Langsung ke konten utama

Masih Review


Time Is Choice
Masih berkutat dalam pekikan manja sang inspirator muda, Syafii Efendi. Bukankah khalayak orang sepakat dengan kiasan time is money?, waktu adalah uang. Apabila itu benar, namun mengapa setiap orang tidak pernah sampai pada titik kemapanan yang sama?. Padahal umumnya setiap orang memiliki waktu yang sama. Diberi peluang yang berkarakter sama. Tapi toh kenapa selalu berada dalam titik jurang kesenjangan yang terus menganga?. Sadar ataupun tidak, telah membuat distansi dan hierarki sosial yang sangat ketara. Miskin-kaya begitu kontras dalam perlakuan sosial masyarakat, cermin dunia. (jangan jawab takdir, jika anda tidak ingin dilabeli hadramautisme).
Apakah yang salah? Dan siapakah yang harus dipersalahakan? Tatkala disuguh wujud stratifikasi sosial yang menjadi sekat-sekat pembatas dalam komunkasi antar masyarakat. Apakah ini merupakan buah perasan dari pemaknaan yang salah terhadap kiasan time is money?. Mendefinisikan waktu yang identik dengan kapitalisme. Memukul rata pemaknaan yang terlalu memaksakan diri. Jika demikian, apa sebenarnya yang disebut waktu?. Bagaimanakah waktu secara porposional memiliki peran penting dalam kehidupan manusia?. Bahkan seolah-olah waktulah yang mengatur kehidupan manusia. Mengejar setiap tindakan untuk sesegera mungkin terselesaikan. Menuntut setiap problematika untuk dapat dipecahkan, menuai titik terang.
Sebagai budak waktu, nampaknya tidak menjadi salah apabila saya berujar njlimet bahwa waktu hanya material belaka. Bahan baku yang memerlukan sentuhan kreator. Sebab kitalah yang dapat menjadikan waktu sebagai pedang tajam, yang sewaktu-waktu dapat membunuh penghalang masa depan. Namun jika tidak demikian, berhati-hatilah, sebab bisa jadi kitalah yang akan terhunus oleh tajamnya waktu itu sendiri. Mulai sekarang, ambilah keputusan terbaik terhadap waktu, karena waktu tidak menunggu kita. Justru kita yang mengendalikannya.
Pendefinisian waktu yang beririsan kuat dengan kiasan islam. Dimana islam memaknai waktu bagaikan pedang. Apabila diqiyaskan pada zaman sekarang, mungkin waktu dianalogikan senjata AKA 47 yang begitu cepat dalam menembus target sasaran sewaktu-waktu lengah. Namun semuanya akan tetap dalam koridor yang ‘adil’ tatkala menempatkan pedang ataupun senjata tersebut pada posisi yang proposional. Dalam artian tepat dalam mengontrol dan mengendalikan. Begitu halnya yang berlaku terhadap waktu.
Jika demikian, berarti waktu adalah pilihan. Serangkaian kesempatan yang memerlukan pilihan tepat dengan penuh pertimbangan. Menghargainya dengan kesibukan yang manfaat atau menyia-nyiakannya begitu saja. Sehingga tidak dapat dinafikan bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama. Namun, tidak dapat dipastikan pula akan jatuh ke dalam jurang ataupun singgah disinggasana tahta sang raja yang sama. Dengan demikian, maka ada benarnya apa yang diungkapkan Jim Jhon (Bapak Manajemen dunia), bahwa kita tidak pernah dibayar sesuai waktu kerja kita. Justru kita dibayar berdasarkan nilai yang kita berikan kepada waktu tersebut. (Lain cerita, jika kita berani menggondol harta yang bukan haknya).
Inilah alasan berbobot mengapa life must be change. Terlebih-lebih dalam kontinuitas kehidupan, kita akan dihadapkan dengan berbagai problematika yang nampak mencemooh waktu. Mungkin sebab ini pula mengapa Tuhan berani bersumpah mengatasnamakan ‘demi waktu’.      


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...