama

Awal Cerita Berkhidmat di LPIT Baitul Qur'an Tulungagung

Minggu kedua di bulan Agustus, tepatnya 13 Agustus 2022 saya memutuskan diri untuk berkhidmat di SDIT Baitul Qur'an Tulungagung. Kala itu saya melamar ke lembaga pendidikan swasta itu atas dasar informasi lowongan kerja dari status story WhatsApp salah seorang teman. 

Teman satu angkatan di almamater yang sama: alumnus UIN SATU Tulungagung yang kebebetulan ia merupakan wakil kepala sekolah bidang kesiswaan di lembaga tersebut. Kalau boleh jujur, sebenarnya saya telah lama mengikuti rekam jejak status story WhatsApp teman saya tersebut. 

Pernah satu waktu, tepatnya dua tahun ke belakang, dua kali saya melihat postingan dibutuhkannya guru badal di lembaga yang bersangkutan. Dua kali itu pula saya sempat menanyakan perihal itu, akan tetapi selalu berakhir dengan PHP (pemberi harapan palsu) dan kandas. 

Mungkin waktu itu usaha dan kesempatan yang ada di hadapan belum menemui rejeki dan takdirnya saja. Hingga akhirnya baru di pertengahan tahun ini lebih dua mingguan  saya baru diterima di sana. Terhitung, empat hari setelah Kopdar ke-9 SPK Pusat di Bondowoso saya diterima di sana. 

Masih jelas betul dalam ingatan saya, sebelum pertama kali menginjakkan kaki di SDIT Baitul Qur'an Tulungagung saya harus dua kali melobi jadwal interview dengan kepala sekolah. Dengan penuh sabar dan harap-harap cemas saya menunggu kepastian hari pertemuan dari teman saya. 

Pikir saya kala itu, maklum saja, beban tugas kepala sekolah itu memang sangatlah banyak. Tak terkecuali jadwal rapat koordinasi antar kepala sekolah dengan dinas pendidikan, pemuda dan olahraga tingkat kabupaten yang sifatnya mingguan, bulanan hingga tahunan. Alhasil, tak heran jika kemudian kepala sekolah memiliki jadwal yang padat di luar lembaga. 

Tibalah saatnya hari dimana saya harus interview dan bertemu dengan kepala sekolah SDIT Baitul Qur'an Tulungagung. Belakangan saya mendapat bocoran dari teman saya, bahwa kepala sekolah itu bernama Pak Imam Muslim. Orangnya masih muda dan friendly. 

Tidak hanya itu, bahkan ia menjelaskan secara detail tentang posisi yang dibutuhkan, seperti apa dan bagaimana tugasnya secara teknis hingga alasan logis kenapa guru badal sebelumnya--yang merupakan salah satu teman guru di sana juga--memutuskan diri untuk keluar dari lembaga tersebut. Alur itu benar-benar saya simak dengan baik.

Malam sebelumnya saya sudah dikonfirmasi oleh teman saya, bahwa Sabtu 13 Agustus 2022 kepala sekolah akan hadir di lembaga.  Kebetulan di hari itu yayasan LPIT Baitul Qur'an Tulungagung menghelat kegiatan pengembangan sumber daya manusia lembaga. Agenda rutin lembaga dalam upaya meningkatkan kualitas dan kapasitas dewan asatidz yang ada. Sehingga dapat dipastikan kepala sekolah akan hadir dalam acara tersebut.

Dari malam hingga pagi hari Sabtu buta saya menjalin komunikasi via WhatsApp dengan teman saya secara intensif. Hingga akhirnya sekitar pukul 07.00 WIB lebih teman saya mengabari bahwa ia tidak bisa mengantar dan membersamai saya menghadap ke kepala sekolah karena ia harus mengantar dan mendampingi para siswa-siswi ikut lomba. 

Berbekal arahan rute dan google maps, pada akhirnya saya berangkat ke sekolah yang belum pernah saya lihat dan menginjakkan kaki di sana. Dengan penuh semangat dan rasa senang saya mengendarai motor matic injeksi saya menuju lokasi. Sesampainya di depan gang saya sempat mengabari teman saya via WhatsApp kembali. Seperti biasanya, rasa khawatir tersesat masih saja kerap menggelayuti diri. 

Dari depan gang tampak para siswa yang mengenakan baju olahraga sedang bermain bola. Dengan penuh keyakinan saya memutuskan diri memasuki lingkungan sekolah itu sembari memacu motor pelan-pela. Mula-mula motor saya parkir di halaman rumah yang belakangan saya tahu itu adalah rumah ketua yayasan. 

Selanjutnya saya memberanikan diri bertanya kepada salah seorang guru yang pertama kali saya temui. Entah siapa guru yang saya temui pertama kali kala itu, persisnya saya lupa. Yang jelas terlintas di kepala, kala itu guru yang bersangkutan menegaskan bahwa kepala sekolah sedang ada di ruangannya dan saya langsung dipersilakan untuk memasuki ruangan kantor. 

Bersambung...

Tulungagung, 19 November 2022

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...