Langsung ke konten utama

Menjadi Siswa yang Beradab

Senin (10/10/2022) SDIT Baitul Qur'an Tulungagung mengawali hari keempat Penilaian Tengah Semester (PTS) dengan apel pagi. Kebetulan Senin ini tidak memungkinkan untuk menghelat upacara bendera, sebab tidak ada siswa-siswi yang benar-benar siap menjadi petugas protokoler untuk melakukan proses upacara bendera seperti biasanya. 

Maklum saja hari Sabtu kemarin sekolah libur memperingati hari maulid nabi Muhammad Saw. Sehingga kami tidak sempat menyiapkan petugas dan melakukan gladi bersih untuk upacara bendera di hari Senin. Ditambah dengan kesibukan dewan asatidz SDIT Baitul Qur'an mengawal proses PTS yang terus-menerus membayangi. Terlebih-lebih jadwal pulang sekolah selama proses PTS dimajukan sebelum Dzuhur. Alhasil lengkap sudah alasan mengapa SDIT Baitul Qur'an Tulungagung Senin pagi ini tidak menghelat upacara bendera.

Kendati demikian, Ustadzah Binti (sapaan akrab) selaku petugas motivator apel pagi tampil dengan penuh semangat dan penyampaikan petuah bijak dengan sangat berapi-api. Kebetulan apel pagi ini mengusung tajuk "Menjadi Siswa yang Beradab". Menurut beliau terdapat banyak ciri, karakteristik dan kategori santri yang beradab akan tetapi pada pagi ini beliau hanya akan menyampaikan 5 ciri saja. Kelima ciri tersebut, yakni niat yang baik, berdoa terlebih dahulu, bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu, menghormati dewan asatidz dan mengamalkan ilmu.

Niat yang Baik

Niat menjadi titik tolak bagaimana cara seseorang melakukan sesuatu. Alasan mendasar (baca: motif menjadi sangkar timbulnya suatu tindakan dalam kajian sosial) mengapa seseorang bertindak. Jika niatnya baik maka baik pula sesuatu yang dikerjakannya. Begitupun sebaliknya. 

Seorang pelajar sudah selaiknya tatkala berangkat dari rumah ke sekolah memiliki niat yang tulus untuk mencari ilmu. Bukan sekolah semata-mata untuk meraih nilai yang baik dan supaya mendapatkan pujian dari sesama manusia: teman, orangtua dan asatidz. Justru yang demikian itu adalah niat yang sia-sia belaka. Sebab niat yang disandarkan atas kepentingan manusia tak bernilai di hadapan Allah SWT. 

Bersusah-susah payah kita bersolek dan sibuk membuat citra diri sepihak akan tetapi berakhir tanpa nilai yang membuat kita sejahtera dunia dan akhirat. Pun pahala tidak dapat direngkuh pada akhirnya. Inilah yang disebut niat yang tidak ada nilainya dan sia-sia belaka.

Berdoa Terlebih Dahulu

Dalam implementasinya, niat yang baik saja tidaklah cukup melainkan harus disertai dengan pelafalan, pemanjatan dan pengamalan doa sebelum melakukan seluruh aktivitas yang kita lakukan. Mengapa demikian? Sebab do'a adalah salah satu kunci keberhasilan atas terlaksananya tindakan sesuai dengan niat baik semula. 

Niat yang baik bisa saja terhenti pada tahapan niat semata tanpa ada aksi nyata. Maka dengan berdoa terlebih dahulu kita akan fokus pada tujuan sekaligus dihindarkan dari polemik keadaan yang menyebabkan kita lupa atas niat yang sempat terhujamkan semula. Rangkaian do'a pembuka kegiatan itu jika dianalogikan seperti kran yang kemudian dapat mengalirkan limpahan keberkahan dari setiap kegiatan yang kita lakukan.

Mungkin saja tindakan yang kita lakukan itu tampak sederhana dan biasa-biasa saja akan tetapi karena do'a yang kita panjatkan sebelumnya keberkahan dari aktivitas itu akan kita tuai dan rasakan di kemudian hari. Sama halnya tatkala kita belajar, dengan berdo'a terlebih dahulu mungkin saja tatkala penyampaian materi dalam proses pembelajaran tidak kita pahami sepenuhnya, akan tetapi karena keberkahan do'a yang ikhlas kita panjatkan, pemahaman itu akan datang dengan sendiri, meski melalui jalan yang tak pernah kita duga.

Bersungguh-sungguh dalam Mencari Ilmu

Poin penting selanjutnya yang wajib dimiliki oleh seorang pelajar adalah bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu. Selaiknya siswa-siswi mengikuti seluruh rangkaian pembelajaran di sekolah dengan sungguh-sungguh dengan maksud hendak meninggalkan kebodohan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan. 

Dengan bersekolah sejatinya setiap anak sedang jihad mengatasi ketidaktahuannya, menunaikan kewajiban sebagai seorang hamba dalam tholibul ilmi dari lahir sampai tutup usia kelak, dan sedang menyiapkan yang terbaik untuk masa depan masing-masing diri mereka sendiri. Sebab yang akan berproses jatuh bangun melewati setiap tahapan, menghadapi ujian hingga mencicipi hasilnya kelak adalah diri mereka sendiri bukan orang lain. 

Semua orangtua tentu akan merasa bangga, bahagia dan beruntung tatkala memiliki seorang anak yang senantiasa bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu hingga akhirnya mencapai cita-cita dan kesuksesan di dunia maupun di akhirat. Hanya dengan bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu kita akan mampu menuai hasil kerja keras kita. Sebab bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu itu ibarat menyusun pondasi rumah yang kemudian menentukan seperti apa hasil, wujud-bentuk dan isinya. 

