Langsung ke konten utama

Dapur Safari Literasi Edisi Perdana

Dokpri Tempat Meet up di Warung Salman 

Panggilan dari nomor tak dikenal via WhatsApp tiba-tiba masuk. Dengan penuh keraguan dan khawatir saya memberanikan diri untuk mengangkat gawai yang terus bergetar dan berdering. Salam terucap sebagai pembuka percakapan. Selebihnya pertanyaan introgatif berhambur saling berkelindanan dua arah. Seiring durasi percakapan di ujung smartphone, di antara kami saling memintal janji dan kesepakatan. 

Belakangan, saya baru ngeh bahwa yang menelpon saya itu adalah Pak Qoyyimun Nafal (selanjutnya disebut Pak Qoyyim). Wakil Kepala Sekolah bidang kesiswaan (wkasis) SMPI Al Fattahiyah Maren, Ngranti, Boyolangu, Tulungagung. Melalui panggilan itu beliau menegaskan bermaksud dan bertujuan meminta kesediaan saya untuk menjadi narasumber pelatihan menulis cerpen. Sontak saya sedikit kikuk dan tidak percaya mendengar permintaan tersebut.

Jika boleh saya menganalisis, permintaan itu tidak datang ujug-ujug melainkan atas wasilah Prof. Ngainun Naim selaku guru dan pembina SPK Tulungagung. Permulaan ceritanya, Pak Qoyyim meminta Prof. Naim menjadi narasumber di sekolahnya akan tetapi beliau mengarahkan tugas (melimpahkan) ke SPK Tulungagung. Kebetulan nomor kontak saya yang beliau berikan kepada yang bersangkutan. 

Saya kira langkah yang diambil Prof. Naim tidak lain dan tidak bukan semata-mata karena beliau berkomitmen kuat memberdayakan sumber daya anggota di SPK Tulungagung. Beliau mafhum betul bahwa reformasi kepengurusan SPK Tulungagung memiliki visi membumikan literasi di skala yang lebih luas. Termasuk salah satu di dalamnya menularkan virus literasi ke berbagai jenjang satuan lembaga pendidikan. 

Ya, permintaan itu selaras dengan program SPK Tulungagung goes to school. Program yang sebenarnya--secara pribadi telah saya canangkan di awal-awal kepemimpinan Om Thoriq selaku ketua SPK Tulungagung sebelumnya--dirumuskan di Kopar SPK Tulungagung yang perdana di kediaman Prof. Naim. Sementara nama Safari Literasi spontanitas muncul belakangan di kosan saya setelah dihelat acara Ngaji Literasi edisi ke-19. 

Memang ruangan 3x3 meter itu banyak menghasilkan ide dan nama program brilian yang sekarang eksis sebagai identitas SPK Tulungagung. Kamar sempit itu telah mewujud sebagai ruang produksi atas role model program dan penentu arah gerak. Jika dalam historical sejarah peradaban Islam kita mengenal Baitul Hikmah sebagai jantung peradaban, maka dalam percaturan  SPK Tulungagung kamar kosan saya sebagai ruang bertahanuts. Ruang inkubasi berbagai ide diracik dan terlahir.

Plot cerita kembali mundur ke belakang. Setelah Pak Qoyyim menghubungi saya, Prof. Naim sempat mengkonfirmasi akan kebenaran permintaan itu di grup SPK Tulungagung. Tak lama, saya mengiyakan dan menyanggupi permintaan tersebut. Menyikapi hal itu dengan segera saya menghubungi Mrs. Ekka Zahra Puspita Dewi (selanjutnya disebut Mrs. Ekka) dan Bang Woks (sebutan untuk Bang Woko Utoro) selaku orang-orang yang berdiri di garda terdepan.

Kami bertiga sempat berdiskusi hebat via telepon. Ada rencana dan berbagai persiapan yang kami tawarkan. Ada transaksi jual beli ide silih berganti muncul ke permukaan. Sebagai puncaknya, grup dengan nama Pusat Nyel (2/11/2023) menjadi rumah baru mempersiapkan segala bentuk kebutuhan dalam menyongsong Safari Literasi. Grup itu sendiri dibuat Mrs. Ekka. Semakin mendekati perhelatan acara grup itu semakin sibuk. Ratusan chatting menambah sesak kartu memori yang kian sekarat. 

Satu hari menjelang acara, kami bersepakat untuk meet up di warung kopi. Pilihan tempat itu pun jatuh di Warung Salman. Warung kopi yang berdekatan dengan warung kopi Pule, kos-kosan dan bertetangga dengan Ma'had kampus UIN SATU. Mengingat semua orang sibuk, akhirnya malam hari menjadi waktu meet up yang kami pilih. Sekitar pukul 19.45 WIB kami menginjakkan kaki di sana. Urusan waktu memang kami lebih banyak bersikap lembek. 

Kami merasa beruntung, hidangan malam itu ditraktir Om Dedy selaku suami Mrs. Ekka. Semua menu yang kami lahap benar-benar nikmat. Terlebih lagi semua menu itu bercap ratu (rasah tuku) dan rasa kari (kari lep alias free). Sembari menikmati hidangan kami berusaha membuat konsep acara dan berbagi tugas. Disepakatilah, Mrs. Ekka bertugas sebagai moderator, saya sebagai pemateri pertama dan Bang Woks sebagai pemateri kedua. 

Pembagian tugas dan peran itu disesuaikan dengan karakteristik dan kompetensi masing-masing. Meski kemudian, jika boleh jujur, kami belum mengetahui persis seperti apa perhelatan acara yang dikehendaki oleh pihak pengelola secara gamblang. Kendati demikian sebagai bentuk integritas dan menjunjung tinggi nilai profesionalitas kami harus menyiapkan konsep acara yang masih remang-remang itu secara sistematis. 

Upaya ini penting karena bersangkutan dengan gambaran umum tentang runtutan acara yang akan dihelat. Penting karena memang kita juga harus memotret berbagai macam kemungkinan yang akan terjadi. Penting karena ini merupakan agenda perdana dari program Safari Literasi yang akan dihelat. Penting karena memang ini merupakan kali pertama saya berbicara di lembaga tertentu atas nama bendera SPK Tulungagung. Ada Marwah komunitas yang kami emban di pundak. 

Memikul Marwah komunitas SPK Tulungagung inilah yang kami pikir menjadi kode etik dalam bergerak. Ada harapan mampu mempersembahkan yang terbaik selama pelatihan dihelat. Ada harapan kami benar-benar mampu merepresentasikan kemanfaatan yang diusung SPK Tulungagung untuk khalayak umum. Sekali lagi, tentunya ini merupakan tugas mulia dan kesempatan yang luar biasa. Alhasil, sangat disayangkan jika kami melewatkan kesempatan berdaya dan berbagi ini dengan kalimat penolakan.

Tulungagung, 13 November 2023

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...