Langsung ke konten utama

Menyongsong Dua Perayaan Sekaligus

Minggu 25 Oktober 2020, Alhamdulillah, taman pendidikan Qur'an Luar Biasa (TPQLB) Spirit Dakwah Indonesia Tulungagung telah menggelar dua lomba secara serentak dalam rangka memeriahkan peringatan hari santri nasional dan Maulid Nabi Muhammad Saw.

Dua lomba tersebut ialah mewarnai dan menggambar kaligrafi. Kategori lomba mewarnai dikhususkan untuk santri disabilitas yang berusia lima-sepuluh tahun. Sementara santri yang berusia sebelas sampai dua puluh tahun ke atas diarahkan untuk mengikuti lomba menggambar kaligrafi.

Dalam pelaksanaan lomba mewarnai, para asatidz telah menyediakan satu lembar gambar yang bernuansa islami. Deskripsi singkat dari gambar tersebut di antaranya; satu bangunan mesjid megah yang dikelilingi hijaunya alam, di mana tepat di pelataran masjid tersebut terdapat satu keluarga utuh dan bahagia. 

Tampak jelas, di sana berada seorang ibu yang menentang makanan ringan, sang ayah yang membawa beberapa gelas di atas baki dan putra-putrinya yang riang gembira bermain balon. 

Satu kesatuan gambar yang mencitrakan bagaimana cara seorang muslim harus menjalani kehidupan di dunia. Di mana dalam prosesnya harus ditujukan untuk mencapai keharmonisan, antara hamblum minallah, hamblum minannas dan hamblum minal 'alam.

Tiga relasi dalam konteks keharmonisan tersebut sudah barang tentu tidak serta-merta langsung tercapai dengan sendirinya, terbenam dalam diri setiap insan semenjak lahir (given). 

Melainkan, justru untuk mencapai pada keadaan itu membutuhkan tatanan lain yang berusaha disisipkan dan diusahakan oleh setiap masing-masing pribadi manusia.  

Pertanyaannya, lantas apa tatanan lain yang digadang-gadang harus disisipkan dalam setiap pribadi manusia tersebut? Apa fungsi dan manfaatnya untuk kehidupan manusia? Dan masih banyak rentet pertanyaan lain yang menunjukkan bahwa hakikat manusia selalu berada dalam posisi sangsi dan rasa ingin tahu yang tinggi.

Dari sekian banyak sisipan yang harus diinternalisasikan ke dalam setiap pribadi manusia tersebut di antaranya ialah bagaimana manusia memahami asma'ul Husna, sifat-sifat Allah SWT dan sifat-sifat Rasul yang kemudian dipraktekkan dan dibiasakan secara disiplin dalam menghadapi setiap situasi.

Pemilihan gambar tersebut memang nampaknya sangat sesuai dengan konteks perayaan maulid nabi Muhammad Saw. Di mana setiap muslim senantiasa memproyeksikan beliau sebagai suri tauladan yang baik dalam menjalani kehidupan.

Dengan demikian, melalui mewarnai ini sejatinya setiap santri diberi gambaran tentang bagaimana konteks menangkap makna dan pesan dalam suatu kelangsungan pembelajaran itu sendiri. Namun dalam persoalan memahami dan menangkap arti pada akhirnya kbali pada kemauan dan kerja keras setiap pribadi santri.

Sementara pelaksanaan menggambar kaligrafi dimulai dengan pemberian contoh kalimat yang harus digambar oleh setiap santri. Dalam hal ini, salah seorang ustadz menggambar kaligrafi yang bergaya Tsulus. Selanjutnya, para santri mengikuti pola setiap lekuk dan rangkaian huruf Hijaiyah yang harus ditulis.

Melalui proses panjang menggambar kaligrafi ini setidaknya para santri mampu memahami bahwa segala sesuatu membutuhkan proses, ketelatenan, kesabaran dan pendisiplinan untuk mencapai satu keadaan yang disebut dengan kesuksesan. Satu keadaan yang khalayak ramai sering sebut sebagai cita-cita dan tujuan.

Dari perhelatan kedua lomba tersebut setidaknya kita semua mampu memahami bahwa ada banyak cara untuk dijadikan sebagai media untuk menyampaikan pesan, pembelajaran dan teladan. Meskipun, pada akhirnya semua kembali lagi pada masing-masing personalnya.

Selain itu, perhelatan lomba ini sejatinya bertujuan untuk menggenjot kesadaran dan semangat para santri untuk tetap aktif dan produktif dalam meningkatkan kualitas diri.


Jombang, 26 Oktober 2020




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...