Kewajiban bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu ini tidak hanya berlaku bagi seorang pelajar yang umumnya dikonotasikan kepada siswa-siswi melainkan juga berlaku bagi semua asatidz dan khalayak umum lainnya. Kenapa demikian? Sebab seorang manusia pada dasarnya akan menjadi bodoh dan hina tatkala berhenti belajar. Terlebih lagi, manusia tempatnya salah dan lupa. Mahalul khotho' wa nisyan. 

Tidak ada opsi lain untuk menjadi manusia seutuhnya, kecuali terus belajar menjadi pembelajaran sejati. Sebab hanya dengan menjadi pembelajar sejati diri kita akan terus diperbaiki, ter-uprage setiap waktu dan sadar diri. 

Menghormati Dewan Asatidz

Hal yang paling krusial dan penting untuk menjadi santri yang beradab adalah menghormati seorang guru (asatidz-asatidzah). Sebab guru adalah ibarat ranting-ranting pohon tersampaikannya ilmu kepada segenap siswa-siswi. Tanpa asatidz-asatidzah seorang siswa akan sukar mencari tahu, hilang arah dan jauh dari maksud yang hendak dituju.

Keridaan dan keikhlasan asatidz-asatidzah adalah kunci utama keberhasilan siswa-siswi mampu menangkap ilmu yang diajarkan di dalam kelas. Maka atas dasar itu semua selaiknya seorang pelajar menghormati dan memuliakan seorang guru. Ketika bertemu atau berpapasan di jalan ucapkan salam. Tatkala kita hendak menghadap utamakan sikap tawadhu' (andap asor; rendah hati), bertutur kata dengan sopan santun dan menampilkan senyuman. 

Melalui sikap menghormati dan memuliakan guru inilah siswa-siswi akan memperoleh pemahaman dan keberkahan atas tersampaikannya ilmu. Sebab guru yang baik akan senantiasa memanjatkan do'a, harapan, riyadhoh dan ikhtiar yang terbaik untuk semua anak didiknya tanpa terkecuali.

Sebaliknya, seorang siswa yang tidak menghormati dan memuliakan gurun maka proses pembelajarannya akan menjadi jauh lebih sulit. Ikhtiarnya akan bernilai sia-sia karena pintu masuknya ilmu ke dalam kalbu akan terus tertutup tanpa rida dan ikhlas yang diberikan oleh seorang guru. Ilmu tidak akan pernah bisa masuk ke dalam hati yang keras, kotor dan gelap gulita. Sebab ilmu sendiri sifatnya seperti cahaya. Menerangi dan memudahkan tindak-tanduk setiap orang yang memiliki hati yang tulus, bersih dan sehat.

Mengamalkan Ilmu 

Sedangkan poin pamungkasnya adalah mengamalkan ilmu. Ilmu tidak hanya untuk dipelajari, dipahami dan dihafalkan begitu saja melainkan pengamalan atas suatu ilmu yang dipelajari adalah postulat utamanya. Mengamalkan ilmu yang dipelajari itu jauh lebih penting daripada kita pandai dalam berjubel teori. Mengapa demikian? Sebab seorang yang paham akan ilmu belum tentu mampu mengamalkan ilmu yang ia tahu. 

Atas dasar demikian maka ada tiga kategori orang yang berilmu, yakni ia tahu tapi tidak bermanfaat untuk dirinya, ia tahu tapi ia enggan mengamalkannya dan ia tahu sedangkal apa ilmu yang dimilikinya akan tetapi dengan bergegas ia menyeimbangkan dengan mengamalkannya. Kategori orang yang berilmu ketiga itulah yang harus kita contoh. 

Jenis orang yang berilmu satu dan dua seperti halnya pepatah orang Arab: "Al Ilmu Bila Amalin Kasyajari Bila Tsamarin (ilmu tanpa amal ibarat pohon tanpa buah)". KH. Kamuli Khudlori menegasakan bahwa: "pohon harus bisa berbuah, ilmu yang sudah didapat harus diamalkan agar bisa lebih bermanfaat". Itu berarti sama dengan ilmu tanpa amal adalah gila, sedang amal tanpa ilmu adalah sia-sia. 

Hal yang demikian senada dengan pernyataan sahabat Rasulullah Saw yang ketiga, Utsman bin Affan pernah berkata: "Tanpa ilmu, amal tidak ada gunanya. Sedangkan ilmu tanpa amal adalah hal yang sia-sia".

Beruntunglah jenis orang yang berilmu ketiga, karena kesadarannya atas ilmu yang dibarengi dengan amal tidak lain sejatinya memperoleh dua keutamaan dalam menjalankannya: kebaikan atas dirinya dan keberkahan atas ilmu yang dipraktekkannya. Tidak menutup kemungkinan pula keberkahan dan kebaikan itu muncul tatkala ilmu itu diamalkan dan dipraktekkan oleh orang lain yang menerimanya. 

Di samping itu, jenis orang yang berilmu ketiga ini jug termasuk sebagai kategori golongan dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad, ath-Thabroni, ad-Duruqutni yang kemudian dihasankan oleh Al-albani dalam Shahihul Jami' 3289: "Khairunnaasi Angfa'uhum Lin Nasi (sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia (orang lain)".

Tulungagung, 10 Oktober 2022


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...