(Dokpri Jendela Aksara Edisi 4: Minggu, 02 Juli 2023)
Perkara yang tidak bisa dianggap remeh dalam aktivitas menulis adalah adanya motif. Motif dalam konteks ini bukan berarti corak; pola yang umumnya berlaku dalam kain batik dan lainnya. Bukan pula salah satu dari gagasan yang melekat dominan pada karya sastra, melainkan sebab (alasan) kenapa seseorang yang bersangkutan melakukan kegiatan tertentu. Begitu juga yang berlaku dalam dunia menulis. Seorang penulis secara pasti memiliki motif tersendiri kenapa ia melakukan aktivitas menulis.
Prof. Ngainun Naim dalam The Power of Writing (2015), utamanya bab motivasi menulis dan alasan menulis, menyebutkan terdapat beberapa motif kenapa seseorang menulis. Mulai dari manifestasi syukur atas karunia kemampuan menulis, adanya keajaiban dalam menulis, kecintaan, membangun komitmen, berjejaring, tempat berlindung sampai dengan upaya pemeliharaan kesehatan mental. Tentu masing-masing itu akan sangat menarik jika diulas lebih lanjut namun kali ini hanya fokus pada 2 poin awal saja. Yakni manifestasi syukur atas karunia kemampuan menulis dan adanya keajaiban dalam menulis.
Kedua poin tersebut terejawantahkan jelas dalam benak Guru Blogger Indonesia, Wijaya Kusumah. Melalui buku Menulislah Setiap Hari dan Buktikan Apa yang Terjadi (2012) dan Catatan Harian Seorang Guru Blogger (2020) Omjay (sapaan akrab dari Wijaya Kusumah) membuktikan langsung betapa pentingnya memiliki motif mendasar dalam aktivitas menulis. Meski kemudian motif itu harus linier dengan komitmen, jam terbang dan habitus yang mumpuni. Habitus yang mumpuni ini artinya membangun lingkungan kondusif sebagai seorang penulis yang kental dengan membaca, menulis dan terus berlatih. Membaca sebanyak-banyaknya dan menulis setiap hari adalah kunci keberhasilannya.
Habitus yang mumpuni itu lambat laun mendongkrak kualitas keterampilan kita dalam menulis. Proses penempaan skill sesuai dengan minat memang akan mengalami perubahan yang signifikan. Bahkan tidak skill individual saja yang meningkat namun personal branding dan retetan keajaiban juga akan turut muncul kepermukaan. Transformasi dalam diri Omjay misalnya, bermula dari kesangsian melihat temannya yang rajin nge-blog tatkala kuliah di Pascasarjana UNJ pada kenyataannya turut mendorong diri untuk mengikuti jejaknya. Dari sana keajaiban demi keajaiban muncul. Ia dinobatkan sebagai Guru Blogger Indonesia, sering diundang sebagai pembicara, memiliki jejaring yang kaya, menghasilkan honor hingga mampu membeli peralatan kebutuhannya.
(Dokpri Bulletin Jendela Akasara Edisi 4: Minggu, 02 Juli 2023; slide kedua)
Hal lain yang menarik dari Omjay adalah keberanian menuangkan hal-hal yang sederhana. Jika kita mengamati blog miliknya tidak sedikit kita akan menjumpai tajuk tulisan tentang rutinitas lumrah yang khalayak jalani. Kendati begitu, hemat saya, Omjay tergolong sebagai sosok kreatif yang disebutkan Steve Henry (2009). Bahwa di saat khalayak umum menjalankan dan memandang rutinitas sebagai hal yang biasa-biasa saja, tidak ada ide kreatif di dalamnya, justru Omjay menuangkannya ke dalam tulisan. Berusaha menjadikan hal yang sederhana menjadi informasi penting dan kreativitas tanpa batas. Di sinilah kita bisa mafhum, bahwa satu-satunya perbedaan antara orang kreatif dan yang tidak adalah tidak takut gagal.
Di lain pihak, saya juga memandang, Omjay sebenarnya sedang mempraktekkan dua strategi menulis yang dikemukakan Much. Khoiri dalam buku SOS (Sopo Ora Sibuk) Menulis dalam Kesibukan (2020). Dua strategi menulis tersebut yakni menulis yang dialami dan menulis yang dirasakan. Menulis yang dialami sebagaimana dikatakan Peter Marmorek bahwa pengalaman personal adalah amunisi terbaik sebagai bahan tulisan dan langkah pertama untuk menjadi penulis yang lebih baik. Sedangkan menuliskan yang dirasakan personal menurut L. P. Hartley lebih baik daripada menulis hal-hal yang kita ketahui.
Jika boleh menyimpulkan, secara garis besar terdapat dua motif utama dalam menulis: mengejar kepuasan lahir dan batin; fisik dan psikis. Motif yang bersifat fisik bermakna kesadaran; dorongan berkehendak yang muncul melalui proses "brain wash" dari pihak luar. Sebaliknya, motif yang bersifat batin dapat diartikan sebagai dorongan yang benar-benar berasal dari kesadaran; penghayatan; kehendak diri yang kuat secara personal. Motif yang muncul secara murni dari dalam diri seseorang. Motif awal ini pula yang kemudian menentukan proses dan hasilnya.
Tulungagung, 02 Juli 2023
Mantab
BalasHapusLanjut
Siap. Terima kasih Cak sudah mampir dan meninggalkan jejak.hehe
Hapus